Situasi konflik di Laut Cina Selatan mendapat perhatian khusus dari pemerintah Indonesia, termasuk Tentara Nasinal Indonesia TNI. Oleh karena itu pengamanan di Laut Natuna Utara yang strategis dan berbatasan dengan Laut Cina Selatan juga menjadi salah satu fokus.
Kepada wartawan usai menutup rapat pimpinan Tentara Nasional Indonesia (TNI) di Jakarta, Kamis (9/2), Panglima TNI Laksamana Yudo Margono mengatakan mulai tahun ini, TNI akan mengadakan operasi pengamanan terbatas di Laut Natuna Utara yang berbatasan dengan Laut Cina Selatan.
"Kalau yang lalu ada pamtas (pengamanan terbatas) tapi kan dari operasi-operasi lain di pusatkan di situ. Untuk yang saat ini, sudah ada operasi tersendiri, judulnya Pamtas di Laut Natunan Utara dan Markas Gugus Tempur Laut kan sudah ada di sana dan sudah aktif di sana. Tentunya kita tetap fokus melaksanakan pengamanan di sana (Laut Natuna Utara)," kata Yudo.
Yudo menegaskan sampai saat ini tidak ada pelanggaran wilayah di Laut Natuna Utara oleh kapal-kapal asing. Yang disebut pelanggaran wilayah itu adalah jika ada kapal atau pesawat militer negara lain yang masuk ke laut teritorial, yakni sekitar 12 mil dari pulau terluar.
Namun kalau kapal dari negara lain hanya melakukan manuver di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE), sejak 300 mil dari pulau terluar, menurut Yudo, tindakan itu bukan pelanggaran wilayah kedaulatan Indonesia karena ZEE merupakan daerah bebas navigasi bagi kapal-kapal asing.
Meskipun demikian bila ada kapal asing melintas di wilayah ZEE Indonesia dan mengambil sumber daya di sana, itu termasuk pelanggaran kedaulatan.
Latihan “Garuda Shield” Yang Lebih Luas dengan AS
Yudo menambahkan TNI akan mengadakan koordinasi dengan Amerika Serikat untuk merancang latihan bersama Garuda Shield yang lebih luas aspeknya, bukan sekadar latihan tapi juga aspek perencanaannya dan mesti disesuaikan dengan konstelasi geografi Indonesia dalam konteks pertahanan negara.
Peneliti perbatasan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Sandy Raharjo menilai pengamanan di Laut Natuna Utara yang dilakukan pemerintah Indonesia relatif bagus berdasarkan kapasitas yang dimiliki Indonesia.
"Dari berbagai sumber daya yang kita miliki dalam konteks alutsista dan lain-lain, banyak sumber daya yang kita alokasikan untuk menjaga pengamanan wilayah di laut natuna Utara tersebut dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain yang punyapotensi sengketa tapi tidak seintens di Laut Cina Selatan, misalnya di ujung Laut Sulawesi," ujar Sandy.
Hal itu, menurut Sandy, sudah menunjukkan pemerintah memiliki kemauan politik yang bagus untuk menjaga kedaulatan wilayah Laut Natuna Utara yang memang berbatasan dengan wilayah sengketa Laut Cina Selatan.
Hindari Gejolak, Perlu Aturan Yang Disepakati Bersama
Menurutnya, mengingat China memegang aturan yang diklaimnya berlaku, yaitu nine baseline atau sembilan garis putus-putus; sementara pemerintah Indonesia juga mempunyai pegangan sendiri berdasarkan hukum laut internasional, maka perlu ada aturan bersama yang disepakati oleh negara-negara yang berada di sekitar wilayah Laut Cina Selatan.
Rumusan aturan bersama itu sudah lama dibahas namun belum disepakati oleh negara-negara yang bersengketa. Sedangkan China menginginkan perjanjian bilateral karena posisi tawarnya menjadi lebih besar. Selama aturan bersama itu belum disepakati dan dijalankan, patroli atau uji persenjataan di Laut Cina Selatan berpotensi mempercepat peningkatan ketegangan di sana.
Menurut Sandy, terkait konflik Laut Cina Selatan, pemerintah Indonesia perlu mulai beralih dari manajemen konflik menjadi resolusi konflik. Namun dia mengakui untuk menuju ke tahap resolusi konflik masih sangat sulit.
Indonesia juga harus segera mempercepat tercapainya kesepakatan mengenai batas landas kontinen dan ZEE dengan Malaysia. Dalam konteks yang lebih besar, rumusan aturan bersama di Laut Cina Selatan mesti segera disepakati.
Forum Menlu ASEAN Juga Bahas Aturan di Laut Cina Selatan
Pada pertemuan pertemuan ASEAN Foreign Ministers Retreat (AMMR) pekan lalu, para menteri luar negeri ASEAN juga mendiskusikan pula tentang aturan standar (Code of Conduct) mengenai Laut China Selatan. Semua negara anggota ASEAN sepakat untuk merundingkan aturan tersebut sesegera mungkin guna menghasilkan regulasi yang substantif, efektif, dan dapat dilaksanakan.
Semua negara anggota ASEAN juga berkomitmen untuk mempromosikan implementasi atas Declaration of Conduct (DoC).
Indonesia telah memastikan kesiapannya untuk menggelar serangkaian perundingan terkait hal itu ada tahun ini. Perundingan pertama akan dilaksanakan bulan depan. [fw/em]
Forum