Tautan-tautan Akses

Cek Fakta: China Klaim Tak Langgar Hukum Laut China Selatan


Sebuah lapangan terbang yang dibangun China terlihat di sebuah pulau buatan di Mischief Reef di Laut China Selatan pada 20 Maret 2022. (Foto: Aaron Favila/AP)
Sebuah lapangan terbang yang dibangun China terlihat di sebuah pulau buatan di Mischief Reef di Laut China Selatan pada 20 Maret 2022. (Foto: Aaron Favila/AP)
Mao Ning

Mao Ning

Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China

“Berdasarkan (hukum internasional), kapal Penjaga Pantai China melakukan patroli dan pengelolaan di perairan yang berada di bawah yurisdiksi China untuk menjaga ketertiban maritim dan melindungi hak dan kepentingan China yang sah.”

Salah

Pasukan penjaga pantai China pada 30 Januari menghalau kapal-kapal Jepang dari Kepulauan Senkaku (Diaoyu) di Laut China Timur yang disengketakan oleh kedua negara tersebut.

Pasukan penjaga pantai China meningkatkan kehadiran mereka di Laut China Selatan dengan terus melakukan patroli di sekitar wilayah Jepang pada Desember lalu. Penjagaan itu dilakukan Beijing setelah pemerintah Jepang merilis tiga dokumen terkait keamanan yang menyebut China sebagai “tantangan strategis terbesar” di kawasan tersebut.

Bukan hanya Jepang yang merasakan tensi yang kian memanas.

Prakarsa Transparansi Maritim Asia (Asia Maritime Transparency Initiative/AMTI) pada 30 Januari merilis sebuah laporan yang menyebut kehadiran penjaga pantai China di Laut China Selatan menjadi “lebih kuat dari sebelumnya.” AMTI sendiri merupakan sebuah proyek Pusat Studi Strategis dan Internasional (CSIS), sebuah lembaga kajian yang berbasis di ibu kota Amerika Serikat, Washington DC.

Pengerahan penjaga pantai China, kata AMTI, bertujuan untuk membantu Beijing menegaskan klaim atas sebagian besar teritori Laut China Selatan sebagai wilayah kedaulatannya.

Juru bicara Kementerian Luar Negeri China Mao Ning, berkilah bahwa pasukan penjaga pantainya yang hadir di Laut China Selatan itu beroperasi secara legal. Ia mengungkapkan hal tersebut saat dikonfirmasi mengenai laporan AMTI.

“Berdasarkan konstitusi China dan hukum internasional, termasuk UNCLOS (Konvensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Hukum Laut), kapal Penjaga Pantai China melakukan patroli dan pengelolaan di perairan di bawah yurisdiksi China untuk menjaga ketertiban maritim dan melindungi hak-hak dan hukum China yang sah,” kata Mao.

Namun apa yang dikatakan Mao itu bohong.

Beijing selalu mengabaikan putusan penting pengadilan internasional dan Hukum Laut PBB, yang menguraikan teritorial perairan milik negara-negara tetangga China. Penjaga pantai China secara rutin melakukan aktivitas yang merugikan di Samudra Pasifik Barat dan sekitarnya. Praktik itu dilakukan untuk menegaskan klaim kepemilikan China atas wilayah dan sumber daya alam yang terkandung di perairan tersebut.

Untuk keperluan laporannya, AMTI menganalisa data dari sistem yang secara otomatis melacak pergerakan sejumlah kapal. AMTI menemukan bahwa pasukan penjaga pantai China telah melakukan “patroli di lokasi-lokasi utama di Laut China Selatan hampir setiap hari sepanjang 2022.”

Patroli-patroli tersebut dilakukan di beberapa wilayah perairan maritim yang disengketakan, termasuk perairan Scarborough Shoal, 220 kilometer timur Pulau Luzon, Filipina, tempat yang dikuasai pasukan penjaga pantai China.

Kapal penjaga pantai China terlihat di perairan yang disengketakan di Scarborough Shoal pada 5 April 2017. (Erik De Castro/Reuters)
Kapal penjaga pantai China terlihat di perairan yang disengketakan di Scarborough Shoal pada 5 April 2017. (Erik De Castro/Reuters)

Blokade itu telah mengesampingkan hak penangkapan ikan para nelayan berskala kecil Filipina di wilayah tersebut. Dan hal itu merupakan sebuah pelanggaran terhadap keputusan pengadilan internasional.

Penjaga pantai China telah memblokade dan menembakkan meriam air kepada kapal Filipina yang mengangkut pasokan makanan menuju Second Thomas Shoal, yang dikenal secara lokal sebagai beting Ayungin. Padahal teritori tersebut termasuk dalam Zona Ekonomi Eksklusif Filipina.

