Parlemen Thailand, Selasa (25/7) menunda pemungutan suara untuk memilih perdana menteri baru, memperpanjang kebuntuan politik negara kerajaan itu lebih dari dua bulan setelah pemilihan dimenangkan oleh partai-partai oposisi.
Kandidat reformis Pita Limjaroenrat, yang partainya memenangkan pemilu, gagal mendapatkan cukup suara dalam sidang parlemen pertama untuk memilih perdana menteri pada 13 Juli. Ambisinya diganjal oleh militer dan senator prokerajaan.
Keinginan Pita agar parlemen kembali melakukan pemungutan suara pada 19 Juli ditolak, tetapi keputusan ini sekarang sedang digugat di Mahkamah Konstitusi.
Ketua DPR Wan Muhamad Noor Matha mengatakan pemungutan suara baru untuk perdana menteri, yang dijadwalkan Kamis mendatang, harus menunggu keputusan pengadilan.
"Terpaksa kami batalkan karena Ombudsman akan mengirim kasus ke Mahkamah Konstitusi," kata Wan kepada wartawan. "Jika kita melanjutkan sidang pada 27 Juli, sebelum pengadilan memutuskan, itu bisa menimbulkan masalah," imbuhnya.
Partai Bergerak Maju (MFP), partainya Pita, memanfaatkan gelombang dukungan orang-orang muda dan perkotaan yang menginginkan perubahan untuk meraih kemenangan mengejutkan dalam pemilu Mei lalu.
Tetapi janji kampanye mereka untuk mereformasi undang-undang pencemaran nama baik dan monopoli kerajaan memicu tentangan keras dari kalangan konservatif.
"Saya mengetahui adanya penundaan rapat parlemen," kata Pita kepada wartawan. "Tidak banyak yang bisa saya lakukan selain kembali ke sana dan menghabiskan sebagian besar waktu saya di sana."
Sesaat sebelum pemungutan suara kedua, pria berusia 42 tahun itu juga terkena kasus Mahkamah Konstitusi yang menangguhkannya sebagai anggota parlemen karena kepemilikan sahamnya di perusahaan media.
Ini membuat koalisi delapan partainya saling bersaing, dengan MFP mengatakan akan berusaha mendukung calon Pheu Thai, yang perolehan suaranya berada di urutan kedua dalam pemilihan Me lalu.
Pheu Thai, yang dipandang sebagai kendaraan bagi klan politik Shinawatra yang anggotanya termasuk dua mantan perdana menteri yang digulingkan oleh kudeta militer pada 2006 dan 2014, belum secara resmi menyebutkan calon perdana menterinya.
Untuk menjadi perdana menteri, seorang kandidat harus disetujui oleh mayoritas dari kedua majelis parlemen, 500 anggota parlemen terpilih dan 250 senator yang ditunjuk oleh junta terakhir.
Pita hanya berhasil meraih 324 suara di dua majelis itu pada pemungutan suara pertama, dengan hanya 13 senator yang mendukungnya.
Setelah pembicaraan dengan tujuh partai koalisi lainnya pada hari Jumat, ketua partai Pheu Thai Chonlanan Srikaew mengatakan mereka akan mencoba merayu lebih banyak senator untuk mencapai 375 suara yang dibutuhkan untuk menjadi mayoritas.
Pheu Thai mengadakan pembicaraan dalam beberapa hari terakhir dengan berbagai pihak, termasuk kelompok promiliter yang membentuk pemerintahan koalisi sebelum pemilu.
Taipan properti Srettha Thavisin, salah satu dari tiga kandidat PM dari Pheu Thai selama kampanye pemilihan, diperkirakan akan dicalonkan saat pemilihan PM berikutnya dilangsungkan.
Namun partai tersebut menghadapi keputusan sulit dengan koalisinya, mengingat kekuatan konservatif menolak membantu pemerintah mana pun yang menyertakan MFP. [ab/uh]
Forum