Perubahan perintah eksekutif itu tidak membuatnya bebas dari gugatan hukum kelompok-kelompok yang menilainya sebagai upaya memenuhi janji kampanye Trump untuk “memblokir secara menyeluruh dan total masuknya warga Muslim ke Amerika”.
Serikat Kebebasan Sipil Amerika (ACLU) – yang berhasil menyampaikan gugatan hukum terhadap perintah eksekutif sebelumnya – mengatakan perintah eksekutif yang direvisi itu “mengandung kesalahan yang sama fatalnya” seperti perintah eksekutif sebelumnya.
“Satu-satunya cara untuk memperbaiki larangan masuk warga Muslim adalah dengan tidak memberlakukannya sama sekali. Ketika Presiden Trump justru menunjukkan sikap diskriminatif terhadap agama tertentu, ia akan menghadapi tentangan dari rakyat dan pengadilan,” ujar Omar Jadwat, Direktur Proyek Hak Imigran ACLU.
“Perubahan yang dilakukan pemerintah Trump dan semua yang kita ketahui sejak pemberlakuan perintah eksekutif sebelumnya benar-benar merongrong keamanan nasional kita, itu merupakan alasan palsu, dan presiden bersembunyi di balik alasan itu dan hanya memperkuat gugatan hukum terhadap perintah eksekutifnya yang tidak konstitusional,” tambahnya.
Dewan Hubungan Islam-Amerika CAIR dalam pernyataan terulisnya menyatakan perintah eksekutif yang baru itu “masih tetap merupakan larangan terhadap warga Muslim yang diskriminatif dan tidak konstitusional”.
Sementara Amnesti Internasional mengatakan perintah eksekutif yang baru “tetap menunjukkan rasa benci dan ketakutan yang sama, dengan bungkus berbeda.” Ditambahkannya, “tidak ada revisi aturan yang membuat perintah eksekutif ini berbeda – selain bahwa ini merupakan kefanatikan yang terang-terangan.”
Pemerintah Trump berpegang teguh pada alasan bahwa para pengungsi, sebagaimana imigran dan pendatang dari negara tertentu, menimbulkan resiko keamanan terhadap Amerika. Tetapi hanya menunjukkan sedikit bukti tentang risiko itu.
Pejabat-pejabat Gedung Putih hari Senin (6/3) mengeluarkan sebuah memorandum yang mengatakan FBI sedang melakukan “penyelidikan terkait terorisme” atas sekitar 300 orang di seluruh Amerika yang masuk ke negara ini sebagai pengungsi.
Ketika didesak rincian penelitian itu, seorang pejabat senior Departemen Keamanan Dalam Negeri menolak memberi komentar lebih jauh, dan mengatakan hanya 300 orang yang diselidiki karena “kegiatan yang berpotensi terkait terorisme” dan bahwa “dari semua sudut pandang, hal ini merupakan jumlah yang mencemaskan.” [em/jm]