Berdasarkan Hukum Laut PBB, Zona Ekonomi Eksklusif adalah bentangan laut sepanjang 200 mil dari garis dasar pantai suatu negara.

Pada 2013, Filipina mengajukan keberatan atas klaim China ke Mahkamah Arbitrase UNCLOS Den Haag. Manila menyebut klaim Beijing itu bertentangan dengan “hak bersejarah” Filipina sendiri di Laut China Selatan.

Pada 2016, Mahkamah Arbitrase Internasional mendukung upaya Filipina, menegaskan kembali hak setiap negara hanya untuk beroperasi di dalam Zona Ekonomi Eksklusif mereka.

Namun, Beijing mengabaikan keputusan itu.

Pada 31 Mei 2022, Filipina memprotes apa yang disebutnya sebagai "pelecehan" yang dilakukan penjaga pantai China terhadap kapal Taiwan. Kapal tersebut mengangkut ilmuwan Filipina yang sedang melakukan penelitian di wilayah Laut China Selatan.

Filipina telah melayangkan lebih dari 300 protes diplomatik terhadap serangkaian tindakan Beijing di Laut China Selatan.

Pada 1995, China merampas Mischief Reef, yang juga terletak di Laut China Selatan, dari Filipina. Den Haag memutuskan bahwa wilayah terumbu karang tersebut merupakan bagian dari landas kontinen Filipina dan termasuk dalam wilayah Zona Ekonomi Eksklusifnya.

Pada 2 Februari, Filipina mencapai kesepakatan dengan Amerika Serikat yang memberikan akses kepada militer AS untuk meningkatkan kehadirannya di negara tersebut.

China telah melakukan langkah serupa terhadap negara-negara tetangga lainnya.

Beijing meningkatkan aktivitas patrolinya di Laut China Selatan dengan terus menambah jumlah penjaga pantainya. Personel pasukan China yang berpatroli di dekat Vanguard Bank, “lokasi utama pengembangan minyak dan gas lepas pantai Vietnam,” meningkat lebih dari dua kali lipat dari 142 pada 2020 menjadi 310 pada tahun 2022.

Langkah itu adalah bagian dari upaya China untuk mencegah Vietnam aktif dalam melakukan pengeboran hidrokarbon di Zona Ekonomi Eksklusifnya sendiri, yang sebetulnya diizinkan berdasarkan Hukum Laut PBB.

China mengancam akan menggunakan kekerasan untuk menghentikan aktivitas pengeboran Vietnam di wilayah tersebut. China juga mengancam akan menenggelamkan kapal penangkap ikan Vietnam yang berada di dekat Kepulauan Paracel, rantai Pulau Laut China Selatan lainnya yang disengketakan (pada 1974, China merebut bagian Kepulauan Paracel yang dikuasai Vietnam).

Kehadiran patroli penjaga pantai China di Luconia Shoals, sekitar 99 kilometer lepas pantai Pulau Kalimantan yang juga merupakan wilayah Malaysia, terus meningkat, dari 279 hari sepanjang 2020 menjadi 316 hari pada 2022.

Loconia Shoals adalah wilayah operasi minyak dan gas Malaysia.

Setelah Vietnam dan Indonesia membuat kesepakatan tentang batas-batas zona ekonomi eksklusif mereka di bagian selatan Laut China Selatan, Beijing mengirimkan kapal penjaga pantai terbesarnya untuk berpatroli di Kepulauan Natuna yang masuk dalam teritori Indonesia. Kehadiran mereka di sana semata untuk “mengirim sinyal,” kata para pakar regional kepada harian South China Morning Post.

Pada 14 Januari, Indonesia mengerahkan sebuah kapal perang untuk memantau kehadiran kapal penjaga pantai China yang berlayar di dekat blok gas miliknya dan lapangan migas milik Vietnam.

Tindakan tidak bersahabat dari pasukan maritim China melewati batas wilayah tersebut.

Seperti yang dilaporkan Polygraph.info dan lainnya, China telah mengerahkan sejumlah kapal perang untuk mengawal serangkaian ekspedisi penangkapan ikan ilegal. Armada penangkap ikan China terkenal melakukan praktik kejahatan dalam menghadapi kapal-kapal pesaing dan juga kapal patroli asing. Mereka juga secara sistematis terlibat dalam aktivitas penangkapan ikan ilegal hingga ke Amerika Selatan.

Pada Januari 2021, Beijing mengesahkan undang-undang yang memberikan wewenang kepada pasukan penjaga pantainya untuk menembak kapal yang berlayar di perairan yang disengketakan.

China telah membangun puluhan kamp militer di Laut China Selatan. Tak hanya itu Beijing mendirikan sejumlah pangkalan militer setidaknya di tiga pulau yang berada di kawasan perairan itu.

XS
SM
MD
LG