Tautan-tautan Akses

Akankah Pemimpin Baru Peduli pada RUU PPRT?


Para PRT menggelar tenda bertuliskan "Menunggu Mbak Puan Berdialog dengan PRT korban" agar segera membawa RUU PPRT ke Rapat Paripurna DPR RI. (Foto: Jala PRT)
Para PRT menggelar tenda bertuliskan "Menunggu Mbak Puan Berdialog dengan PRT korban" agar segera membawa RUU PPRT ke Rapat Paripurna DPR RI. (Foto: Jala PRT)

Jutaan pekerja rumah tangga kembali menjadi sasaran kampanye pemilu. Namun lebih dari tujuh pemilu berlalu, nasib pekerja rumah tangga tak kunjung membaik. RUU PPRT yang digarap sejak dua puluh tahun lalu pun tampaknya jalan di tempat.

Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani, mengatakan pihaknya telah melakukan berbagai upaya untuk menggolkan Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (RUU PPRT) menjadi undang-undang. Namun, hingga kini belum membuahkan hasil.

Menurut Tiasri, di masa pemilu seperti ini hak pilih bagi PRT tidak boleh dihalangi. Ia berharap legislator dan mereka yang duduk di eksekutif nanti tetap peduli pada nasib pekerja rumah tangga.

"Kan hari H Pemilu 14 Februari sudah ditetapkan sebagai hari libur nasional. Tidak ada alasan bagi PRT tidak menggunakan hak pilih. Jangan sampai ada yang menghalangi hak politik PRT di pemilu, indikasi masuk jam kerja, jauh dari alamat domisili. Bagaimanapun majikan harus mengizinkan PRT menggunakan hak pilih atau hak politiknya di pemilu. Kalau ada penghalangan hak PRT, majikan harus disanksi tegas", ujar Tiasri.

Aksi Jala PRT menuntut pengesahan RUU PPRT dalam aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta Rabu (15/2/2023). (Foto: Jala PRT/Koalisi)
Aksi Jala PRT menuntut pengesahan RUU PPRT dalam aksi di depan Gedung DPR RI, Jakarta Rabu (15/2/2023). (Foto: Jala PRT/Koalisi)

Bagi Tiasri, aturan hukum bagi PRT sangat penting untuk melindungi, memberikan keadilan, dan pemenuhan hak-hak PRT sebagai pekerja. Tidak ada satu orang pun bisa berkarir dengan tenang dan nyaman.

Tiasri menegaskan masyarakat bisa berkarir dengan nyaman karena kerja-kerja domestik mereka telah dikerjakan oleh PRT.

Perwakilan SPRT Sapulidi, Ajeng Astuti, menceritakan bagaimana ia bersama puluhan organisasi penggiat hak-hak pekerja rumah berupaya untuk mendorong pengesahan RUU PPRT. Ajeng menyebut aksi demonstrasi, kampanye media sosial hingga mogok makan di depan Gedung DPR.

"Ketua DPR ini perempuan kan gitu, harapannya itu ada empati kepada kami pekerja rumah tangga yang sudah berjuang sekian lama. Lewat apalagi kami sebagai warga negara, perempuan, pekerja rumah tangga meminta perlindungan. Padahal suara kami jelas dibutuhkan politisi seperti saat ini, sedang pemilu," ungkap Ajeng saat diskusi daring bertema "Masa Kritis Nasib RUU PPRT, 20 Tahun Berjuang Mewujudkan Pelindungan PRT", Selasa (13/2).

"Kalau pas pemilu seperti ini kami didekati, pas politisi sudah terpilih kami dijauhi. Di 2024 ini jangan sampai lah nasib kami digantung, terkatung-katung, tidak ada kepastian hukum," imbuhnya.

Komnas Perempuan dan pegiat berbagai organisasi pekerja rumah tangga berharap peringatan Hari PRT Nasional menjadi momentum untuk mengingatkan dan menggelorakan kesadaran kolektif agar kebijakan perlindungan bagi pekerja rumah tangga segera disahkan.

Data Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga Jala PRT sepanjang 2017-2022, terdapat 2.637 kasus kekerasan pada PRT yang meliputi kasus kekerasan ekonomi, fisik, psikis, dan seksual.

Akankah Pemimpin Baru Peduli pada RUU PPRT?
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:02:51 0:00

Komnas Perempuan menilai tahun ini merupakan masa kritis pembahasan RUU PPRT. Jika tahun ini tidak ada satu nomor Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) pun dari RUU PPRT yang dibahas dan disepakati di pembahasan tingkat satu DPR RI, maka RUU PPRT akan tidak dilanjutkan pembahasannya atau non-carry over.

"Kenapa harapannya bisa menjadi carry over? Agar RUU PPRT tidak dimulai lagi dari nol prosesnya, karena 20 tahun sudah sungguh panjang," pungkas Tiasri. [ys/em]

Forum

XS
SM
MD
LG