Tautan-tautan Akses

Amnesty Internasional: Ribuan Pengungsi Rohingya Diperkirakan Tewas di Laut Tahun Ini


Seorang migran Rohingya di tempat penampungan sementara di Kuala Langsa, Aceh, membawa piring kotor yang digunakan setelah makan utuk dicuci (Foto: dok).
Seorang migran Rohingya di tempat penampungan sementara di Kuala Langsa, Aceh, membawa piring kotor yang digunakan setelah makan utuk dicuci (Foto: dok).

Tahun ini Thailand berusaha memberantas jaringan penyelundupan setelah ditemukan kuburan massal di hutan dekat tempat-tempat yang diduga dijadikan kamp orang-orang yang diselundupkan di dekat perbatasan Thailand-Malaysia.

Organisasi HAM Amnesty International mengatakan wawancara yang dilakukannya mengindikasikan bahwa ratusan, mungkin ribuan pengungsi dan migran telah binasa di laut, melampaui perkiraan semula dan jauh lebih tinggi daripada perkiraan PBB, yakni 370 orang.

Anna Shea adalah peneliti untuk hak-hak pengungsi dan migran yang bekerja untuk Amnesty International di London.

“Kekejaman yang dilakukan terhadap mereka oleh awak kapal sangat tidak terbayangkan, termasuk anak-anak yang berbicara dengan saya tentang pengalaman dipukuli berkali-kali dalam sehari, atau dilemparkan ke laut dan dibiarkan berada di laut selama berjam-jam. Sebagian dari mereka tenggelam, sebagian lagi selamat. Sungguh skala kekejaman yang parah dan mengerikan,” kata Anna Shea.

Laporan Amnesty International itu diterbitkan sementara musim berlayar kini mulai lagi di Teluk Benggala dan Laut Andaman.

Sejauh ini belum ada konfirmasi mengenai eksodus baru dalam jumlah yang signifikan setelah akhir musim hujan, tetapi berbagai sumber mengatakan kepada VOA bahwa dua kapal kecil yang membawa beberapa ratus orang baru-baru ini telah berhasil melakukan perjalanan ke Malaysia dari Chittagong di Bangladesh dan dari Maungdaw Selatan di negara bagian Arakan, Myanmar.

Namun para pengamat mengatakan mereka memperkirakan akan ada lebih banyak perahu yang melakukan perjalanan berbahaya dalam minggu-minggu mendatang, walaupun mungkin tidak dalam jumlah seperti yang terlihat awal tahun ini ketika sekitar 13.000 orang melarikan diri dari penindasan di Myanmar. Sebagian dari mereka adalah migran ekonomi dari Bangladesh.

Tahun ini Thailand berusaha memberantas jaringan penyelundupan setelah ditemukan kuburan massal di hutan dekat tempat-tempat yang diduga dijadikan kamp orang-orang yang diselundupkan di dekat perbatasan Thailand-Malaysia.

Akibat penutupan kamp-kamp transit itu, para penyelundup meninggalkan kapal-kapal mereka yang penuh ribuan migran yang kurang gizi di tengah laut, daripada berisiko tertangkap jika merapat ke pantai.

"Banyak di antara orang-orang Rohingya itu sedang “dalam perjalanan untuk diselundupkan,” ujar Shea.

“Banyak di antara mereka membayar biaya yang sangat murah dan sebagian sama sekali tidak membayar untuk naik kapal mereka yang mengisyaratkan bahwa awak kapal akan minta uang dengan cara lain. Ada jaringan besar perdagangan manusia yang mengalami kerja paksa di kawasan ini. Sesungguhnya banyak orang sering diperbudak dalam industri perikanan Thailand,” lanjut.

Pada akhir Mei lalu 17 negara menghadiri pertemuan di Bangkok untuk membahas krisis kemanusiaan akibat penyelundupan manusia itu. Tidak dicapai kesepakatan regional dari pertemuan itu, meskipun Indonesia dan Malaysia mengatakan akan terus memberikan bantuan dan penampungan sementara bagi ribuan migran jika mereka dimukimkan di negara lain atau dipulangkan dalam waktu satu tahun. [uh]

XS
SM
MD
LG