Tautan-tautan Akses

Amnesty Desak Uni Eropa Hentikan Pemulangan Migran ke Libya


Para migran turun di pelabuhan Roccella Jonica, wilayah Calabria, Italia selatan, Minggu dini hari, 14 November 2021. (AP/Alessandra Tarantino)
Para migran turun di pelabuhan Roccella Jonica, wilayah Calabria, Italia selatan, Minggu dini hari, 14 November 2021. (AP/Alessandra Tarantino)

Amnesty International, Senin (31/1), mendesak Uni Eropa untuk membatalkan kesepakatan migrasinya dengan Libya. Kelompok HAM terkemuka itu mengatakan, pendekatan tersebut seperti membantu mengembalikan migran ke kondisi yang sangat memprihatinkan di negara Afrika Utara itu.

Amnesty International mengatakan dalam sebuah pernyataan, lebih dari 82.000 migran dicegat dan dikembalikan ke Libya dalam lima tahun terakhir sejak Uni Eropa memulai kerja samanya dengan pihak berwenang Libya untuk memblokir para migran mencapai pantai Eropa.

Banyak dari mereka yang telah dikembalikan ke Libya termasuk perempuan dan anak-anak, ditahan di pusat-pusat penahanan yang dikelola pemerintah di mana mereka mengalami pelecehan, termasuk penyiksaan, pemerkosaan dan pemerasan, kata kelompok itu. Sejumlah migran lainnya “dihilangkan” secara paksa, kata Amnesty.

“Kerja sama para pemimpin Uni Eropa dengan otoritas Libya membuat orang-orang yang putus asa terjebak dalam kengerian yang tak terbayangkan di Libya,'' kata Matteo de Bellis, seorang peneliti migrasi di Amnesty International. ''Sudah saatnya untuk mengakhiri pendekatan tidak berperasaan ini.''

Para migran di atas kapal kayu yang penuh sesak di Laut Mediterania Tengah antara Afrika Utara dan pulau Lampedusa Italia, 2 Oktober 2021, terlihat dari atas pesawat kemanusiaan Seabird. (AP)
Para migran di atas kapal kayu yang penuh sesak di Laut Mediterania Tengah antara Afrika Utara dan pulau Lampedusa Italia, 2 Oktober 2021, terlihat dari atas pesawat kemanusiaan Seabird. (AP)

Libya terjerumus ke dalam kekacauan setelah pemberontakan 2011 yang didukung NATO yang menggulingkan dan membunuh diktator Moammar Gadhafi. Negara Afrika Utara tersebut sejak itu menjadi rute populer menuju Eropa bagi mereka yang melarikan diri dari kemiskinan dan konflik di Afrika dan Timur Tengah.

Para penyelundup manusia mendapat keuntungan dari kekacauan di negara kaya minyak itu. Mereka menyelundupkan migran melalui perbatasan panjang negara itu dengan enam negara. Mereka mengangkut para migran yang putus asa dengan perahu-perahu karet untuk menempuh perjalanan berbahaya melintasi Laut Tengah.

Dalam beberapa tahun terakhir, Uni Eropa mempercepat upaya untuk membendung arus migran melalui Libya. Sekitar 455 juta euro ($516 juta) telah dialokasikan untuk Libya sejak 2015 melalui Dana Perwalian Uni Eropa untuk Afrika, dan sejumlah besar di antaranya telah digunakan untuk membiayai urusan migrasi dan pengelolaan perbatasan.

Dana Uni Eropa itu, yang sebagian besar disalurkan melalui Italia, telah digunakan untuk melatih para staf dan memperbarui perahu-perahu otoritas Libya. Garda pantai Libya juga menerima bantuan telepon satelit dan seragam, serta akan mendapatkan tiga kapal patroli baru dalam dua tahun ke depan.

Tim penyelidik yang ditugaskan PBB mengatakan pada Oktober lalu bahwa pelecehan dan perlakuan buruk terhadap para migran di laut, di pusat-pusat penahanan dan di tangan para pedagang di Libya merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Amnesty mengatakan pemerintah Libya saat ini terus memfasilitasi pelanggaran lebih lanjut dan memperkuat impunitas. Kelompok ini merujuk pada penunjukan Mohammed Al-Khoja bulan lalu, seorang pemimpin milisi yang terlibat dalam pelanggaran terhadap migran, untuk mengepalai Departemen Pemberantasan Migrasi Ilegal, yang mengawasi pusat-pusat penahanan. [ab/uh]

XS
SM
MD
LG