Tautan-tautan Akses

Ancaman Iklim Meningkat, Warga di Australia Kesulitan Bayar Asuransi Rumah 


Banjir menggenangi kawasan permukiman di Windsorm di pinggiran kota Sydney, Australia (foto: dok). Ancaman perubahan iklim memicu banyak bencana banjir di wilayah Australia dan lonjakan biaya asuransi rumah.
Banjir menggenangi kawasan permukiman di Windsorm di pinggiran kota Sydney, Australia (foto: dok). Ancaman perubahan iklim memicu banyak bencana banjir di wilayah Australia dan lonjakan biaya asuransi rumah.

Semakin banyak rumah tangga di Australia yang mengalami kesulitan untuk membayar asuransi rumah, seiring meningkatnya ancaman perubahan iklim yang mendorong premi naik. Hal itu berpotensi memengaruhi pinjaman hipotek senilai miliaran dolar Australia, menurut laporan yang dirilis Actuaries Institute pada Senin (25/8).

Laporan itu menunjukkan bahwa sejak Maret 2024, 15% rumah tangga Australia menghadapi “affordability stress”, atau “beban keterjangkauan”, yang diartikan sebagai kewajiban membayar premi sebesar lebih dari empat minggu pendapatan mereka.

Angka tersebut setara dengan 1,61 juta rumah tangga—naik 30% dibandingkan dengan tahun lalu, yaitu sebesar 1,24 juta rumah tangga.

Meningkatnya biaya asuransi telah memicu inflasi di Australia, dan ada indikasi bahwa sejumlah pemilik rumah tidak mampu lagi melindungi rumah mereka dari risiko-risiko terkait iklim dan biaya konstruksi yang tinggi.

“Sayangnya, kami memperkirakan hal ini akan terus berlanjut karena meningkatnya risiko bencana alam yang terkait dengan perubahan iklim, yang akan terus mendorong kenaikan premi,” ujar penulis utama laporan tersebut, Sharanjit Paddam.

Laporan tersebut juga mengestimasi bahwa 5% rumah tangga Australia yang memiliki kredit rumah menghadapi beban keterjangkauan ekstrem, dengan rata-rata premi asuransi mereka yang mencapai A$5.216 (sekitar Rp54 juta) per tahun—dua kali lipat lebih besar dari rata-ratanya sebesar A$2.124 (Rp 22 juta).

Mereka yang menghadapi beban terparah (secara keseluruhan) memiliki pinjaman hipotek sekitar A$57 miliar (Rp 600 triliun) yang belum dilunasi sejak Maret. Angka itu setara 3% dari seluruh aset pinjaman rumah.

“Jadi, ini berpotensi menjadi masalah yang lebih besar dari sekadar asuransi. Ini juga merupakan masalah bagi pemberi pinjaman, regulator, dan pemerintah,” tambah Paddam.

Laporan itu menyatakan bahwa meningkatnya risiko banjir dan angin topan telah menyebabkan separuh rumah tangga di barat daya Queensland, wilayah Northern Rivers di New South Wales, dan Australia Barat menghabiskan lebih dari satu bulan pendapatan untuk membayar premi setahun. [br/lt]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG