Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid menilai pemerintah di berbagai negara gagal dalam memberikan perlindungan terhadap pekerja kesehatan dari ancaman corona atau Covid-19. Amnesty Internasional mencatat ada lebih dari tiga ribu pekerja kesehatan yang meninggal akibat corona hingga 5 Juni 2020, sementara Badan Perawat Internasional (International Council of Nurses) melaporkan, setidaknya ada 230 ribu pekerja kesehatan yang tertular corona.
"Kami mendesak agar negara memastikan bahwa para pekerja kesehatan, baik itu rumah sakit maupun rumah sakit swasta itu menyediakan seluruh perlengkapan kesehatan yang esensial buat mereka selama masa pandemi belum berakhir. Dan harus dengan standar internasional," jelas Usman Hamid dalam konferensi pers online, Senin (13/7).
Berdasarkan pantauan Amnesty International, negara-negara dengan jumlah kematian petugas kesehatan tertinggi antara lain Amerika Serikat (507 orang), Rusia (545 orang), Inggris (540 orang) dan Brazil (351 orang). Sementara di Indonesia terdapat 89 tenaga kesehatan yang meninggal dan 878 tenaga kesehatan terinfeksi virus corona. Angka-angka tersebut diperkirakan jauh lebih rendah dari jumlah sebenarnya di lapangan.
Amnesty International juga menyoroti kurangnya alat pelindung diri (APD) di 63 negara yang disurvei. Menurut laporan Amnesty, dokter di Kota Meksiko menuturkan bahwa rata-rata dokter di sana menghabiskan 12 persen dari gaji bulanan untuk membeli APD sendiri.
Kondisi ini kemudian diperparah oleh pembatasan perdagangan di sejumlah negara. Sejak Juni 2020, 56 negara dan dua blok dagang yakni Uni Eropa dan Uni Ekonomi Eurasia telah memberlakukan pelarangan dan pembatasan ekspor APD beserta komponen-komponennya.
"Kondisi kesehatan yang menjadi masalah pekerja kesehatan juga menyangkut kesehatan mental mereka. Jadi ada banyak laporan yang kami temukan bahwa jumlah pasien dan tenaga kesehatan yang melaporkan masalah kesehatan mental terus meningkat," tambah Usman.
Amnesty International juga mencatat adanya mogok kerja dan protes yang dilakukan pekerja kesehatan atas kondisi kerja yang tidak aman di 31 negara. Namun, protes tersebut mendapat respon yang negatif dari otoritas negara. Antara lain penahanan terhadap sembilan tenaga medis di Mesir dan pembubaran protes damai yang mengecam perusahaan penyedia jasa kebersihan rumah sakit di Malaysia.
Para pekerja medis juga tidak mendapat upah yang layak dan dalam beberapa kasus tidak diberi upah seperti yang terjadi di Sudan dan Guatemala. Mereka juga mendapat stigma dan tindak kekerasan karena pekerjaan mereka. Di Indonesia tercatat ada 15 kasus diskriminasi dengan 214 korban tenaga medis mulai dari penolakan tempat tinggal, pemakaman, hingga kekerasan terhadap mereka.
Keluhan Tenaga Kesehatan Indonesia
Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia Harif Fadhillah memperkirakan ada sekitar 400 perawat yang terinfeksi corona. Kendati demikian, ia tidak memiliki data yang valid soal penyebab penularan corona terhadap para pekerja kesehatan. Ia juga mengeluhkan sulitnya mendapat tes secara periodik bagi pekerja kesehatan. Akibatnya, para pekerja kesehatan tidak dapat mengetahui secara pasti status kesehatan mereka.
"Apabila tenaga kesehatan terinfeksi maka bahayanya lebih besar, jika tidak dilakukan pengelolaan dengan baik. Dia akan tetap bekerja maka akan menjadi sumber penularan bagi yang lainnya," jelas Harif.
Harif menambahkan keluhan kurangnya APD juga masih ditemui di rumah sakit swasta, puskesmas dan klinik-klinik. Sementara Co-Founder LaporCovid-19.org, Ahmad Arif menyoroti melemahnya kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya corona. Menurutnya, salah satu penyebabnya adalah masifnya kampanye kelaziman baru (new normal) yang diterapkan pemerintah.
"Ini ada kesalahan komunikasi risiko yang dibangun pemerintah. Kampanye new normal yang begitu sukses membuat masyarakat masuk euforia tapi abai dengan norma baru seperti cuci tangan dan jaga jarak," jelas Arif.
Arif mengingatkan pemerintah agar memperhatikan potensi risiko penularan terhadap kelompok rentan dari masyarakat miskin. Menurutnya, kegagalan pemerintah dalam pemberian jaminan sosial ekonomi kepada kelompok rentan akan mendorong mereka untuk mengabaikan kesehatan. Akibatnya penanganan terhadap virus corona di Indonesia tidak akan tuntas dan korban dari masyarakat miskin lebih besar. [sm/ab]