Tautan-tautan Akses

Vaksin Beri Harapan pada Upaya Memerangi Tuberkulosis


Seorang dokter menunjukkan bagiaan baru-baru yang terinfeksi tuberculosis, London, 17 June 2014. (Foto: Luke MacGregor/Reuters)
Seorang dokter menunjukkan bagiaan baru-baru yang terinfeksi tuberculosis, London, 17 June 2014. (Foto: Luke MacGregor/Reuters)

Laporan terbaru dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) menunjukkan jumlah kasus tuberkulosis atau yang dikenal dengan TB terus meningkat pada tahun lalu karena gangguan terhadap layanan kesehatan akibat pandemi COVID-19 menghambat upaya untuk memerangi penyakit itu.

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang menyerang paru-paru, tetapi bisa dicegah dan diobati. Penyakit itu diperkirakan menyebabkan 1,3 juta kematian pada 2022, turun sebesar 19 persen dari tahun sebelumnya, menurut laporan tahunan WHO yang diterbitkan pada pekan lalu.

Namun, ada kenaikan kecil dalam jumlah kasus TB secara global mencapai 10,6 juta. Sekitar 40 persen di antaranya adalah orang-orang yang tidak terdiagnosis dan tidak diobati.

TB berada di urutan kedua penyakit menular paling mematikan di dunia setelah COVID-19. India, Indonesia, dan Filipina adalah negara-negara yang paling terdampak.

Gangguan COVID

Pandemi COVID-19, yang dimulai pada 2022, menyebabkan layanan kesehatan di banyak belahan dunia kelabakan. Akibatnya, tingkat diagnosis dan pengobatan TB anjlok, kata Dr. Lucica Ditiu, Direktur Eksekutif Kemitraan Stop TB atau Stop TB Partnership yang bermarkas di Jenewa, Swiss.

"Sayangnya, insiden TB terus bertambah. Kita pernah mengalami penurunan [insiden TB] 2 persen per tahun. Dan kemudian karena COVID, kita sekarang mengalami [kenaikan] hampir 4 persen selama dua tahun terakhir, 2021 dan 2022" kata Ditiu kepada VOA.

WHO memperkirakan ganguan-gangguan terkait COVID menyebabkan tambahan jumlah kematian sekitar setengah juta akibat TB dalam tiga tahun dari 2020 hingga 2022.

TB Anak

Menurut Ditiu, laporan itu juga mengungkap kurangnya kemajuan di beberapa hal yang mengkhawatirkan.

"Kami melihat..situasi yang cukup sulit bagi orang-orang yang mengalami resistensi obat TB dan TB pada anak-anak. Jadi [dengan] TB yang resisten terhadap pengobatan, hanya sekitar 200.000 yang terdiagnosis dan mendapat pengobatan," paparnya.

"Dan persis seperti yang dikatakan WHO, dua dari lima orang yang resisten terhadap pengobatan TB punya akses ke pengobatan TB yang resisten obat -obatan. Yang membatasi justru akses ke diagnosis," katanya.

Ditiu mengatakan diperkirakan ada 1,3 juta anak yang mengidap TB atau sekitar 12 persen dari total penduduk dunia. Anak-anak menyumbang 16 persen dari penderita TB yang meninggal, katanya

Perbaikan Diagnosis

Namun, fokus untuk memerangi TB tampaknya sudah kembali pulih. Jumlah kasus di seluruh dunia mencapai 7,5 juta, angka tertinggi yang pernah tercatat.

"Hal ini menunjukkan bahwa negara-negara tersebut bekerja keras untuk pulih setelah COVID – dan bahkan melonjak melampaui level sebelum COVID,” kata Ditiu.

Berharap pada Vaksin

GlaxoSmithKline sedang membuat vaksin TB yang menjanjikan. Vaksin yang dinamai M72 itu sekarang dalam tahap akhir percobaan. Enam belas vaksin lainnya juga sedang menjalani uji coba tahap awal.

"Kita butuh vaksin yang akan membawa perubahan," kata Ditiu.

Penurun angka kematian akibat TB sebesar 19 persen dari 2018 hingga 2022 masih jauh dari target WHO, yaitu penurunan sebesar 75 persen pada 2025.

Pendanaan juga mengalami penurunan, yaitu hanya mencapai setengah dari target WHO untuk mendapat pendanaan sekitar $13 miliar untuk diagnosis, pengobatan, dan layanan pencegahan pada 2022.

Dalam pertemuan PBB pada September, pemerintah sejumlah negara berkomitmen menggelontorkan 22 miliar dolar per tahun untuk TB. [ft/ah]

XS
SM
MD
LG