Agenda reformasi ekonomi pemerintah India telah menghadapi rintangan sementara oposisi negara ini terus menghalangi lolosnya undang-undang melalui parlemen. Pertikaian politik ini menyebabkan kepercayaan para pelaku bisnis goyah.
Tuntutan oposisi
Selama lebih dari dua pekan, parlemen bergejolak akibat tuntutan anggota oposisi yang menginginkan Perdana Menteri Narendra Modi memecat menteri luar negeri dan dua pemimpin negara lainnya yang dituduh korupsi.
Pemerintah telah menolaknya, mengatakan tuduhan itu tidak terbukti.
Kebuntuan di parlemen telah hampir memusnahkan harapan pemerintah untuk meloloskan undang-undang penting terkait reformasi pajak dan pembebasan lahan dalam sesi yang sedang berlangsung.
Reformasi pajak, tagihan tanah
Dharmakirti Joshi, kepala ekonom dari lembaga pemeringkat Crisil di Mumbai, mengatakan dua undang-undang ini menjadi inti dari janji pemerintah untuk membuat India tempat yang lebih mudah untuk melakukan bisnis. "Apa yang terjadi terhadap kedua peraturan tersebut adalah penundaan dan penurunan substansi. Jika ini tidak bisa diluruskan, ya, ini akan mempengaruhi sentimen dan akan menjadi kendala bagi lajunya pertumbuhan ke depannya," katanya.
RUU reformasi pajak yang ambisius, yang disebut Pajak Barang dan Jasa, bertujuan untuk menciptakan satu sistem di India dengan mengganti sejumlah pajak membingungkan yang dipungut oleh masing-masing negara bagian dengan satu pajak penjualan.
RUU tanah akan membuat industri lebih mudah untuk memperoleh tanah untuk mendirikan pabrik, namun rencana ini juga telah disisihkan setelah oposisi mengecam UU tersebut sebagai peraturan yang "anti-petani."
Perdana Menteri Modi kesulitan meloloskannya menjadi hukum karena meskipun menang secara spektakuler tahun lalu, pemerintahannya tidak menguasai mayoritas suara di majelis tinggi parlemen.
Kebuntuan politik
Analis politik Satish Misra dari Observer Research Foundation di New Delhi menyalahkan pemerintah karena tidak berbuat cukup banyak untuk merangkul oposisi.
Kebuntuan politik ini telah berdampak negatif. Lembaga pemeringkat kredit global Moody's mengatakan pertikaian politik menggoyahkan kepercayaan pelaku bisnis dan pemerintah gagal untuk mewujudkan janji-janji reformasi yang dapat menghambat pertumbuhan.
Modi mulai berkuasa tahun lalu dan berjanji mengembalikan momentum untuk meningkatkan perekonomian yang lesu di negara ini. Laju pertumbuhan ekonomi mulai nampak, namun laju perubahan tersebut berjalan lebih lambat dari yang diharapkan dari pemimpin yang diharapkan banyak orang akan mampu mengubah iklim usaha di India.