Sebanyak 1.200 orang tewas dan 251 orang disandera Hamas dalam serangan ke Israel pada tanggal 7 Oktober tahun lalu. Serangan itu pun memicu sebuah perang yang berlanjut hingga hari ini.
Di antara banyaknya korban sipil yang tewas, puluhan di antaranya adalah jurnalis.
Jodie Ginsberg, CEO dari Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ) mengatakan, “Ada lebih banyak jurnalis yang terbunuh dalam 10 minggu pertama perang ini, dibandingkan dengan yang terbunuh di satu negara selama satu tahun,” kata Jodie Ginsberg, CEO dari Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ).
Menurut CPJ, angka kematian jurnalis hingga 1 Oktober 2024 mencapai 111 orang Palestina, dua orang Israel, dan tiga orang Lebanon. Selain itu, 35 orang dilaporkan terluka, dua orang hilang, dan 54 orang jurnalis ditangkap.
“Ada juga tantangan yang sangat besar dalam hal akses berita bagi para jurnalis. Dari pengalaman saya, ini adalah liputan yang paling terpolarisasi yang pernah kami hadapi sepanjang karir saya sebagai jurnalis,” terang John Daniszewski, wakil presiden kantor berita the Associated Press dan editor at-large untuk standar berita.
Tareq Hajjaj, koresponden Gaza untuk media Mondoweiss, kanal berita online yang meliput wilayah Palestina, Israel, dan kebijakan Amerika Serikat. Hajjaj telah tinggal di Gaza sepanjang hidupnya.
“Setiap kali saya berjalan di bawah drone dan pesawat tempur Israel, saya selalu merasa mereka akan mengebom saya kapan pun, mengelilingi saya, karena saya tahu mereka manyasar para jurnalis, dan saya tahu mereka tidak ingin apa pun dari Gaza diketahui orang,” jelas Hajjaj.
Didirikan sebagai situs berita progresif, Mondoweiss telah menerima kritik yang dianggap sebagian orang sebagai pandangan anti-Israel.
Pemerintah Israel telah membantah berulang kali bahwa mereka menyasar para jurnalis. Tetapi CPJ dan kelompok lainnya mengatakan bahwa Pasukan Pertahanan Israel (IDF) harus bertanggung jawab atas tingginya angka kematian pekerja media. Sebagian besar yang tewas adalah warga Palestina.
“Hanya mereka orang-orang yang bisa melaporkan dari Gaza karena tidak ada wartawan asing yang diizinkan untuk masuk. Jadi, mereka memikul tanggung jawab penuh untuk melaporkan dampak perang di Gaza,” imbuh Ginsberg.
Sementara Daniszewski menambahkan bahwa cedera dan kematian bukanlah satu-satunya risiko yang dihadapi para jurnalis. “Bahaya yang mengancam tidak hanya secara fisik, tetapi juga pengintaian siber dan pelecehan, serta intimidasi terhadap para jurnalis,” ujarnya.
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) telah mengutuk serangan terhadap para jurnalis; menandai adanya “laporan yang meresahkan” tentang serangan terhadap para pekerja media walaupun mereka sudah diidentifikasi dengan jelas.
Menanggapi laporan PBB tersebut, IDF mengatakan bahwa mereka “tidak dengan sengaja menambaki warga sipil, termasuk para jurnalis.”
Sementara itu, Hajjaj mengingat setiap berita yang diliputnya sejak 7 Oktober 2023. Baginya, beberapa di antaranya terasa sangat berat untuk ditulis. Namun, dia menyadari bahwa sudah menjadi tugasnya untuk terus melaporkan apa yang terjadi. [th/lt]
Forum