Presiden Joko Widodo mengungkapkan bahwa pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) menjadi salah satu pilar penting bagi Indonesia untuk menjadi bangsa yang lebih beradab, tangguh dan maju.
Demi mewujudkan hal tersebut, Presiden mengatakan bahwa pemerintah tidak pernah berhenti berusaha menuntaskan berbagai pelanggaran HAM. termasuk pelanggaran HAM pada masa lalu.
“Melalui Menkopolhukam saya telah menugaskan agar penyelesaian masalah (HAM) masa lalu terus dilanjutkan yang hasilnya bisa diterima semua pihak serta diterima di dunia internasional,” ungkap Jokowi dalam acara Peringatan Hari HAM Internasional, di Jakarta, Kamis (10/12).
Menurutnya, komitmen kuat pemerintah dalam menegakkan HAM di tanah air dituangkan dalam rencana aksi nasional HAM (Ranham) 2020-2025 di mana hak sipil, politik, ekonomi, sosial serta budaya harus dilindungi secara berimbang, dan tidak ada satupun yang terabaikan.
Dalam situasi pandemi COVID-19 ujar Jokowi, pemerintah juga terus berusaha agar masyarakat tetap mendapatkan hak-hak tersebut. “Kita harus menjaga agar tidak memperburuk pemenuhan hak asasi masyarakat,” katanya.
Jokowi menyoroti kebebasan beribadah yang masih menghadapi kendala di beberapa daerah di Indonesia. Ia meminta pemerintah pusat dan daerah bisa berperan lebih aktif dalam menyelesaikan masalah ini secara damai dan bijak.
“Pembangunan infrastruktur juga harus kita dedikasikan sebagai prasarana untuk pemenuhan HAM dengan menjamin keterjangkauan hak mobilitas kesehatan, hak pangan dan hak kebutuhan dasar yang merata, termasuk bahan bakar satu harga,” paparnya.
Terkait pembangunan sumber daya manusia (SDM), pihaknya akan memastikan penurunan kasus stunting terus ditingkatkan. Pemerintah pun berupaya memperluas akses pendidikan demi terpenuhinya hak atas pendidikan bagi seluruh warga negara Indonesia.
“Mari kita semuanya berperan aktif untuk menghormati hak pihak lain dan menjadi penanggung jawab atas terpenuhinya hak pihak lain, dengan meningkatkan penghormatan perlindungan dan pemenuhan HAM, maka kita menjadi bangsa yang lebih beradab tangguh dan maju,” tegasnya.
Komnas HAM: Tidak Boleh Ada Pihak yang Hilangkan Kemerdekaan Orang Lain
Dalam kesempatan yang sama Ketua Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Ahmad Taufan Damanik mengatakan Indonesia mempunyai tantangan ke depan untuk senantiasa memperkuat sistem demokrasi serta nilai-nilai HAM, tidak hanya dalam sistem bernegara, namun juga di dalam sistem kemasyarakatan. Maka dari itu, ia menegaskan, bahwa tidak ada satu orang pun yang berhak merampas kemerdekaan orang lain di negeri ini.
“Kita tidak boleh membiarkan ada pihak tertentu yang menghalangi atau menghilangkan kemerdekaan orang demi orang di negeri merdeka ini. Tidak boleh kita biarkan ada orang yang mengalami kekerasan, kehilangan hak-hak dasarnya , mengalami perendahan martabat, dan diperlakukan tidak adil di bidang politik, hukum, ekonomi, sosial dan budaya,” ungkap Ahmad.
Lanjutnya, asas kesetaraan dan keadilan diperlukan untuk dapat mewujudkan itu semua. Ia juga berpesan kepada pemerintah bahwa seluruh regulasi dan kebijakan yang dibuat harus ditata sedemikian rupa agar tetap menghormati kedua asas tersebut.
Selain itu, menurutnya Indonesia harus bisa menumbuhkan semangat solidaritas kebangsaan yang menurut pengamatannya, sudah sering dilupakan dalam beberapa waktu terakhir ini..
YLBHI: Pelanggaran HAM Tensinya Terus Meningkat
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati mencatat tidak ada perkembangan signifikan dalam catatan HAM Indonesia. Menurutnya, kasus-kasus pelanggaran HAM malah meningkat
“Pembungkaman kebebasan berpendapat terus meningkat, perampasan hak-hak masyarakat akan ruang hidup semakin masif. Maka 2020 pasti akan meningkat terus apalagi sudah UU 11 2020 dan UU ini adalah akselerator utama dari tiga unsur orde baru itu,” jelas Asfinawati.
Ia mencatat ada tiga unsur dari orde baru yang membuat pelanggaran HAM semakin banyak terjadi pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo. Pertama adalah proyek mercusuar, yang mana berbagai proyek-proyek strategis nasional yang dilaksanakan oleh pemerintah saat ini menimbulkan berbagai konflik dengan masyarakat.
“Akan ada PLTU 56 proyek, Smelter 16 proyek, dan ada juga instalasi pengolahan sampah jadi energi enam proyek. Itu mengerikan sekali, sampah akan dibakar, dan pasti sehebat-hebatnya penanganan akan ada uap kotor yang menguap dan ini akan menimbulkan eksploitasi, ancaman pencemaran udara, air, laut dan tanah, sehingga berpotensi konflik dengan masyarakat seperti yang sudah terjadi selama ini tapi akan lebih masif lagi,” jelasnya.
Kedua, adalah stabilitas keamanan, di mana pemerintah menggunakan aparat penegak hukum seperti kepolisian untuk melindungi keberlangsungan mega proyek yang cenderung menguntungkan industri ketimbang rakyat. Akibatnya, ujar Asfinawati, muncul dwi fungsi aparat keamanan.
Ketiga, adalah pelemahan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya, dari sisi kinerja, KPK mengalami penurunan. Hingga Desember 2020, KPK hanya menggelar tujuh operasi tangkap tangan (OTT), jauh lebih rendah dibanding tahun sebelumnya yang mencapai 21.
Karena berbagai alasan tersebut, ia pun mengajak kepada masyarakat untuk melakukan mosi tidak percaya kepada pemerintah.
“Pilihannya tidak ada lain bagi kami. Ini bukan saat kita untuk berjabat tangan dengan Presiden dan jajarannya, karena mereka sudah terbukti berkali-kali mengkhianati amanat rakyat. Mereka juga berkali-kali menunjukkan meminta pendapat, tapi pendapat secara formil hanya untuk menunjukkan saya sudah berbicara dengan masyarakat dan kami cukup demokratis," imbuh Asfinawati.
"Tapi secara substansial dari segi waktu pemanggilannya itu tidak pernah ada. Dan yang lebih penting suara kita tidak pernah didengar, jumlah masyarakat yang meninggal dan juga jumlah orang yang dikriminalisasi, di tangkap tidak akan menggoyahkan pemerintah karena memang mereka ada dibalik itu semua,” pungkasnya. [gi/ab]