Sejumlah pelanggan aktif platform X Premium bercentang biru terus menggunakan media sosial sebagai sarana untuk menyebarkan informasi yang keliru atau disinformasi tentang konflik Israel-Hamas.
Taktik mereka antara lain, mendaur ulang rekaman video lama dan menyalahkannya, baik kepada Angkatan bersenjata Israel atau Hamas dan Palestina, tergantung pada loyalitas mereka. Sebuah video yang viral mengenai penyerangan sebuah gereja pada 2017 di Filipina adalah salah satu contohnya.
Lebih dari 300 orang tewas dalam pertempuran antara pasukan keamanan Filipina dan militan Maute yang merebut Kota Marawi di bagian selatan pada Mei 2017. Maute adalah organisasi yang berafiliasi dengan kelompok teroris ISIS.
Pengguna X bercentang biru yang bernama MithilaWaala membagikan klip orang-orang bersenjata Maute yang menyerang gereja di Marawi. Ia memberikan komentar palsu terkait video tersebut dengan menyebutkan:
“#HamasTeroris menghancurkan Gereja Baptis di Kota #Gaza dan menendang patung Yesus, apakah ini perjuangan mereka untuk merebut kembali tanah mereka atau Jihad melawan agama lain di dunia ini, tanyakan pada Anda sendiri!!”
Sejumlah pengguna lainnya juga turut membagikan rekaman yang sama dengan pesan serupa.
Pengguna X lainnya mengklaim bahwa rekaman tersebut menunjukkan Pasukan Pertahanan Israel mengotori sebuah gereja di Gaza.
Kanthan2030, pengguna X terverifikasi dengan 110.100 pengikut yang secara rutin menyebarkan disinformasi pro-Rusia, mengutip unggahan lain dengan rekaman yang sama. Ia dengan keliru mengklaim bahwa unggahan tersebut menunjukkan serangan yang dilakukan pemberontak Suriah.
“Ketidaktahuan pihak AS/UE sangat mengejutkan. Teroris dalam video di bawah ini adalah ‘pemberontak moderat’ yang dipersenjatai, dilatih & didanai oleh AS/NATO. Para jihadis ini digunakan untuk menyerang Presiden Suriah Assad, yang dicintai oleh umat Kristen di Suriah. Jadi, jangan gunakan video ini untuk membenarkan aksi pengeboman di Gaza.”
Kanthan2030 mengutip RadioGenoa, pengguna bercentang biru dengan lebih dari 292 ribu pengikut. RadioGenoa hanya menulis: “Mereka membenci kami.
Unggahan itu ditonton oleh 7 juta orang dan disukai oleh 30 ribu lainnya.
Meskipun RadioGenoa tidak pernah mengklaim bahwa rekaman tersebut berasal dari Gaza, sebuah catatan komunitas memberikan klarifikasi. Disebutkan bahwa rekaman itu sebenarnya menggambarkan kelompok afiliasi ISIS saat menghancurkan sebuah gereja pada insiden Pengepungan Marawi di Provinsi Lanao del Sur, Filipina, pada 2017.
Klip yang dibagikan oleh MithilaWaala tidak menyertakan catatan komunitas, melainkan pesan dengan tautan dari X yang berbunyi: “Tetap terinformasi. Media ini disajikan di luar konteks. Temukan lebih banyak lagi."
Namun, pranala tersebut menguraikan kebijakan media X yang sintetis dan dimanipulasi, sementara tidak ada konteks lebih lanjut untuk rekaman yang diunggah oleh MithilaWaala.
X mengatakan bahwa berdasarkan kebijakannya, mereka dapat menghapus “media yang dibagikan dengan cara yang menipu atau dengan konteks yang salah” yang dapat mengakibatkan “kebingungan yang meluas mengenai isu-isu publik, berdampak pada keselamatan publik, atau menyebabkan kerugian serius.”
Namun unggahan MithilaWaala tersebut tidak dihapus, meski ia mengunggah rekaman dengan cara yang menipu dengan konteks yang salah.
Upaya-upaya yang dilakukan oleh pelanggan premium X untuk menampilkan rekaman usang sebagai rekaman perang Israel-Hamas yang baru, sesuai dengan pola disinformasi yang lebih luas.
Sebuah studi baru-baru ini yang dilakukan oleh NewsGuard, sebuah perusahaan analisis informasi, menemukan bahwa pengguna X yang “terverifikasi” dan diberi tanda centang biru telah menyumbang 74 persen dari klaim palsu atau tidak berdasar yang paling viral di platform tersebut pada minggu pertama Perang Israel-Hamas, yang dimulai pada 7 Oktober.
Polygraph.info telah mendokumentasikan contoh lainnya di mana-mana.
NewsGuard menyatakan bahwa catatan komunitas menyebutkan "gagal membuktikan disinformasi hampir 70 persen."
Pelanggan X Premium mendapatkan insentif finansial untuk menyebarkan unggahan yang menjadi viral, termasuk disinformasi. Itu karena pengguna yang diberi tanda centang biru memenuhi syarat untuk pembagian pendapatan iklan jika mereka memiliki 500 pengikut dan meraup lima juta tayangan dalam tiga bulan sebelumnya.
Secara terpisah, laporan Komisi Eropa menemukan keterlibatan akun-akun pro-Kremlin yang menyebarkan disinformasi tentang X, khususnya tentang Ukraina, meningkat sebesar 36 persen. Peningkatan itu terjadi “setelah CEO Elon Musk memutuskan untuk mencabut langkah-langkah mitigasi terhadap akun-akun yang didukung Kremlin.”
Pada September, Wakil Presiden Komisi Eropa Vera Jourova menyebut X sebagai “platform dengan rasio unggahan yang salah atau disinformasi terbesar.”