Tautan-tautan Akses

Aksi Kampanye Dampak Krisis Iklim Alami Gangguan, Komitmen Transisi Energi Diragukan


Cerobong asap menyemburkan asap berbahaya ke udara dari PLTU batu bara, sebuah ilustrasi gamblang mengenai ketergantungan Asia terhadap bahan bakar fosil yang mengancam target iklim, 21 September 2021. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)
Cerobong asap menyemburkan asap berbahaya ke udara dari PLTU batu bara, sebuah ilustrasi gamblang mengenai ketergantungan Asia terhadap bahan bakar fosil yang mengancam target iklim, 21 September 2021. (Foto: AFP/Bay Ismoyo)

Tim pesepeda Chasing the Shadow Greenpeace mendapatkan gangguan dan intimidasi dari sekelompok orang saat melakukan kampanye di Semarang dan Probolinggo. Mereka dianggap mengganggu perhelatan G20 yang diadakan di Bali.

Intimidasi dan gangguan terhadap aksi kampanye perubahan iklim Greenpeace sudah dirasakan sejak berada di Semarang, Jawa Tengah, hingga memasuki wilayah Jawa Timur, yakni Probolinggo. Aksi lima orang bersepeda itu diadang oleh sejumlah orang yang tergabung dalam organisisasi kemasyarakatan (ormas), dan dilarang melanjutkan hingga ke Bali. Kegiatan lain seperti diskusi, pameran, serta atraksi seni di Surabaya juga mendapat gangguan, bahkan pengawasan dari polisi.

Kepala Greenpeace Indonesia, Leonard Simanjuntak, mengatakan aksi lima orang bersepeda tim Chasing the Shadow ini sebenarnya ingin mengabarkan fakta adanya dampak krisis iklim yang terjadi di dunia. Selain itu aksi tersebut diharapkan juga memberikan tawaran solusi mengatasi dampak perubahan iklim itu. Namun, partisipasi masyarakat dalam mendukung pemerintah untuk menjaga Bumi justru dicederai oleh tindakan yang merusak prinsip demokrasi dan kebebasan berpendapat yang dilindungi Undang-Undang.

Foto dari tangkapan layar video. Aktivis Greenpeace diminta membuat pernyataan tidak melanjutkan kampanye selama perhelatan G20. (Foto: Courtesy)
Foto dari tangkapan layar video. Aktivis Greenpeace diminta membuat pernyataan tidak melanjutkan kampanye selama perhelatan G20. (Foto: Courtesy)

“Mereka tidak ingin tur kampanye sepeda Greenpeace sampai ke Bali. Dalam istilah mereka mengganggu perhelatan G20, padahal tidak ada niat untuk mengganggu perhelatan G20. Bahwa kita ingin menyampaikan, menyuarakan dampak krisis iklim yang sudah terjadi di sepanjang Pantura (pantai utara Jawa -red) yang mereka lewati, yang teman-teman lewati, iya, tapi tidak untuk mengganggu G20,” papar Leonard.

Ormas Tapal Kuda Nusantara (TKN) sendiri dalam laman websitenya membenarkan tindakan pencegatan yang dilakukan pihaknya. Mereka meminta Greenpeace menghentikan aksi kampanye perubahan iklim. Humas TKN, Nazwa Agus, mengatakan langkah pencegahan yang dilakukan sudah benar dan dilakukan secara persuasif. Menurutnya, tidak ada aksi kekerasan maupun intimidasi yang dilakukan, hingga pengawalan tim kampanye menuju gerbang tol Probolinggo.

Surat pernyataan yang dibuat Greenpeace dihadapan ormas terkait aksi perubahan iklim di Probolinggo. (Foto: Courtesy)
Surat pernyataan yang dibuat Greenpeace dihadapan ormas terkait aksi perubahan iklim di Probolinggo. (Foto: Courtesy)

Percepat Transisi Energi

Leonard menggarisbawahi bahwa aksi ini merupakan bentuk dukungan kepada Indonesia maupun negara-negara G20, agar mempercepat transisi energi yang menjadi salah satu agenda utama perhelatan internasional di Bali itu. Transisi energi itu, kata Leonard, merupakan salah satu solusi mengatasi dampak krisis iklim yang sedang melanda dunia

“Komitmennya memang harus serius dari para pemimpin G20 untuk mengatasi krisis iklim. Transisi energi menjadi salah satu agenda utama ya, dan transisi energi itu kan memang harus dilakukan dengan cepat, berkeadilan, untuk mengatasi krisis iklim,” ujarnya.

“Sebenarnya kita ingin memperkuat desakan kepada para pemimpin G20 untuk konkret dan serius untuk langkah-langkah kebijakan, untuk transisi energi yang cepat dan berkeadilan dengan mempertimbangkan serius dampak-dampak krisis iklim yang sudah terjadi,” tambah Leonard.

Meski terjadi krisis energi akibat perang di Ukraina dan Rusia, Leonard mendorong para pemimpin dunia, khususnya di Eropa, untuk merespons secara serius krisis iklim yang telah berlangsung.

Pemerintah Indonesia sendiri meyakini porsi energi baru terbarukan (EBT) akan mencapai 23 persen pada bauran energi nasional pada 2025. Hal tersebut sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPL) yang ditujukan untuk emisi gas rumah kaca yang disumbang oleh penggunaan energi fosil. Menurut Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), porsi EBT pada 2020 baru mencapai 11,2 persen.

“Sebenarnya kalau dari Uni Eropa cukup serius, cuma mereka dalam kondisi sulit. Tetapi kita ingin mereka tidak meninggalkan agenda-agenda iklim mereka. Kita mengerti, sulit, ada perang Ukraina dan Rusia, ada krisis energi yang Eropa alami, juga ada inflasi, menuju resesi, dan sebagainya, tetapi krisis iklim ini nyata juga dan harus direspon dengan kuat dan konkret juga,” kata Leonard.

Direktur Eksekutif Daerah Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Jawa Timur, Wahyu Eka Setyawan, mengatakan transisi energi dari fosil ke EBT merupakan solusi dalam mengatasi dampak krisis iklim di dunia. Aksi pencegatan aktivis Greenpeace dalam mengkampanyekan dampak perubahan iklim, menurut Walhi, menunjukkan ketidaksiapan Indonesia dalam mewujudkan program transisi energi. Padahal, komitmen Indonesia dalam mewujudkan transisi energi perlu didukung dan dikawal, agar benar-benar dijalankan secara serius dan nyata.

“Pembangkit kotor ini kan juga punya gurita bisnis yang cukup kuat juga, yang terkait juga dengan pemerintah. Otomatis ketika memang didorong benar-benar pensiun, mungkin ada gejolak politik yang ada di level eksekutif, sehingga itu juga turut berpengaruh dengan komitmen mereka untuk beralih ke energi terbarukan,” ujarnya. [pr/ah]

Forum

Recommended

XS
SM
MD
LG