Tautan-tautan Akses

Rusia Sambut Baik Signal Trump Soal Konflik Ukraina


Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov berbicara dalam konferensi pers tahunan di Moskow, Rusia, 14 Januari 2025. (Evgenia Novozhenina/REUTERS)
Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov berbicara dalam konferensi pers tahunan di Moskow, Rusia, 14 Januari 2025. (Evgenia Novozhenina/REUTERS)

Menteri Luar Negeri Rusia, Selasa (14/1) menyambut baik sinyal yang muncul dari Presiden terpilih Amerika Serikat, Donald Trump, soal konflik di Ukraina. Pernyataan ini disampaikan kurang dari sepekan sebelum politisi Partai Republik itu resmi menjabat.

Trump telah berjanji untuk segera mengakhiri konflik yang berlangsung hampir tiga tahun, meragukan dukungan militer Washington bagi Kyiv, dan bersimpati terhadap kekhawatiran Moskow tentang aliansi militer NATO.

Berbicara dalam konferensi pers di Moskow, Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov mengatakan, “Fakta bahwa orang-orang mulai membicarakan realitas yang terjadi di lapangan. Mungkin ini patut disambut baik.”

Saat ini, Rusia menguasai hampir seperlima wilayah Ukraina yang diakui secara internasional dan mengklaim telah menganeksasi lima wilayah—Krimea pada 2014, serta Donetsk, Kherson, Lugansk, dan Zaporizhzhia pada 2022.

Presiden Rusia Vladimir Putin menuntut agar Ukraina menarik diri dari semua wilayah tersebut sebagai prasyarat untuk perundingan damai, termasuk wilayah signifikan yang masih dikendalikan pasukan Kyiv.

Meski mendukung sikap Trump di depan publik, Lavrov mengatakan Rusia belum melihat proposal spesifik tentang bagaimana Trump berencana membawa kedua belah pihak ke meja perundingan. “Kami akan menunggu inisiatif konkretnya,” kata Lavrov.

“Begitu dia resmi menjadi presiden dan merumuskan posisi finalnya terkait urusan Ukraina, tentu saja kami akan mempelajarinya,” ia menambahkan.

Lavrov juga mengatakan bahwa Kremlin belum menerima proposal apa pun dari tim Trump untuk pertemuan dengan Putin, meskipun Trump menyebutkan pertemuan semacam itu sedang diatur.

Pertemuan langsung antara keduanya akan menjadi perubahan pendekatan yang signifikan, mengingat pemerintahan Presiden Joe Biden umumnya menghindari pertemuan tingkat tinggi dengan Moskow sejak awal konflik pada Februari 2022.

Selain itu, Lavrov menyambut sikap Trump yang tampak bersimpati pada kekhawatiran Rusia terhadap NATO.

Pekan lalu, Trump menyatakan bahwa Biden telah memutuskan membiarkan Ukraina bergabung dengan NATO, dan bahwa dia bisa “memahami perasaan (Rusia) soal itu.”

Lavrov mengatakan pada Selasa, ini adalah “pertama kalinya” seorang pemimpin Barat mengakui bahwa NATO “berbohong” mengenai “janji-janji” untuk tidak memperluas diri dengan mengorbankan keamanan Rusia.

Moskow sejak lama menyebut perluasan NATO ke Eropa Tengah dan Baltik, serta nota 2008 yang menyatakan Ukraina suatu saat akan bergabung dengan aliansi tersebut, sebagai salah satu “akar permasalahan” konflik militer.

Kyiv dan negara-negara Barat berulang kali membantah klaim itu dengan menyebutnya tidak berdasar, serta menegaskan bahwa konflik berskala penuh Rusia adalah upaya ilegal bergaya imperial untuk merebut kendali negara tetangganya yang pro-Barat. [th/jm]

Forum

XS
SM
MD
LG