Ribuan aktivis pro-demokrasi berbaju hitam berjalan dalam diam di Hong Kong pada Minggu (14/9), memegang spanduk hitam yang mengekspresikan rasa dikhianati dan marah atas penolakan Beijing untuk mengizinkan pemilihan umum demokratis untuk menentukan kepala eksekutif kota berikutnya itu pada 2017.
Para demonstran, yang membawa kain hitam raksasa melewati jalanan, juga memegang poster-poster yang menyerukan ketidakpatuhan sipil dan menyemangati para mahasiswa/i yang berencana memboikot kuliah.
"Okupasi Central dengan cinta dan perdamaian!", "Dukung mahasiswa memboikot kuliah!" dan "Beijing telah melanggar kepercayaan kita! Hak pilih universal tidak dapat diharapkan" adalah tulisan-tulisan diantara poster-poster tersebut.
Puluhan demonstran pro-pemerintah berkumpul dekat spanduk-spanduk itu dan memaki-maki para aktivis demokrasi dan mahasiswa.
"Para mahasiswa seharusnya fokus belajar," seru Pok Chun-chung, seorang penyelenggara gerakan pro-pemerintah "Protect Hong Kong."
Protes tetap damai dan polisi berjaga-jaga. Para penyelenggara memperkirakan ada sekitar 4.000 orang berbaris di puncak protes. Polisi memperkirakan ada 1.860 orang.
Demonstrasi Minggu merupakan yang terbaru dalam konfrontasi antara aktivis pro-demokrasi dan pasukan pro-pemerintah mengenai sejauh mana Hong Kong dapat melangkah dengan reformasi demokratis.
Bekas koloni Inggris, Hong Kong dikembalikan ke kekuasaan komunis China pada 1997 dengan bentuk pemerintahan "satu negara, dua sistem". Wilayah itu diberi otonomi yang luas, termasuk janji "hak pilih."
Namun Beijing musim panas ini menyatakan tidak akan memperbolehkan pemilihan umum demokratis secara penuh.
Para aktivis pro-demokrasi mengatakan keputusan China untuk mengontrol secara kuat pemilu 2017 akan membuat Hong Kong berisiko memiliki demokrasi "palsu."