Dua tersangka lesbian yang ditahan minggu lalu oleh polisi syariah di Aceh akan menjalani apa yang disebut oleh pihak berwenang sebagai "rehabilitasi" dan tidak akan didakwa pidana.
Kedua perempuan tersebut, masing-masing berusia 18 dan 19 tahun, ditahan untuk ditanyai Senin pekan lalu oleh polisi syariah yang melihat mereka duduk dan berpelukan di Ulee Lheue, daerah pinggir pantai di Banda Aceh, menurut kepala polisi syariah, Evendi Latief.
"Mereka kemudian mengaku sebagai pasangan lesbian dan hal itu didukung oleh foto-foto yang ada di ponsel mereka," ujarnya Sabtu (3/10).
Kedua perempuan tersebut, diidentifikasi hanya sebagai "AS" dan "N," tidak akan didakwa karena kitab undang-undang hukum pidana baru untuk Aceh yang mengkriminalisasi homoseksualitas tidak akan berlaku sampai akhir bulan ini, menurutnya.
Lewat aturan tersebut, siapa pun yang diputuskan bersalah atas homoseksualitas dapat menghadapi hukuman cambuk 100 kali atau denda maksimum 1.000 gram emas atau dipenjara sampai 100 bulan. KUHP nasional tidak mengatur soal homoseksualitas.
"Mereka akan menjalani rehabilitasi yang melibatkan psikolog-psikolog dari Dinas Sosial," ujar Evendi. Keduanya telah dipindahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak-anak di Kepolisian, tambahnya.
Pemerintah pusat telah memberikan Aceh hak untuk mengimplementasikan aturan Syariah tahun 2006 sebagai bagian dari perjanjian perdamaian untuk mengakhiri gerakan separatis. Orang-orang yang divonis melakukan zinah, judi dan mengkonsumsi alkohol sudah menghadapi hukuman cambuk, demikian juga dengan perempuan yang memakai baju ketat dan laki-laki yang melewatkan shalat Jumat.
Human Rights Watch menyerukan pihak berwenang untuk segera dan tanpa syarat membebaskan kedua perempuan tersebut. Kelompok advokasi hak asasi manusia tersebut mengatakan kedua perempuan itu ditangkap, berlawanan dengan hak atas kebebasan yang tidak diskriminatif dan fundamental di bawah konstitusi Indonesia dan aturan HAM internasional.
"Penahanan dua perempuan di Aceh atas perilaku sehari-hari merupakan penyalahgunaan kekuasaan besar oleh polisi yang seharusnya dianggap sebagai ancaman untuk semua orang Indonesia," ujar Graeme Reid, direktur program hak lesbian, gay, biseksual dan transgender pada Human Rights Watch yang berkantor pusat di New York.
"Pemerintah Indonesia perlu menekan Aceh untuk mencabut peraturan-peraturan daerah baru yang diskriminatif."
Evendi menyangkal kedua perempuan itu ditahan dan bahwa hak asasi mereka dilanggar. Ia mengatakan mereka diminta tinggal selama empat hari untuk ditanyai dan kemudian diserahkan kepada polisi biasa. [hd/eis]