Kremlin pada hari Senin (24/6) menepis kekhawatiran bahwa wilayah Kaukasus Utara yang secara historis bergolak di Rusia sedang menghadapi gelombang kekerasan setelah serangkaian serangan terkoordinasi pada akhir pekan terhadap gereja, sinagoge dan polisi yang menewaskan sedikitnya 20 orang di wilayah Dagestan.
Serangan pada hari Minggu (23/6) itu terjadi hanya tiga bulan setelah kelompok Negara Islam (ISIS) membunuh lebih dari 140 orang di gedung konser Moskow, serangan paling mematikan di Rusia selama hampir 20 tahun, dan menimbulkan pertanyaan baru mengenai kinerja aparat keamanan Rusia.
Moskow mengatakan pada hari Senin bahwa pihaknya telah menyelesaikan “operasi anti-teroris” dan membunuh lima penyerang di balik serangan di ibu kota Dagestan, Makhachkala, dan Derbent, sebuah kota bersejarah di pantai Laut Kaspia.
Para penyerang menarget dua gereja Ortodoks, dua sinagoge, dan sebuah pos pemeriksaan polisi.
Gereja Ortodoks Rusia mengatakan imam agungnya Nikolai Kotelnikov “dibunuh secara brutal” di gerejanya di kota bersejarah Derbent.
Insiden-insiden tersebut mirip dengan kekerasan pemberontak yang melanda Kaukasus Utara pada tahun 1990-an dan 2000-an, namun Kremlin pada hari Senin menepis kekhawatiran akan adanya gelombang serangan baru.
Rusia telah menjadi target ISIS dalam beberapa tahun terakhir, yang menentang dukungan militer Moskow terhadap pemimpin Suriah Bashar al-Assad dan mengklaim telah mendirikan “cabang” di Kaukasus Utara, Rusia.
Komite Investigasi Moskow mengatakan lima penyerang tewas.
Tidak jelas apakah sebagian penyerang berhasil melarikan diri dan penyelidik mengatakan mereka masih berupaya untuk “mengidentifikasi orang-orang lain yang terlibat.” [lt/jm]
Forum