Tautan-tautan Akses

Adakah Kemungkinan Peredaan Ketegangan Dagang AS-China?


Foto kombinasi Presiden China Xi Jinping vs Presiden AS Donald Trump (kanan), berbicara dalam sebuah acara di Aula Besar Rakyat di Beijing, 9 November 2017.
Foto kombinasi Presiden China Xi Jinping vs Presiden AS Donald Trump (kanan), berbicara dalam sebuah acara di Aula Besar Rakyat di Beijing, 9 November 2017.

Ketegangan dagang antara Amerika dan China terus meningkat, disertai ancaman akan saling mengenakan tarif impor yang bisa mencapai nilai $100 miliar.

Michael Daly, direktur Kissinger Institute on China and the United States, mengatakan perlu diadakan perundingan untuk mencegah terjadinya perang dagang yang dampaknya bisa dirasakan diseluruh dunia.

Tapi saat ini tampaknya Presiden Amerika Donald Trump dan Presiden China Xi Jinping lebih mementingkan berbicara dengan rakyat masing-masing.

“Saya kira harus ada perundingan. Masalahnya, kita tidak tahu bagaimana memulai perundingan itu, karena pemimpin China dan Amerika hanya sibuk berbicara dengan rakyat pendukung masing-masing. Kapan mereka akan berunding tentang berbagai masalah penting yang dihadapi bersama, itulah yang belum diketahui,” kata Michael Daly.

Ketika ditanya apakah mungkin ada perundingan diam-diam yang dilakukan dibelakang layar, Michael Daly mengatakan kepada wartawan VOA Ira Mellman,

“China membantah adanya perundingan. Masalahnya adalah apa yang dilihat oleh pihak Cina sebagai penghinaan dan ejekan, yang datang dari Washington. Dilihat dari kacamata Cina, sulit mengatakan mereka akan mau berunding dengan orang-orang yang melontarkan makian dan penghinaan terhadap mereka.”

Karena itu perlu ada penghentian retorika kasar dan saling ejek, dan setelah ada masa pendinginan barulah kedua pihak bisa duduk di meja perundingan, kata Daly menambahkan.

Ketika ia masih menjadi pebisnis besar, Trump sering menggunakan teknik perundingan yang keras seperti itu, tapi kenapa taktik itu tidak bisa dilakukan untuk menyelesaikan masalah dagang ini?.

“Cara itu tidak akan berhasil, karena ia kini tidak lagi menjadi pengusaha real estat besar di kawasan New York dan New Jersey. Lagipula, ketika itu ia adalah kepala sebuah perusahaan pribadi, dan bukan sebagai CEO perusahaan yang harus bertanggung jawab kepada pemegang saham,” kata Daly.

“Jadi kita tidak bisa membandingkan apa yang dilakukannya dulu sebagai pengusaha swasta, dengan hubungan dagang antara Amerika dan China. Dalam hubungan antara dua negara diharapkan adanya perilaku yang bisa diandalkan serta adanya kemitraan yang bisa dipercaya.”

Tapi walaupun begitu, kata Daly, ada satu hal baik yang dilakukan Trump, karena iadengan gamblang menyebut praktek-praktek dagang China yang tidak baik.

“Itu bagus dan perlu, tapi harus dilakukan dengan cara yang lebih manis dan terhormat, sehingga kedua pihak bisa lebih cepat bertemu di meja perundingan.”

Walaupun adanya kata-kata keras, Presiden Trump masih menyebut ia berkawan baik dengan Presiden Xi Jinping.

“Saya kira itu lebih baik daripada menyebut Xi Jinping sebagai musuh. Tidak banyak orang yang percaya adanya persahabatan yang tulus antara kedua orang itu, tapi yang penting, Trump lebih baik tampak bersahabat dengan Xi, dan jangan memperlakukannya seperti ia memperlakukan pemimpin Korea Utara Kim Jong-un, dan para pemimpin asing lainnya,” ujar Daly.

Michael Daly juga memperingatkan Trump supaya jangan terlalu dekat dengan Taiwan, kawasan yang dianggap China sebagai bagian wilayahnya.

“China menganggap masalah Taiwan lebih penting daripada masalah perdagangan dengan Amerika,” kata Michael Daly menambahkan. [ii]

Recommended

XS
SM
MD
LG