Aceh, DKI Jakarta dan beberapa kota di Pulau Jawa menjadi inisiator kunci pelaksanaan kampanye “Diet Kantong Plastik” di Indonesia, yang digagas sejumlah organisasi lingkungan dan kepemudaan di tanah air baru-baru ini.
Para aktivis mengatakan kampanye tersebut bertujuan mengajak masyarakat lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik, sehingga mengurangi sampah plastik yang berdampak buruk bagi lingkungan hidup.
Juru bicara Greenpeace Indonesia, Hikmat Soeriatanuwijaya, menyatakan bahwa kampanye nasional yang dimulai akhir Mei lalu baru menghimpun sekitar 150 sukarelawan di Aceh dan kurang dari 1.000 orang di Jakarta dan sekitarnya.
“Dampaknya secara luas belum terlihat, namun antusiasme kaum muda terutama cukup tinggi. Tidak hanya di DKI Jakarta, tapi juga sampai ke Aceh. Ini memang penting dan harus terus diteriakkan,” kata Hikmat di Jakarta, Rabu (20/6).
“Plastik adalah bahan yang sekali diproduksi sangat sulit terurai, dan tentu saja itu berdampak buruk buat lingkungan. Harus diakui masyarakat kita sekarang penggunaannya sangat berlebihan,” ujar Hikmat.
Ia menambahkan, Greenpeace Filipina dan Thailand juga telah memulai kegiatan serupa, yaitu pengurangan kantong plastik, bahan kertas dan penghematan energi (listrik) di negaranya masing-masing.
“Diet kantong plastik ini membuktikan siapapun bisa jadi penyelamat lingkungan, bisa dimulai dari kehidupannya sehari-hari. Warga sudah dapat berkontribusi bagi lingkungan lewat tiga hal, yakni (mengurangi) penggunaan jumlah kantong plastik , hemat kertas dan hemat listrik,” ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengakui bahwa masalah pencemaran akibat sampah dan limbah perkotaan menjadi pekerjaan yang mesti ditangani serius pemerintahannya.
“Problem sampah dan limbah, (termasuk) pencemaran teluk Jakarta misalnya. Masalah yang paling utama adalah bagaimana mengubah pola pikir dan perilaku warga agar lebih ramah lingkungan,” kata Fauzi.
Beberapa warga menyatakan ikut serta terlibat aktif dalam kampanye Diet Kantong Plastik di Jakarta. Sukma Ibrahim, 33, mengatakan ia selalu membawa tas khusus dari rumah jika berbelanja supaya tidak menggunakan kantong plastik.
“Cara-cara ramah lingkungan sekecil apapun akan bermanfaat buat Indonesia. Kalau tidak kita mulai dari sekarang, kita tingkatkan kepedulian terhadap lingkungan , Indonesia makin hancur,” ujar karyawan swasta tersebut.
Sejak ditemukannya bahan baku plastik (poliolefin atau polivinil klorida) pada abad 19, penggunaan plastik sebagai bahan pendukung aktivitas manusia secara terus menerus dikembangkan. Penggunaan plastik mewarnai hampir di setiap lini kehidupan, mulai dari bahan pendukung komponen alat berat seperti kendaraan, hingga material sederhana seperti kantong plastik.
Sebuah survei baru-baru ini yang dipublikasikan oleh jaringan organisasi lingkungan menyebutkan, setiap orang yang tinggal di Jakarta rata-rata menghasilkan sampah 0,8 kilogram per hari. Dengan jumlah penduduk hampir sembilan juta jiwa, maka jumlah sampah DKI mencapai sekitar tujuh juta ton per hari, dan sebagian besar sampah tersebut berbahan plastik.
Kampanye diet kantung plastik, pernah dipopulerkan dalam Aksi “HEADBAG Mob” di Jakarta, dirintis oleh kaum muda pegiat lingkungan Greenaration Indonesia (Generasi Hijau Indonesia) pada awal 2010. Namun baru pada Mei 2012 lalu, gerakan massal skala nasional kembali digiatkan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Sumatera, Jawa dan Bali.
Kampanye ini diinisiasi beberapa organisasi lingkungan, antara lain Green Student Movement – WALHI Jakarta, Eksekutif Nasional WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), Komunitas Earth Hour Indonesia di dukung perusahaan swasta dan Komunitas Pers Kampus, Universitas Trisakti Jakarta.
Diet kantong plastik menganjurkan pada setiap orang untuk membawa tas belanja sendiri. Harapan dari aksi lanjutan para aktivis ini, terciptanya perilaku bijak dalam menggunakan tas pakai ulang (reusable bag) agar jumlah sampah plastik yang dihasilkan dapat berkurang secara signifikan.
Dalam sebuah risetnya di ibukota, Greeneration Indonesia (GI) pada 2009 menyebutkan, sebanyak 73 persen masyarakat telah memiliki tas yang dapat digunakan berulang kali sebagai pengganti kantong plastik, namun 79 persen dari mereka tidak membawanya pada saat berbelanja.
Alasan warga tidak membawa tas belanja tersebut, 63 persen karena lupa dan 15 persen lainnya karena malas. Berdasarkan riset GI di tahun yang sama, setiap orang selama setahun menghasilkan sampah 700 kantong plastik.
Sampai saat ini ada lima kota di dunia yang telah melarang penggunaan kantong plastik: Dhaka di Bangladesh (mulai 2002); Oyster Bay, Australia (2004); San Francisco pada 2007, menjadikannya kota pertama di AS yang melarang penggunaan kantong plastik; Mexico City (2010); dan Los Angeles (Mei 2012).
