Menteri Perdagangan Australia Don Farrell padaRabu (12/6) memperkirakan hambatan terakhir bagi ekspor ke China, yaitu larangan Beijing terhadap impor lobster hidup, akan dicabut segera setelah Perdana Menteri China Li Qiang mengunjungi negara tersebut.
Kembalinya lobster ke pasar China akan menjadi tonggak sejarah ambisi pemerintah Australia saat ini untuk menstabilkan hubungan bilateral sejak berkuasa pada tahun 2022.
China melarang komunikasi antarmenteri dengan Australia dan memberlakukan serangkaian hambatan perdagangan resmi dan tidak resmi pada tahun 2020 terhadap produk-produk Australia termasuk daging sapi, jelai, batu bara, kayu, dan anggur yang merugikan eksportir sebesar 20 miliar dolar Australia atau sekitar 217 triliun rupiah per tahun.
Hubungan bilateral kembali merosot setelah pemerintahan Australia sebelumnya menuntut penyelidikan independen mengenai penyebab dan tanggapan China terhadap pandemi COVID-19.
Farrell mengatakan Li menjadi perdana menteri China pertama yang mengunjungi Australia dalam tujuh tahun pada hari Sabtu akan menghilangkan hambatan terakhir perdagangan lobster.
“Saya pikir ada kemauan dari pihak kami dan pemerintah China untuk menghilangkan semua hambatan dalam hubungan kami,” kata Farrell kepada wartawan.
Lobster adalah satu-satunya produk terlarang yang tersisa, kata Farrell, China mencabut tarif anggur Australia pada Maret dan pembatasan daging sapi Australia pada Desember 2023.
“Saya sangat yakin bahwa kunjungan minggu ini akan memberikan hasil yang sangat sukses bagi produsen lobster,” tambah Farrell.
Li akan didampingi Menteri Perdagangan China Wang Wentao saat mengunjungi Kota Adelaide, Canberra, dan Perth di Australia mulai Sabtu (15/6) hingga Selasa (18/6) pekan depan.
Farrell mengatakan setiap pertemuan yang dia lakukan dengan Wang sejak Partai Buruh yang berhaluan kiri-tengah menggantikan pemerintah konservatif pada tahun 2022 telah memajukan hubungan perdagangan.
“Saya sangat yakin bahwa kita tidak hanya akan menghilangkan semua hambatan perdagangan yang tersisa, namun kita benar-benar dapat terus membangun hubungan perdagangan kita dengan China,” kata Farrell.
Perdana Menteri Anthony Albanese, yang pada November menjadi pemimpin pemerintah Australia pertama yang mengunjungi Beijing dalam tujuh tahun terakhir, mengatakan kunjungan Li merupakan simbol normalisasi hubungan sejak pemerintahan saat ini terpilih.
“Hal ini penting bagi Australia untuk memperbarui perdagangan tersebut, karena satu dari empat pekerjaan Australia bergantung pada perdagangan, dan satu dari empat dolar ekspor Australia berasal dari perdagangan ke China,” kata Albanese.
Farrell berbicara di Kebun Anggur Wirra Wirra di negara bagian Australia Selatan yang merayakan hari jadinya yang ke-130 sebagai kilang anggur pada Rabu.
Sejak China menghapus tarif pada bulan April, anggur senilai 86 juta dolar Australia (sekitar 933 miliar rupiah) telah diekspor ke China, kata Farrell.
Jumlah tersebut lebih banyak dibandingkan dengan jumlah anggur Australia yang dijual ke China dalam tiga tahun sebelumnya.
Australia menyediakan hampir 40 persen anggur impor China dan merupakan pasar senilai 1,24 miliar dolar Australia (atau 13,45 triliun rupiah) per tahun bagi eksportir Australia sebelum tarif mengakhiri perdagangan pada 2020.
Meskipun hubungan perdagangan membaik, hubungan keamanan menjadi lebih tegang karena Australia mendukung upaya Amerika Serikat (AS) untuk melawan pengaruh China yang semakin besar di kawasan Asia-Pasifik.
Albanese mengatakan, dalam pertemuannya dengan Li, dia akan mengangkat isu bentrokan antara pasukan Australia dan China di perairan internasional di China Selatan dan Laut Kuning.
Albanese juga mengulangi seruan Australia agar blogger Australia Yang Hengjun dibebaskan dari penjara Beijing. [ab/uh]
Forum