Tautan-tautan Akses

Jaksa ICC Upayakan Surat Perintah Penangkapan Pemimpin Israel dan Hamas


FILE - Gedung Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda, 31 Maret 2021. (REUTERS/Piroschka van de Wouw)
FILE - Gedung Pengadilan Kriminal Internasional di Den Haag, Belanda, 31 Maret 2021. (REUTERS/Piroschka van de Wouw)

Kepala jaksa penuntut di Mahkamah Pidana Internasional (ICC), Senin (20/5) mengatakan pihaknya sedang mengupayakan surat penangkapan bagi Perdana Menteri Israel, Benyamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan, Yoav Gallant, begitu juga untuk pemimpin Hamas di Gaza, Yahya Sinwar dan dua pejabat Hamas lain, dalam kaitannya dengan perang Israel-Hamas.

Karim Khan menyampaikan dalam sebuah pernyataan, bahwa kantornya percaya Netanyahu dan Gallant “memikul tanggung jawab kriminal” bagi kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan, termasuk membuat warga sipil kelaparan sebagai metode perang dan secara sengaja mengarahkan serangan terhadap warga sipil.

“Saya dapat mengkonfirmasi hari ini bahwa saya memiliki alasan yang masuk akal untuk percaya, berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan dan diperiksa oleh kantor saya, bahwa Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant memikul tanggung jawab pidana atas kejahatan internasional yang dilakukan di wilayah negara Palestina paling tidak tanggal 8 Oktober 2023,” kata Khan dalam pernyataan.

“Kantor saya menyampaikan bahwa tindakan-tindakan ini dilakukan sebagai bagian dari rencana umum untuk menggunakan kelaparan sebagai metode perang dan tindakan-tindakan kekerasan lain terhadap populasi sipil Gaza sebagai sarana menghancurkan Hamas, memastikan kembalinya pada sandera yang ditahan Hamas, dan secara kolektif menghukum populasi sipil di Gaza, di mana mereka dianggap sebagai ancaman bagi Israel,” tambah pernyataan itu.

Selain Sinwar, Khan mengatakan bahwa komandan sayap militer Hamas, Mohammed Diab Ibrahim al-Masri dan kepala biro politik Hamas, Ismael Haniyeh, juga bertanggung jawab atas kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Khan mengatakan, dakwaan terhadap pejabat-pejabat Hamas termasuk pembunuhan, menahan sandera sebagai kejahatan perang, perkosaan dan serangan seksual lain, dan penyiksaan.

“Kantor saya berpandangan, bahwa sejumlah individu ini merencanakan dan menghasut terjadinya kejahatan pada 7 Oktober 2023, dan melalui tindakan mereka sendiri, termasuk kunjungan pribadi ke para sandera beberapa saat setelah penculikan mereka, menjadi pengakuan atas tanggung jawab mereka terhadap kejahatan itu,” kata Khan.

“Kami menyampaikan bahwa kejahatan-kejahatan ini, tidak akan dapat dilakukan tanpa aksi mereka,” tambahnya.

Tanggapan Israel dan Hamas

Jaksa ICC harus meminta surat perintah tersebut dari panel praperadilan yang terdiri dari tiga hakim, yang membutuhkan waktu rata-rata dua bulan untuk mempertimbangkan bukti-bukti dan menentukan apakah proses persidangan dapat dilanjutkan.

Israel bukan anggota ICC, dan bahkan jika surat perintah penangkapan itu dikeluarkan, Netanyahu dan Gallant tidak menghadapi risiko penuntutan.

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Pertahanan Yoav Gallant pada Senin (20/5) berada di parlemen Israel untuk pembukaan sidang musim panas Knesset, beberapa jam setelah jaksa ICC mengatakan dia telah meminta surat perintah penangkapan mereka.

PM Israel Benjamin Netanyahu dan Menhan Yoav Gallant dalam konferensi pers diTel Aviv (foto: dok).
PM Israel Benjamin Netanyahu dan Menhan Yoav Gallant dalam konferensi pers diTel Aviv (foto: dok).

