Pertemuan menteri luar negeri NATO di Oslo pada Kamis (1/6) akan mencoba mempersempit perpecahan terkait dorongan Ukraina untuk bergabung dengan aliansi itu, meningkatkan anggaran belanja dan menemukan pemimpin NATO yang baru, sebelum digelarnya konferensi tingkat tinggi Juli nanti.
Perang Rusia di Ukraina telah membangkitkan aliansi militer Barat yang dibentuk hampir 75 tahun lalu untuk menghadapi Uni Soviet.
Namun dengan waktu yang tersisa sekitar lima minggu sebelum para pemimpin melangsungkan pertemuan di Ibu Kota Lithuania, Vilnius, sejumlah perbedaan pendapat terkait beberapa isu penting masih terus bermunculan.
Yang paling utama adalah dorongan Kyiv untuk bergabung dengan NATO, organisasi yang mewajibkan konsensus dalam pengambilan keputusan.
“Akan ada beberapa diskusi yang menantang di antara para sekutu menjelang KTT Vilnius, termasuk jaminan keamanan atau jaminan bagi Ukraina dan keinginan mereka untuk menjadi anggota NATO,” kata Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg pada Selasa (30/5).
“Saya tidak bisa memprediksi hasil diskusi, namun yang jelas semua sekutu NATO sepakat bahwa pintu NATO terbuka.”
Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, yang didukung negara-negara NATO di Eropa timur, menyerukan agar terdapat “pesan yang jelas” pada KTT Juli nanti bahwa Kyiv akan bergabung begitu konflik dengan Rusia berakhir.
Ukraina mengakui tidak akan menjadi anggota selama peperangan masih berlangsung di wilayahnya. Namun negara itu ingin agar aliansi itu mengambil keputusan yang lebih dari sekadar janji yang tidak jelas pada 2008 bahwa Ukraina suatu hari akan ada di NATO.
Para menlu negara anggota NATO mengatakan bahwa kekuatan militer dominan aliansi itu, Amerika Serikat, enggan bertindak lebih jauh dari memberikan janji soal keanggotaan yang disampaikan 15 tahun lalu itu.
Dengan bergabung bersama NATO, Ukraina akan tercakup ke dalam Pasal 5 aliansi, yaitu tentang klausul pertahanan kolektif, yang mewajibkan semua sekutu untuk membantu mempertahankan negara itu jika diserang.
Terlepas dari perpecahan yang ada, para menlu tetap santai dan yakin bahwa suatu kompromi akan tercapai dalam negosiasi intens yang direncanakan sebelum KTT Vilnius.
Salah satu opsi adalah negara-negara menawarkan jaminan keamanan bilateral kepada Ukraina, di luar kerangka NATO.
Prancis mengatakan siap memberikan suatu bentuk jaminan.
Tapi ada pertanyaan besar tentang cara agar komitmen apa pun pada Ukraina dapat berhasil dijalankan.
Pada tataran praktis, Stoltenberg mendorong sebuah program berdurasi sepuluh tahun yang akan mengalirkan dana sebesar $530 juta (sekitar Rp7,9 triliun) per tahun untuk membantu militer Ukraina beralih ke standar Barat.
Itu akan diberikan di luar puluhan miliar dolar bantuan persenjataan yang sudah dikirimkan para sekutu ke Kyiv. [rd/rs]
Forum