Tautan-tautan Akses

Protes “Apartheid Gender,” Sejumlah Perempuan Afghanistan di Jerman Gelar Aksi Mogok Makan


Sejumlah perempuan Afghanistan mengantre bersama anak mereka untuk menerima bantuan makanan yang dibagikan oleh International Committee of the Red Cross (ICRC) di distrik Ghani Khel, provinsi Nangarhar, pada 4 September 2023. (Foto: AFP/Shafiullah Kakar)
Sejumlah perempuan Afghanistan mengantre bersama anak mereka untuk menerima bantuan makanan yang dibagikan oleh International Committee of the Red Cross (ICRC) di distrik Ghani Khel, provinsi Nangarhar, pada 4 September 2023. (Foto: AFP/Shafiullah Kakar)

Sekelompok perempuan Afghanistan di Cologne, Jerman, pada Senin (4/9), melakukan aksi mogok makan untuk memprotes “apartheid gender” di Afghanistan yang kini dikuasai rezim Taliban.

“Saat ini perempuan Afghanistan tidak boleh bersekolah atau kuliah di universitas, tidak dapat mengemudikan mobil, tidak boleh bekerja di restoran. Semuanya dilarang,” ujar Zarmina Paryani, salah seorang perempuan yang melakukan mogok makan itu, kepada AFP.

Paryani adalah salah seorang dari lima perempuan bersaudara yang melarikan diri ke Jerman pada tahun 2022, setelah ditangkap Taliban karena menggelar demonstrasi di Afghanistan.

Saudaranya yang lain, Tamana Paryani, juga ikut serta dalam aksi mogok makan yang akan berlangsung selama 12 hari itu.

Tamana Paryani memasang foto-foto di akun media sosialnya yang menunjukkan spanduk bertuliskan “Afghanistan Harus Dikenal Sebagai Negara dengan Apartheid Gender.”

Taliban “telah menangkap, menyiksa dan membunuh para aktivis politik dan HAM setiap hari, tetapi dunia hanya berdiam diri,” ujar Zarmina Paryani.

Sebanyak 16 perempuan memulai aksi mogok makan di kota besar di bagian barat Jerman itu sejak empat hari lalu. Namun hanya tiga orang yang masih melakukan mogok makan hingga hari Senin ini.

Sejak kembali berkuasa pada Agustus 2021, otoritas Taliban telah menerapkan penafsiran Islam yang ketat. Kaum perempuan adalah kelompok yang paling terkena dampak langsung aturan hukum ketat yang PBB sebut sebagai “apartheid gender.”

Perempuan dan anak perempuan dilarang bersekolah di sekolah menengah atas dan universitas, serta dilarang mengunjungi taman, tempat-tempat pameran dan gimnasium.

Sebagian besar perempuan juga dilarang bekerja untuk badan-badan PBB atau LSM. Ribuan perempuan telah dipecat dari pekerjaannya di pemerintahan, atau dibayar untuk tinggal di rumah. [em/jm]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG