Keputusan Amerika Serikat untuk memperbaiki hubungan diplomatik dengan Kuba setelah lebih dari 50 tahun telah memicu perdebatan apakah hal itu akan mengarah pada perbaikan atau penurunan demokrasi di negara pulau Komunis itu.
Sejumlah politisi dan analis di AS, beberapa orang terasing di South Florida dan para anggota kunci komunitas pembelot Kuba telah menunjuk pada China dan Asia Tenggara sebagai wilayah tempat demokrasi telah mundur akibat pelonggaran dari Amerika.
"Kita telah melihat apa yang terjadi dalam transisi-transisi ini, (melihat di) China, Vietnam dan Myanmar, ini adalah kediktatoran-kediktatoran Komunis yang korup dan sangat represif. Faktanya mereka telah bergerak mundur," ujar Mike Gonzalez dari Heritage Foundation kepada VOA.
“China memulai proses reformasi 30 tahun yang lalu," ujarnya. "Negara itu telah menyempurnakan model untuk keterbukaan ekonomi sambil mempertahankan kekuasaan partai Komunis."
Sikap skeptis itu dirasakan oleh para pemimpin Partai Republik dan sejumlah anggota legislatif keturunan Kuba, termasuk Senator Marco Rubio, yang pada awal bulan lalu mengutarakan keraguan terhadap ide untuk meningkatkan perdagangan yang dapat mengarah pada keterbukaan politik di Kuba.
Namun mereka yang mendukung perbaikan hubungan diplomatik menolak argumen tersebut.
"Kuba ada di wilayah yang sangat berbeda dibandingkan China atau Vietnam. Kita ada di wilayah yang demokratis, dan Kuba bertetangga dengan salah satu dari demokrasi terbesar, paling sukses dan berkuasa di dunia, yaitu Amerika Serikat," ujar Ted Piccone dari Bookings Institution.
"Kebijakan ini akan memungkinkan tetangga-tetangga di wilayah ini untuk bergabung dan mendukung perubahan demokratis di Kuba," ujarnya. "Itu standar belahan Bumi ini."
Sebuah jajak pendapat nasional dari Pew Research, yang dilakukan 7-11 Januari, menunjukkan bahwa meski 63 persen warga Amerika menyetujui keputusan Presiden Barack Obama bulan lalu untuk mengembalikan hubungan, hanya sekitar satu pertiga yang berpikir perbaikan hubungan akan mengarah pada demokrasi yang lebih besar di Kuba.
Para pengkritik khawatir bahwa sementara AS siap berkompromi atas nama diplomasi, pemerintah Kuba secara sinis mencari donor yang tidak akan ragu untuk ditendang pada akhirnya.
"Castro bersaudara ingin uang AS untuk mempertahankan kekuasaan. Saya yakin saat (sekutu tradisional) Rusia dan Venezuela dapat membantu Kuba kembali, mereka akan berbalik badan terhadap Amerika Serikat," ujar Jorge Lima dari Libre Initiative, sebuah kelompok konservatif dari Washington.
"Presiden Obama telah menyatakan banyak hal terkait hubungan baru dengan Kuba, dan banyak perubahan telah dibuat, namun Castro bersaudara belum melakukan perubahan, dan rakyat belum bebas," ujar Lima pada VOA.
Namun, mengingat realitas politik AS, beberapa perkembangan akan terjadi lebih cepat dibandingkan lainnya, menurut para ahli.
Sekelompok senator AS yang bipartisan mengumumkan rancangan undang-undang baru-baru ini untuk secara permanen menghapus pembatasan perjalanan ke Amerika terhadap Kuba. Namun mengakhiri embargo perdagangan yang telah berlangsung 54 tahun sepertinya tidak akan terjadi selama Kongres dikuasai Partai Republik.
"Prosesnya akan terjadi berangsur-angsur," ujar Carl Meacham dari Center for Strategic and International Studies. “Isolasi adalah yang diinginkan para diktator. Dalam jangka panjnag, perubahan ini akan menciptakan keinginan di antara rakyat Kuba atas perdagangan, teknologi dan kebebasan."
Embargo tidak hanya mengisolasi AS dari rakyat Kuba, tapi dari para tetangga Amerika Latin lainnya, menurut Piccone.
"Apa yang telah kita coba dalam 50 tahun terakhir sangat menghukum dan rezim Castro telah menggunakannya melawan kita. Seluruh dunia telah mengecam embargo ini," ujarnya.
Namun beberapa pembelot di Kuba sepakat bahwa mereka merasa dikhianati Obama, menurut Gonzalez.
"Tidak hanya warga Kuba Amerika dan para anggota Kongres yang melawan keputusan yang cukup memalukan," ujarnya. (VOA/Mark Snowiss)