Sidang pendahuluan mulai dibuka hari Senin (8/4) di pengadilan tinggi PBB, dalam kasus yang ingin mengakhiri bantuan militer dan bantuan Jerman lainnya untuk Israel. Kasus ini didasarkan pada klaim bahwa Berlin memungkinkan terjadinya tindakan genosida dan melanggar hukum humaniter internasional dalam perang Israel-Hamas di Gaza.
Nikaragua berargumentasi bahwa dengan memberi Israel dukungan politik, finansial dan militer dan dengan menarik dukungan dana bagi badan bantuan PBB untuk Palestina, UNRWA, “Jerman memfasilitasi dilakukannya genosida dan, gagal memenuhi kewajibannya melakukan semua hal yang memungkinkan untuk mencegah dilakukannya genosida.”
Meskipun kasus yang diajukan Nikaragua ini berpusat pada Jerman, kasus ini secara tidak langsung ditujukan pada kampanye militer Israel di Gaza setelah serangan maut 7 Oktober, ketika militan Hamas menyerbu Israel Selatan dan menewaskan sekitar 1.200 orang.
Lebih dari 33 ribu orang Palestina telah terbunuh di Gaza, menurut Kementerian Kesehatan di wilayah itu. Angka tersebut tidak membedakan korban warga sipil dan mereka yang terjun dalam pertempuran, tetapi disebutkan bahwa mayoritas korban tewas adalah perempuan dan anak-anak.
Israel membantah keras bahwa serangannya merupakan tindakan genosida, seraya mengatakan bahwa pihaknya melakukan tindakan membela diri. Penasihat hukum Israel Tal Becker mengatakan kepada para hakim di pengadilan itu awal tahun ini bahwa Israel bertempur dalam “perang yang tidak dimulainya dan tidak diinginkannya.”
Jerman menolak kasus yang diajukan Nikaragua. “Jerman tidak melanggar Konvensi Genosida maupun hukum humaniter internasional, dan kami akan menjelaskannya secara rinci di hadapan Mahkamah Internasional,” kata juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman Sebastian Fischer kepada wartawan di Berlin pada hari Jumat.
Nikaragua telah meminta pengadilan untuk mengeluarkan perintah awal yang dikenal sebagai tindakan sementara, yang mencakup Jerman “segera menangguhkan bantuannya untuk Israel, khususnya bantuan militer yang mencakup peralatan militer sepanjang bantuan militer itu kemungkinan digunakan untuk melanggar Konvensi Genosida” dan hukum internasional.
Mahkamah kemungkinan membutuhkan waktu berpekan-pekan untuk menyampaikan putusan pendahuluannya, dan kasus yang diajukan Nikaragua mungkin akan berkepanjangan hingga bertahun-tahun.
Sidang hari Senin di mahkamah dunia itu berlangsung di tengah seruan yang kian besar bagi para sekutu untuk berhenti memasok senjata untuk Israel sewaktu kampanye militernya selama enam bulan ini telah menyebabkan kehancuran di Gaza.
Ofensif itu membuat sebagian besar populasi Gaza mengungsi. Makanan kini langka. PBB mengatakan bencana kelaparan menjelang dan sedikit saja warga Palestina yang dapat meninggalkan wilayah yang terkepung itu.
Kasus ini “kemungkinan besar akan semakin memicu penolakan terhadap dukungan apa pun bagi Israel,” kata Mary Ellen O’Connell, profesor hukum dan kajian perdamaian internasional di University of Notre Dame.
Jumat lalu, badan HAM tertinggi PBB meminta negara-negara agar berhenti menjual atau mengirimkan senjata untuk Israel. AS dan Jerman menentang resolusi itu.
Selain itu, ratusan ahli hukum Inggris, termasuk tiga pensiunan Hakim Agung, meminta pemerintah negara mereka untuk menangguhkan penjualan senjata untuk Israel setelah tiga warga negara Inggris termasuk di antara tujuh pekerja bantuan dari badan amal World Central Kitchen yang tewas dalam serangan Israel. Israel mengatakan serangan terhadap para pekerja bantuan itu sebuah kekeliruan karena “salah identifikasi.”
Jerman selama puluhan tahun telah menjadi pendukung kuat Israel. Beberapa hari setelah serangan 7 Oktober, Kanselir Olaf Scholz menjelaskan, “Sejarah kita sendiri, tanggung jawab kita muncul dari Holokos, membuat ini sebagai tugas terus menerus kita untuk membela keamanan negara Israel,” katanya kepada para anggota parlemen.
Namun, Berlin secara bertahap mengubah sikapnya seiring dengan melonjaknya korban warga sipil di Gaza. Jerman menjadi semakin kritis terhadap situasi kemanusiaan di Gaza dan menyatakan menentang ofensif darat di Rafah.
Pemerintah Nikaragua sendiri, yang memiliki hubungan historis dengan berbagai organisasi Palestina karena mereka mendukung revolusi Sandinista tahun 1979, awal tahun ini dituduh oleh pakar HAM dukungan PBB melakukan pelanggaran HAM sistematis “yang sama dengan kejahatan terhadap kemanusiaan.” Pemerintahan Presiden Daniel Ortega menolak keras tuduhan tersebut. [uh/ab]
Forum