Menanggapi upaya penangkapan tersebut, Netanyahu mengatakan, “ICC di Den Haag sedang mempertimbangkan untuk mengeluarkan surat perintah penangkapan terhadap pejabat senior pemerintah dan militer Israel karena dianggap sebagai penjahat perang. Ini merupakan tindakan yang sangat keterlaluan dalam sejarah. Badan-badan internasional seperti ICC muncul setelah Holocaust yang dilakukan terhadap orang-orang Yahudi. Badan-badan itu dibentuk untuk mencegah kengerian seperti itu, untuk mencegah genosida pada masa depan.”

Kantor kejaksaan ICC itu menyebut upaya penangkapan terhadap tiga militan terkemuka Hamas, termasuk Yahya Sinwar, Mohammed Deif dan Ismail Haniyeh.

Paraa pejabat Hamas belum memberikan reaksi atas upaya penangkapan tersebut. Namun, dalam kesempatan terpisah beberapa waktu lalu Yahya Sinwar mengatakan bahwa perjuangannya akan terus berlanjut.

“Hari ini, rakyat kami meluncurkan fase baru dalam sejarah perjuangan dan perjuangan nasional mereka, menuju kebebasan dan kembalinya mereka. Hari ini rakyat kami dari seluruh bangsa, dari Gaza, dari Tepi Barat, dari tanah-tanah yang diduduki pada tahun 1948, dan dari negara-negara lain, akan meluncurkan fase baru ini dan memperbaiki jalannya,” kata Sinwar.

Tidak ada komentar dari para hakim ICC pada hari Senin, dan tidak ada indikasi surat perintah penangkapan dalam kasus ini akan segera dikeluarkan. Namun, Kementerian Luar Negeri Israel mengatakan pada Minggu malam bahwa mereka telah memberi tahu misi Israel tentang “rumor” bahwa surat perintah penangkapan mungkin akan dikeluarkan terhadap pejabat-pejabat senior politik dan militer.

Netanyahu mengatakan pada hari Jumat (17/5) bahwa Israel “tidak akan pernah menerima upaya apa pun yang dilakukan ICC untuk melemahkan hak membela dirinya.

Baik Israel maupun Amerika Serikat tidak mengakui yurisdiksi ICC, namun surat perintah apa pun dapat membuat pejabat Israel berisiko ditangkap di negara lain. Surat penangkapan juga merupakan teguran keras atas tindakan Israel pada saat protes pro-Palestina menyebar di kampus-kampus AS.

Mahkamah Internasional (International Court of Justice/ICJ), sebuah badan terpisah, sedang menyelidiki apakah Israel telah melakukan tindakan genosida dalam perang yang sedang berlangsung di Gaza, dan keputusan apa pun diperkirakan akan memakan waktu bertahun-tahun. Israel menolak tuduhan melakukan kesalahan dan menuduh kedua pengadilan internasional itu berat sebelah.

Sejarah ICC

ICC didirikan pada tahun 2002 sebagai pengadilan permanen untuk mengadili individu yang bertanggung jawab atas kejahatan perang, kejahatan terhadap kemanusiaan, dan genosida.

Pengadilan ini diatur oleh perjanjian internasional yang disebut Statuta Roma, yang diadopsi oleh PBB pada tahun 1998. Statuta ini mulai berlaku pada tanggal 1 Juli 2002.

ICC, yang memiliki 124 negara anggota, bersifat independen namun disahkan oleh Majelis Umum PBB. Pengadilan hanya dapat melakukan intervensi ketika sebuah negara tidak mampu atau tidak mau menyelidiki atau menuntut kejahatan di wilayah mereka.

Pengadilan harus mengidentifikasi tersangka dan mengumpulkan bukti sebelum mengeluarkan surat perintah. Pengadilan tidak dapat mengadili kelompok atau negara.

Otoritas negara anggota harus bekerja sama untuk menangkap tersangka karena ICC tidak memiliki kepolisian sendiri. Para terdakwa tidak dapat diadili jika mereka tidak hadir, sehingga surat perintah hanya dapat dikeluarkan terhadap individu-individu di wilayah negara anggota.

