Departemen Luar Negeri Amerika telah mengutuk tuduhan penghinaan atas kitab suci Al-Quran, oleh orang-orang yang melakukan interogasi di pusat penahanan Teluk Guantanamo, Kuba.
Pada jumpa pers di Washington hari Selasa, seorang jurubicara Departemen Luar Negeri mengatakan aktivitas semacam itu patut dicela dan bertentangan dengan kebijakan Amerika. Ia mengatakan Pentagon kini menyelidiki laporan yang dimuat dalam edisi terbaru majalah Newsweek bahwa orang yang ditugasi menginterogasi para tahanan di Guantanamo menggunakan siasat ini untuk mengganggu perasaan para tersangka.
Laporan itu mengatakan dalam salah satu kasus kitab suci Al Quran disiram ke dalam toilet. Militer Amerika mengatakan pihaknya akan menindak dengan sangat serius setiap pelanggaran hak agama para tahanan. Laporan Newsweek itu menyulut demonstrasi anti-Amerika di Afghanistan dan Pakistan dan protes diplomatik dari Islamabad, yang menuntut dilakukannya pengusutan.
Sementara itu, mantan pemimpin Taliban di Afghanistan Mullah Mohammed Omar menolak amnesti yang ditawarkan oleh komisi rekonsialisi negara itu. Abdul Latif Hakimi, yang menyatakan ia berbicara atas nama Taliban, mengatakan kelompok itu sampai kapanpun tidak akan menyerah kepada musuh dan akan terus berjuang.
Hari Senin, ketua komisi rekonsiliasi Afghanistan menawarkan amnesti kepada Mullah Omar dan mantan Perdana Menteri Gulbuddin Hekmatyar. Komisi itu mengatakan tawaran amnesti ini terbuka bagi semua warga Afghanistan yang mengakui wewenang Presiden Hamid Karzai dan konstitusi baru negara itu.
Mullah Omar kini dicari oleh Amerika Serikat atas perannnya dalam melindungi jaringan teror al-Qaida dan para pemimpinnya sebelum serangan teroris tanggal 11 September 2001.