Perdana Menteri Prancis Michel Barnier akan mengundurkan diri pada Kamis (5/12) setelah anggota parlemen sayap kanan dan kiri memilih untuk menggulingkan pemerintahannya. Pengunduran diri Barnier membuat negara dengan ekonomi terbesar kedua di zona euro tersebut kian terjerumus ke dalam krisis politik.
Barnier, politisi veteran yang pernah menjadi negosiator Brexit Uni Eropa, akan menjadi perdana menteri yang menjabat paling singkat dalam sejarah Prancis modern setelah ia menyerahkan pengunduran dirinya sekitar pukul 10.00 waktu setempat. Belum pernah ada pemerintah Prancis yang kalah dalam mosi tidak percaya sejak Georges Pompidou pada 1962.
Gejolak politik kian melemahkan Uni Eropa yang sudah terguncang akibat runtuhnya pemerintahan koalisi Jerman, dan terjadi beberapa minggu sebelum Presiden terpilih Amerika Serikat Donald Trump kembali ke Gedung Putih.
Kelompok sayap kiri dan sayap kanan menghukum Barnier dalam mosi tidak percaya pada Rabu (4/12) malam karena mencoba memaksakan anggaran yang tidak populer melalui parlemen yang sulit diatur tanpa pemungutan suara. Rancangan anggaran tersebut mengupayakan penghematan sebesar $63 miliar dalam upaya mengecilkan defisit yang menganga.
Pengunduran diri Barnier mengakhiri ketegangan selama berminggu-minggu mengenai anggaran, yang menurut National Rally sayap kanan Marine Le Pen terlalu keras terhadap pekerja.
Hal itu juga kian melemahkan posisi Presiden Emmanuel Macron, yang memicu krisis yang sedang berlangsung dengan keputusan buruknya untuk mengadakan pemilu sela pada Juni.
Macron, yang menghadapi seruan untuk mengundurkan diri, memiliki mandat hingga 2027 dan tidak dapat dilengserkan.
Namun, krisis politik yang berkepanjangan telah membuat Marcon menjadi sosok yang kian tidak populer. Sebuah jajak pendapat daring yang dilakukan tepat setelah mosi tidak percaya menunjukkan 64 persen pemilih menginginkan Macron mengundurkan diri.
Prancis kini berisiko mengakhiri tahun ini tanpa pemerintahan yang stabil atau anggaran untuk 2025, meskipun konstitusi mengizinkan langkah-langkah khusus yang dapat mencegah penutupan pemerintahan seperti yang dilakukan Amerika.
Tiga sumber mengatakan kepada Reuters bahwa Macron bermaksud melantik perdana menteri baru secepatnya. Menurut salah satu sumber, Macron ingin menunjuk seorang perdana menteri sebelum upacara pembukaan kembali Katedral Notre-Dame pada Sabtu (7/12), yang akan dihadiri Trump.
Namun perdana menteri baru mana pun akan menghadapi tantangan yang sama seperti Barnier untuk meloloskan rancangan undang-undang, termasuk anggaran 2025, yang disetujui oleh parlemen yang terpecah. Tidak ada pemilihan parlemen baru sebelum Juli.
"Sampai ada kemungkinan pemilu baru, ketidakpastian politik yang sedang berlangsung kemungkinan akan menjaga premi risiko pada aset-aset Perancis tetap tinggi," kata analis SocGen dalam sebuah catatan. “Ketidakpastian politik kemungkinan akan mengurangi investasi dan belanja konsumen.” [ft/es]