Rusia adalah pendukung utama Presiden Suriah Bashar al-Assad yang pemerintahannya berupaya mengalahkan pemberontak secara kejam. Peristiwa itu mungkin menyulitkan Rusia untuk berpijak kembali di Suriah, yang hingga beberapa hari lalu masih tampak kokoh.
Bendera pihak oposisi Suriah dikibarkan di kedutaan Suriah di Moskow pada hari Senin, menandakan bahwa Rusia telah kehilangan sekutu utamanya di Timur Tengah dan kini harus memikirkan lagi strategi dan aliansinya di wilayah itu.
Kremlin memberikan suaka kepada pemimpin Suriah yang digulingkan dan keluarganya di Moskow, serta menyerukan pertemuan darurat Dewan Keamanan PBB untuk membahas masalah tersebut.
Bagi Rusia, jatuhnya Assad merupakan pukulan serius.
Kate Johnston adalah peneliti di Lembaga kajian Center for a New American Security di Washington. "Campur tangan Rusia di Suriah sebagai cara untuk menunjukkan kekuatannya di dunia, dan bahwa Rusia memiliki kemampuan untuk mempengaruhi hal-hal di luar lingkungan terdekatnya. Jadi, menurut saya, terkait dengan dampak geopolitik, hal itu menunjukkan bahwa Rusia kurang kuat, seperti yang ingin diproyeksikannya kepada negara-negara lain di dunia,“ ulasnya.
Moskow memasuki perang Suriah untuk mendukung Assad pada tahun 2015, menanamkan sumber dayanya dan mengorbankan nyawa tentara Rusia, yang kini menjadi sia-sia saja.
Para analis mengatakan, pihak-pihak lain akan mengambil keuntungan atas jatuhnya Assad, setelah perang saudara di Suriah selama 13 tahun.
Mark Hannah dari lembaga kajian Institute for Global Affairs mengatakan, “Yang paling beruntung adalah Turki. Presiden Turki Erdogan sangat senang karena Trump akan menarik militer Amerika dari Suriah. Pengaruh Turki menjadi lebih penting di negara itu. Jadi, saham Erdogan dan Turki naik, sedangkan stok di Rusia turun.”
Para pejabat Rusia mengatakan, mereka menghubungi penguasa baru Suriah, dan ini menunjukkan bahwa Moskow ingin mencapai kesepakatan untuk mempertahankan kehadirannya di Suriah.
Namun peran Moskow dalam penindasan yang dilakukan Assad terhadap rakyat Suriah, mungkin akan menjadi kenangan yang sulit dilupakan.
Neil Quilliam dari Chatham House, sebuah kantor think-tank urusan internasional mengatakan, “Kita saksikan Rusia membom rumah-rumah sakit, sekolah, mendukung Assad dengan menjatuhkan serentetan bom barel ke tempat yang berpenduduk, mendukung Assad ketika dia menggunakan senjata kimia. Jadi, saya rasa tidak ada pemerintahan yang akan datang, apapun bentuknya, apakah itu HTS (Hayat Tahrir al-Sham), apakah melibatkan Kurdi, apapun kelompoknya, mereka tidak bisa tiba-tiba melupakan kebrutalan yang dilakukan Rusia terhadap penduduk sipil.”
Jatuhnya pemerintahan Asad secara cepat, merupakan sesuatu yang tidak dapat dibayangkan oleh banyak orang bulan lalu. Hal itu menghancurkan struktur kekuasaan yang hingga baru-baru ini dinilai akan langgeng oleh sebagian orang dan perkembangan ini menciptakan situasi baru yang masih belum jelas. [ps/ns]
Forum