Pengucapan sumpah setia14 anggota Keluarga Besar Harokah Islam beserta eks Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), dan mantan Negara Islam Indonesia (NII) tersebut disaksikan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto di kantornya di Jakarta.
Sarjono Kartosuwiryo selaku putra tokoh utama DI/TII-NII Sekarmaji Marinan Kartosuwiryo, memimpin pengucapan sumpah setia tersebut diikuti 13 orang lainnya, yakni Dadang Fathurrahman, Aceng Mi’rah Mujahidin, Yudi Muhammad Auliya, Yana Suryana, Deden Hasbullah, Ahmad Icang Rohiman, Mamat Rohimat, Dadang Darmawan, Eko Hery Sudibyo, Cepi Ardiyansyah, Nandang Syuhada, Deris Andrian, dan Ali Abdul Adhim.
“Kami keluarga besar Harokah Islam Indonesia beserta eks Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), dan eks Negara Islam Indonesia (NII) beserta segenap pendukungnya dengan ini berikrar: Satu, berpegang teguh kepada Pancasila dan UUD 1945. Dua, setia kepada Negara Kesatuan Republik Indonesia dengan semboyan Bhinneka Tunggal Ika," kata Sarjono.
Pada poin ketiga, Sarjono dan ke-13 orang itu berikrar menjaga persatuan dalam masyarakat majemuk agar tercipta keharmonisan, toleransi, kerukunan dan perdamaian untuk mencapai tujuan nasional. Keempat, mereka menolak organisasi dan aktivitas yang bertentangan dengan Pancasila. Kelima, mereka bersumpah akan meningkatkan kesadaran bela negara dengan mengajak komponen masyarakat untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
Usai mengucapkan janji setia kepada NKRI, Pancasila, dan UUD 1945, 14 anggota Harokah Islam Indonesia, eks anggota DI/TII, dan mantan anggota NII kemudian melakukan aksi cium bendera merah putih diiringi oleh lagu Indonesia Raya. Selanjutnya Wiranto pun langsung menandatangani surat ikrar para eks penentang NKRI ini.
Ditemui usai mengucap ikrar, Sarjono mengungkapkan alasannya baru hari ini mengucap sumpah setia kepada Pancasila dan NKRI. Pasalnya keputusan seperti ini harus banyak mendapat dukungan sehingga memakan waktu lama.
Sarjono mengungkapkan,akibat buruk dari perjuangan ayahnya yang berusaha mendirikan NII tidak hanya dirasakan dirinya, tapi juga anak dan cucunya. Dia mengaku masih butuh bantuan dari pemerintah untuk keberlangsungan hidup ke depannya.
"Saya tidak bisa menilai sesuatu hal yang baik atau buruk. Itu bukan hak saya. Itu nanti Allah yang memutuskan. Tetapi saya menerima akibat yang buruk daripada perpecahan. Sekarang orang-orang yang mulai mengadakan perlawanan baik itu apapun bentuknya, itu berakibat kepada anak dan keluarganya. Bapaknya meninggal udah selesai, anaknya anak yatim siapa yang ngurus? Kita yang ngurus yang ditinggalkan. Itu kan jadi masalah pendidikannya. Itu kalau satu coba kalau ada seribu yang begitu, waduh repot," ujar sarjono.
Di sisi lain, Sarjono tidak takut disebut pengkhianat karena tidak melanjutkan perjuangan ayahnya membentuk Negara Islam di Indonesia. Baginya, perjuangan setiap saat bisa berubah.
Sarjono juga tak akan memperdulikan pendapat anggota keluarga lainnya. Dia akan fokus untuk mengajak sekitar dua juta anggota DI/TII lainnya untuk kembali ke pangkuan ibu pertiwi. Dia akan menggelar komunikasi secara rutin dengan mereka.
Wiranto menyebut pengucapan sumpah setia kepada Pancasila dan NKRI oleh orang-orang berpaham ekstremis tersebut merupakan momen yang telah ditunggu-tunggu. Dia menilai peristiwa ini mengharukan sekaligus membanggakan.
Menurut Wiranto,persatuan adalah syarat mutlak Indonesia bisa merdeka, bertahan, membangun, dan bersaing dengan negara-negara lain. Dia menekankan momen itu juga merupakan tonggak bersejarah dan hadiah bagi ulang tahun kemerdekaan Indonesia ke-74.
"Dengan adanya keikhlasan untuk sumpah setia tadi, paling tidak sudah mengurangi ancaman-ancaman yang mengancam keutuhan kita sebagai bangsa dan negara Indonesia," ujar Wiranto.
Menkopolhukam Wiranto jugameminta seluruh mantan anggota DI/TII dan eks anggota NII yang sudah sadar bisa terus menggelorakan sumpah setia kepada NKRI. Ia berharap, langkah itu akan menyadarkan para anggota lainnya yang masih berusaha mengganti ideologi Indonesia dan bermimpi mengubah NKRI menjadi negara dalam bentuk yang lain. [fw/ft]