Kelompok HAM Amnesty International mengatakan pemerintah Afghanistan tidak melakukan apapun untuk menghentikan tren meningkatnya kekerasan, penganiayaan seksual dan pembunuhan yang menargetkan aktivis hak-hak perempuan di negara itu.
"Sementara Taliban bertanggung jawab atas kebanyakan serangan terhadap aktivis perempuan, pejabat pemerintah ataupun komandan lokal yang berkuasa dengan dukungan pemerintah semakin sering terlibat dalam kekerasan dan ancaman terhadap perempuan," menurut Amnesty International dalam laporan berjudul "Their Lives On The Line," (Hidup Mereka dalam Bahaya) yang diluncurkan di Kabul, Selasa.
Mereka yang menghadapi ancaman dan kekerasan antara lain para aktivis, politisi, pengacara, jurnalis dan guru. Bahkan polisi perempuan pun tidak kebal dari ancaman, dan sering menghadapi pelecehan seksual dan penindasan yang hampir selalu tidak pernah mendapat sanksi, menurut laporan.
Laporan Amnesty mencatat berbagai negara telah mencurahkan ratusan juta dolar untuk proyek-proyek yang mendukung hak asasi perempuan sejak 2001 tapi hasilnya belum tampak.
Amnesty International mengatakan para penelitinya mewawancara lebih dari 50 aktivis perempuan dan anggota keluarganya di berbagai penjuru Afghanistan dan menemukan pola-pola konsisten di mana pihak berwenang tidak menghiraukan atau menolak untuk menanggapi secara serius ancaman terhadap perempuan.
Laporan juga mencatat bahwa jumlah kasus yang diselidiki aparat hanya sedikit, sementara tuntutan dan penjatuhan hukuman jauh lebih langka. Dalam banyak kasus, aktivis perempuan yang melaporkan kekerasan justru semakin terancam bahaya.
"Aktivis pembela hak-hak terkena bom mobil, serangan granat di rumah mereka, keluarganya dibunuh dan menjadi target pembunuhan. Banyak yang melanjutkan pekerjaan mereka setelah diserang, walaupun mereka tahu tidak ada tindakan yang akan diambil terhadap pelaku," tulis Amnesty.
"Sangat luar biasa bahwa aparat Afghan membiarkan mereka membela diri mereka sendiri, dengan situasi lebih bahaya daripada sebelumnya," laporan mengutip Salil Shetty, Sekjen Amnesty International.
"Dengan pengunduran diri pasukan (internasional) hampir tuntas, banyak pihak tak lagi menggubris Afghanistan. Kita tidak dapat begitu saha mengabaikan negara ini dan mereka yang mempertaruhkan nyawa mereka untuk membela HAM, termasuk hak-hak perempuan."
Peneliti Amnesty di Afghanistan, Horia Mosadiq, mengatakan kepada VOA mereka telah bertemu dengan Presiden Ashraf Ghani dan Kepala Eksekutif Abdullah Abdullah untuk menginformasikan mereka situasi bahaya yang dihadapi para pejuang hak-hak perempuan tapi belum ada langkah-langkah yang dilakukan untuk melindungi mereka yang berjuang bagi kemajuan yang dicapai Afghanistan dalam beberapa tahun terakhir.
Ia mengatakan sudah ada kerangka hukum untuk melindungi perempuan di Afghanistan tapi kurangnya implementasi dan pengawasan menjadikan hukum yang ada sia-sia.
Mosadiq khawatir para pejuang hak-hak perempuan akan menghadapi meningkatnya kekerasan di tengah pengunduran diri militer internasional, meningkatnya frekuensi serangan Taliban dan munculnya pergerakan kelompok Negara Islam (ISIS) di Afghanistan.
"Semua ini sayangnya bukan sinyal baik bagi masa depan Afghanistan dan lebih khususnya bagi perlindungan pejuang hak perempuan. Kami sangat prihatin bahwa bila langkah-langkah konkrit tidak diambil, situasi akan semakin parah dalam bulan-bulan dan tahun-tahun ke depan," katanya.