Seorang warga Korea Utara telah membelot ke Korea Selatan dengan menyeberangi perbatasan maritim de facto di Laut Kuning, kata kantor berita Korea Selatan Yonhap, Kamis (8/8).
Puluhan ribu orang Korea Utara telah melarikan diri ke Korea Selatan sejak semenanjung itu terbagi karena perang pada tahun 1950-an.
Pembelotan terbaru itu terjadi sementara hubungan antara kedua Korea berada pada salah satu titik terendah dalam beberapa tahun, dengan Korea Utara meningkatkan uji coba senjata dan membombardir Korea Selatan dengan balon-balon pembawa sampah.
“1 orang Korea Utara membelot melintasi perbatasan maritim di Laut Kuning: militer,” tulis Yonhap dalam laporan satu barisnya.
Media lokal Korea Selatan lainnya Kamis melaporkan bahwa dua orang Korea Utara berusaha membelot ke Selatan melewati pulau Gyodong di perbatasan, yang berjarak kurang dari lima kilometer dari Korea Utara.
Militer Korea Selatan hanya berhasil mengamankan salah seorang dari mereka, kata laporan itu.
Sebagian besar pembelot melewati jalan darat ke negara tetangga, Tiongkok, terlebih dulu, kemudian memasuki negara ketiga seperti Thailand sebelum akhirnya berhasil menuju ke Korea Selatan.
Jumlah pelarian yang berhasil telah menurun tajam mulai 2020 setelah Korea Utara menutup perbatasannya – yang diyakini disertai perintah tembak di tempat di sepanjang perbatasan daratnya dengan Tiongkok – untuk mencegah penyebaran COVID-19.
Tetapi jumlah pembelot yang berhasil mencapai Korea Selatan bertambah hampir tiga kali lipat tahun lalu menjadi 196, naik dari 67 pada 2022, kata Seoul pada Januari lalu, dengan lebih banyak lagi diplomat elite dan mahasiswa yang berusaha melarikan diri.
‘Tak senang dengan sistem Korut’
Warga Korea Utara menyeberangi “zona netral di muara Sungai Han di sebelah barat perbatasan darat antar-Korea” dan kemudian tiba di pulau Gyodong, Korea Selatan, lapor Yonhap, Kamis, mengutip sumber-sumber militer yang tidak disebut namanya.
Menteri Pertahanan Korea Selatan Shin Wok-sik mengatakan kepada sebuah komisi di parlemen bahwa investigasi “sedang dilakukan oleh otoritas terkait,” menurut laporan Yonhap.
Insiden ini adalah yang pertama kalinya dalam 15 bulan sejak seorang warga Korea Utara membelot ke Korea Selatan melalui Laut Kuning.
Pada Mei 2023, satu keluarga yang beranggotakan sembilan orang melarikan diri dari Korea Utara dengan menggunakan perahu kayu.
Para pakar mengatakan para pembelot kemungkinan besar terdampak oleh kondisi kehidupan yang sulit, termasuk kekurangan pangan, dan tidak memadainya tanggapan terhadap bencana alam, sewaktu tinggal di Korea Utara yang terisolasi.
“Korea Utara telah mengalami kerusakan akibat banjir yang parah baru-baru ini dan ini telah menyebabkan banyak kerusakan di berbagai daerah juga, termasuk di beberapa bagian kota,” kata Cheong Seong-chang, direktur strategi semenanjung Korea di Sejong Institute, kepada AFP.
“Mungkin saja orang-orang yang tidak senang dengan sistem di Korea Utara menggunakan instabilitas internal dan kekacauan ini untuk membelot.”
Hujan lebat mengguyur wilayah utara negara itu pada akhir Juli. Media Korea Selatan melaporkan kemungkinan jumlah korban tewas hingga 1.500 orang.
Pyongyang menganggap pembelotan sebagai kejahatan serius dan diduga menjatuhkan hukuman sangat keras terhadap pelaku, keluarganya dan bahkan orang-orang yang terkait erat dengan pembelotan.
Korea Selatan telah menanggapi peningkatan uji coba senjata Korea Utara dan pengiriman balon-balon pembawa sampah tahun ini dengan memulai kembali siaran propaganda di perbatasan, menangguhkan kesepakatan militer untuk meredakan ketegangan dan memulai kembali latihan dengan peluru tajam di dekat perbatasan. [uh/ab]
Terkait
Paling Populer
1
Forum