Israel pada Senin (8/1) mengatakan pasukannya melancarkan serangan baru terhadap militan Hamas di bagian tengah dan selatan Gaza, serta serangan udara terhadap Hizbullah di Lebanon Selatan.
Serangan itu berlangsung sementara para pejabat Israel bersiap menerima kunjungan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, yang mengatakan ia akan mengemukakan isu mengenai perlunya Israel berbuat lebih banyak untuk mencegah korban warga sipil dalam operasinya di Gaza dan fasilitasi pengiriman bantuan kemanusiaan bagi warga sipil Palestina.
Blinken juga menyatakan keprihatinan mengenai meluasnya konflik di kawasan tersebut.
“Ini adalah konflik yang dapat dengan mudah menyebar, menyebabkan semakin banyak kerawanan keamanan dan bahkan penderitaan,” kata Blinken pada hari Minggu.
PM Israel Benjamin Netanyahu bertekad untuk melanjutkan pertempuran sewaktu ia berbicara dalam rapat mingguan kabinet pada hari Minggu.
“Perang tidak boleh berhenti hingga kita mencapai semua tujuan kita: lenyapnya Hamas, kembalinya seluruh sandera dan memastikan Gaza tidak lagi menjadi ancaman bagi Israel,” katanya pada awal rapat mingguan kabinet itu. “Saya katakan ini baik kepada para musuh maupun kepada sahabat-sahabat kita.”
Kampanye Israel telah menyebabkan sebagian besar wilayah di Jalur Gaza hancur. Kementerian Kesehatan di Gaza yang dikuasai Hamas mengatakan ofensif Israel telah menewaskan lebih dari 22.800 orang. Kementerian itu tidak membedakan antara korban militan dan warga sipil tetapi mengatakan 70% dari yang tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Israel memulai kampanye militernya untuk melenyapkan Hamas setelah para anggota kelompok tersebut menyeberang masuk Israel Selatan pada 7 Oktober. Israel mengatakan 1.200 orang tewas dan sekitar 240 orang ditawan dalam serangan teror itu, dengan 129 orang diperkirakan masih disandera Hamas atau militan lainnya di Gaza.
Badan PBB yang mengurusi pengungsi Palestina mengatakan hampir 1,9 juta orang dari 2,3 juta populasi Gaza kini berlindung di fasilitas-fasilitas badan PBB itu atau di sekitarnya di Gaza.
Hingga Minggu, 79 jurnalis telah tewas, menurut Komite bagi Perlindungan Jurnalis (CPJ). Organisasi itu mengatakan korban tewas mencakup 72 orang Palestina, empat Israel dan tiga wartawan Lebanon.
“CPJ menekankan bahwa wartawan adalah warga sipil yang melakukan tugas penting pada masa krisis dan tidak boleh menjadi sasaran pihak-pihak yang berperang,” kata Sherif Mansour, koordinator program CPJ untuk kawasan Timur Tengah dan Afrika Utara, dalam sebuah pernyataan.
Al Jazeera mengutuk kematian dua jurnalis, seorang di antaranya adalah pekerja lepas untuk jaringan tersebut, yang menurut pihak berwenang di Gaza yang dikuasai Hamas tewas dalam serangan udara Israel sewaktu dalam perjalanan dengan mobil untuk meliput perang di dekat Rafah.
Mustafa Thuria adalah pembuat video untuk kantor berita AFP. Hamza Al-Dahdouh adalah penghubung Al Jazeera dan putra kepala biro jaringan televisi itu di Gaza, Wael Al-Dahdouh. Seorang pekerja lepas lainnya, Hazem Rajab, cedera dalam serangan tersebut.
Sebelumnya, Wael Al-Dahdouh kehilangan istri, dua anak dan seorang cucu. Ia sendiri hampir terbunuh dalam pertempuran.
Jaringan TV Al Jazeera yang berbasis di Qatar mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa pembunuhan terakhir ini menunjukkan “tidak diragukan lagi bahwa tekad pasukan Israel untuk melanjutkan serangan brutal terhadap jurnalis dan keluarga mereka yang dimaksudkan untuk melemahkan mereka dalam menjalankan misi mereka, melanggar prinsip-prinsip kebebasan pers.”
Al Jazeera mendesak Mahkamah Kejahatan Internasional, pemerintah negara-negara lain, berbagai organisasi HAM dan PBB untuk menuntut pertanggungjawaban Israel atas kejahatan mengerikan” dan menuntut “diakhirinya penargetan dan pembunuhan wartawan.”
Militer Israel belum berkomentar mengenai serangan itu. Tetapi dalam sebuah pernyataan pada 16 Desember, sewaktu menanggapi kematian seorang wartawan Al Jazeera lainnya di Gaza, militer mengatakan, “Pasukan Pertahanan Israel tidak pernah, dan tidak akan pernah, dengan sengaja menargetkan wartawan.” [uh/ab]
Forum