Para aktivis mengatakan kampanye tersebut bertujuan mengajak masyarakat lebih bijak dalam menggunakan kantong plastik, sehingga mengurangi sampah plastik yang berdampak buruk bagi lingkungan hidup.
Juru bicara Greenpeace Indonesia, Hikmat Soeriatanuwijaya, menyatakan bahwa kampanye nasional yang dimulai akhir Mei lalu baru menghimpun sekitar 150 sukarelawan di Aceh dan kurang dari 1.000 orang di Jakarta dan sekitarnya.
“Dampaknya secara luas belum terlihat, namun antusiasme kaum muda terutama cukup tinggi. Tidak hanya di DKI Jakarta, tapi juga sampai ke Aceh. Ini memang penting dan harus terus diteriakkan,” kata Hikmat di Jakarta, Rabu (20/6).
“Plastik adalah bahan yang sekali diproduksi sangat sulit terurai, dan tentu saja itu berdampak buruk buat lingkungan. Harus diakui masyarakat kita sekarang penggunaannya sangat berlebihan,” ujar Hikmat.
Ia menambahkan, Greenpeace Filipina dan Thailand juga telah memulai kegiatan serupa, yaitu pengurangan kantong plastik, bahan kertas dan penghematan energi (listrik) di negaranya masing-masing.
“Diet kantong plastik ini membuktikan siapapun bisa jadi penyelamat lingkungan, bisa dimulai dari kehidupannya sehari-hari. Warga sudah dapat berkontribusi bagi lingkungan lewat tiga hal, yakni (mengurangi) penggunaan jumlah kantong plastik , hemat kertas dan hemat listrik,” ujarnya.
Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo mengakui bahwa masalah pencemaran akibat sampah dan limbah perkotaan menjadi pekerjaan yang mesti ditangani serius pemerintahannya.
“Problem sampah dan limbah, (termasuk) pencemaran teluk Jakarta misalnya. Masalah yang paling utama adalah bagaimana mengubah pola pikir dan perilaku warga agar lebih ramah lingkungan,” kata Fauzi.
Beberapa warga menyatakan ikut serta terlibat aktif dalam kampanye Diet Kantong Plastik di Jakarta. Sukma Ibrahim, 33, mengatakan ia selalu membawa tas khusus dari rumah jika berbelanja supaya tidak menggunakan kantong plastik.
“Cara-cara ramah lingkungan sekecil apapun akan bermanfaat buat Indonesia. Kalau tidak kita mulai dari sekarang, kita tingkatkan kepedulian terhadap lingkungan , Indonesia makin hancur,” ujar karyawan swasta tersebut.
Sejak ditemukannya bahan baku plastik (poliolefin atau polivinil klorida) pada abad 19, penggunaan plastik sebagai bahan pendukung aktivitas manusia secara terus menerus dikembangkan. Penggunaan plastik mewarnai hampir di setiap lini kehidupan, mulai dari bahan pendukung komponen alat berat seperti kendaraan, hingga material sederhana seperti kantong plastik.
Sebuah survei baru-baru ini yang dipublikasikan oleh jaringan organisasi lingkungan menyebutkan, setiap orang yang tinggal di Jakarta rata-rata menghasilkan sampah 0,8 kilogram per hari. Dengan jumlah penduduk hampir sembilan juta jiwa, maka jumlah sampah DKI mencapai sekitar tujuh juta ton per hari, dan sebagian besar sampah tersebut berbahan plastik.
Kampanye diet kantung plastik, pernah dipopulerkan dalam Aksi “HEADBAG Mob” di Jakarta, dirintis oleh kaum muda pegiat lingkungan Greenaration Indonesia (Generasi Hijau Indonesia) pada awal 2010. Namun baru pada Mei 2012 lalu, gerakan massal skala nasional kembali digiatkan di Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Sumatera, Jawa dan Bali.
Kampanye ini diinisiasi beberapa organisasi lingkungan, antara lain Green Student Movement – WALHI Jakarta, Eksekutif Nasional WALHI (Wahana Lingkungan Hidup Indonesia), Komunitas Earth Hour Indonesia di dukung perusahaan swasta dan Komunitas Pers Kampus, Universitas Trisakti Jakarta.
Diet kantong plastik menganjurkan pada setiap orang untuk membawa tas belanja sendiri. Harapan dari aksi lanjutan para aktivis ini, terciptanya perilaku bijak dalam menggunakan tas pakai ulang (reusable bag) agar jumlah sampah plastik yang dihasilkan dapat berkurang secara signifikan.
Dalam sebuah risetnya di ibukota, Greeneration Indonesia (GI) pada 2009 menyebutkan, sebanyak 73 persen masyarakat telah memiliki tas yang dapat digunakan berulang kali sebagai pengganti kantong plastik, namun 79 persen dari mereka tidak membawanya pada saat berbelanja.
Alasan warga tidak membawa tas belanja tersebut, 63 persen karena lupa dan 15 persen lainnya karena malas. Berdasarkan riset GI di tahun yang sama, setiap orang selama setahun menghasilkan sampah 700 kantong plastik.
Sampai saat ini ada lima kota di dunia yang telah melarang penggunaan kantong plastik: Dhaka di Bangladesh (mulai 2002); Oyster Bay, Australia (2004); San Francisco pada 2007, menjadikannya kota pertama di AS yang melarang penggunaan kantong plastik; Mexico City (2010); dan Los Angeles (Mei 2012).