Palestina saat ini diakui sebagai negara berdaulat oleh 143 dari 193 negara anggota PBB. Palestina diberikan status negara pengamat non-anggota oleh Majelis Umum PBB pada tahun 2012.

ICC menerima "Negara Palestina" sebagai anggota pada tahun 2015.

Mantan kepala jaksa penuntut ICC Fatou Bensouda mengumumkan pada tahun 2021 bahwa ia meluncurkan penyelidikan terhadap kemungkinan kejahatan perang Israel di wilayah Palestina.

Mantan kepala jaksa penuntut ICC Fatou Bensouda mengumumkan pada tahun 2021 bahwa ia meluncurkan penyelidikan atas kemungkinan kejahatan perang Israel di wilayah Palestina. Netanyahu mengecam keputusan tersebut.

"ICC bukanlah obat mujarab, tetapi hanya berusaha untuk melaksanakan tanggung jawab yang telah dipercayakan oleh komunitas internasional kepadanya, yaitu mempromosikan akuntabilitas atas kejahatan Statuta Roma, terlepas dari siapa pun pelakunya, dalam upaya untuk mencegah kejahatan semacam itu," ungkap Bensouda dalam sebuah pernyataan pada tahun 2021 tentang penyelidikan tersebut.

Pembicaraan dengan AS

Gallant mengatakan pada Senin, bahwa Israel berkomitmen untuk memperluas operasi daratnya di Rafah, kota di selatan Gaza, ketika dia bertemu dengan penasehat keamanan nasional Gedung Putih, Jake Sullivan.

Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant berdiri bersama tentara di dekat howitzer artileri self-propelled selama kunjungan ke posisi di sepanjang perbatasan dengan Jalur Gaza di Israel selatan dekat Rafah, 7 Mei 2024. (Foto: Tentara Israel / AFP)
Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant berdiri bersama tentara di dekat howitzer artileri self-propelled selama kunjungan ke posisi di sepanjang perbatasan dengan Jalur Gaza di Israel selatan dekat Rafah, 7 Mei 2024. (Foto: Tentara Israel / AFP)

Gallant menyatakan dalam sebuah pernyataan bahwa dia menyampaikan ke Sullivan, upaya di Rafah bertujuan untuk menghancurkan kelompok militan Hamas dan memastikan kembalinya pada sandera yang masih ditahan di Gaza.
Gallant juga mengatakan bahwa dia dan Sullivan mendiskusikan upaya untuk memperkuat posisi Israel di Timur Tengah.

Sullivan bertemu dengan PM Israel, Benyamin Netanyahu pada Minggu, untuk mendiskusikan operasi militer Israel yang lebih tepat sasaran terhadap Hamas di Gaza, yang akan menurunkan risiko kerusakan tambahan bagi warga sipil.
Pejabat AS ini mengulangi kembali “pendirian lama di Rafah” dari Presiden Joe Biden, kata Gedung Putih, yang merujuk pada desakan Biden untuk menghindari serangan besar di Rafah, karena kekhawatiran akan bencana kemanusiaan.

Sullivan juga menjelaskan kepada Netanyahu, terkait diskusinya dengan Putra Mahkota, Pangeran Mohammed bin Salman di Arab Saudi, kata Gedung Putih. Sebuah rencana dari AS akan membuat Arab Saudi mengakui Israel dan membantu otoritas Palestina memerintah Gaza, sebagai imbalan atas jalan menuju terbentuknya sebuah negara di wilayah kantung itu.

“Sullivan mengulangi pentingnya bagi Israel untuk mengaitkan operasi militer mereka dengan strategi politik yang bisa memastikan kekalahan abadi bagi Hamas, untuk membebaskan sebuah sandera dan masa depan yang lebih baik bagi Gaza,” kata Gedung Putih.

Kantor Netanyahu menyampaikan dalam sebuah pernyataan bahwa pertemuan tersebut berfokus dalam operasi militer Israel di Rafah, bantuan kemanusiaan dan penahanan sandera di Gaza.

Netanyahu menentang ide pendirian negara Palestina yang merdeka karena menganggapnya sebagi ancaman nyata bagi keamanan nasional Israel. [ns/ab/lt/jm]

Forum

XS
SM
MD
LG