Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi, pada Jumat (14/7), membuka Pertemuan Menteri Luar Negeri Asia Timur ke-13.
Berbicara dalam pembukaan acara itu, Retno mengatakan masyarakat dunia memiliki ekspektasi tinggi terhadap Pertemuan Asia Timur itu “sebagai satu-satunya forum yang melibatkan semua negara utama di Indo-Pasifik.” Oleh karena itu, tambah Retno, bukan saatnya untuk mengambil tindakan yang tidak pasti. “Indo-Pasifik sedang berada di titik kritis.”
Retno menyebut Indo-Pasifik sedang mengalami gejala “a cold war in hot places,” dengan merujuk pada perkembangan pesat teknologi, medis dan energi terbarukan setiap hari, “tetapi kita masih sangat jauh dari memastikan lingkungan yang kondusif untuk memaksimalkan potensi penuh di wilayah kita. Ketidakpercayaan dan ketidakpastian masih tetap ada.” Padahal, tambahnya, wilayah Indo-Pasifik ini merupakan rumah bagi 60 persen penduduk dunia, dan akan menjadi kontributor terbesar pertumbuhan global selama 30 tahun ke depan.
Lebih jauh Retno menggarisbawahi urgensi menjadikan wilayah Indo-Pasifik sebagai wilayah yang stabil. “Indo-Pasifik tidak hanya harus menjadi kontributor bagi pertumbuhan, tetapi juga perdamaian, yang memproyeksikan paradigma kolaborasi ini ke kawasan lain,” ujarnya seraya menambahkan “Pertemuan Asia Timur harus berkontribusi pada keinginan kita bersama, yaitu menjadikan Indo-Pasifik sebagai kawasan yang damai, stabil dan inklusif.”
Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken bersama Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov dan Menteri Luar Negeri Australia Penny Wong juga hadir dalam pertemuan yang berskala lebih luas itu.
Sepuluh menteri luar negeri ASEAN, mencakup Brunei Darussalam, Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar, Filipina, Singapura, Thailand dan Vietnam telah melangsungkan pertemuan bersama para pejabat Asia dan pejabat negara-negara Barat lainnya sejak hari Kamis (13/7) di mana mereka membahas beragam isu. [em/rs]
Forum