Tautan-tautan Akses

Analis: AS ‘Tinggalkan’ Timur Tengah adalah Mitos


Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken (kanan) dan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi (kiri) tiba untuk konferensi pers menjelang pertemuan di Departemen Luar Negeri AS di Washington, 10 Mei 2021.
Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken (kanan) dan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi (kiri) tiba untuk konferensi pers menjelang pertemuan di Departemen Luar Negeri AS di Washington, 10 Mei 2021.

Sebagian analis di Timur Tengah berpendapat, kekhawatiran akan cepatnya modernisasi militer China dan persaingan teknologi, menarik perhatian AS dari kawasan itu. Walau AS mungkin bukan satu-satunya pemain global di sana, analis lain mengatakan ‘perginya’ AS dari Timur Tengah hanyalah mitos.

Analis melihat masalah keamanan dan energi, Israel, dan ancaman nuklir Iran sebagai masalah utama kebijakan Amerika di Timur Tengah.

James Phillips dari Heritage Foundation yang berbasis di Washington dan analis lain melihat Amerika sedang mendesak sekutu regional untuk memikul lebih banyak tanggung jawab atas pertahanan mereka sendiri. “Negara-negara Teluk Arab yang cemas sedang mencari perlindungan dan mengembangkan hubungan yang lebih dekat dengan China dan Rusia; Iran dan Turki menguasai bagian-bagian Irak dan Suriah, dua negara yang gagal,” kata Philips dalam laporan GIS.

Analis lain, Jennifer Kavanagh, cendekiawan senior di Carnegie Endowment for International Peace, berpendapat meskipun kehadiran personil keamanan Amerika lebih rendah daripada ketika puncak perang Irak, terdapat sekitar “30.000 hingga 40.000 tentara Amerika di wilayah tersebut.

Selain itu terdapat puluhan pangkalan militer, termasuk beberapa fasilitas besar militer, dan persediaan yang sudah siap. Bantuan pasukan keamanan sangat luas di wilayah itu.” Pada seminar Carnegie, ia mengingatkan bahwa, “sekitar 54 persen penjualan senjata ke Timur Tengah berasal dari Amerika.”

“Amerika belum sepenuhnya menarik diri dari peran diplomatik. Ada penyesuaian baru dalam keamanan. Salah satu perubahan terbesar adalah Rusia dan China memainkan peran yang lebih besar. Ini bukan tentang keluarnya Amerika tetapi tentang pergeseran relatif kekuatan. Amerika kini menempatkan lebih banyak kekuatan di wilayah tersebut. Namun, dalam beberapa dimensi, mereka sebenarnya melakukan lebih banyak,” jelasnya.

Menurut Kavanagh, kehadiran militer konvensional China di Timur Tengah sangat kecil, tetapi kegiatan ekonominya sangat besar. Rusia sejak dulu menempatkan militernya di Suriah, tetapi tidak mampu memenuhi kesepakatan senjata karena sedang berperang dengan Ukraina.

Analis: AS ‘Tinggalkan’ Timur Tengah adalah Mitos
mohon tunggu

No media source currently available

0:00 0:03:59 0:00

Analis lain, Frederic Wehrey, yang juga cendekiawan senior di Carnegie Endowment for International Peace, mengatakan dalam seminar tersebut bahwa meskipun China memiliki “jangkauan dan pengaruh di kawasan, itu tidak seharusnya dibesar-besarkan.”

“China dan Rusia memang menawarkan sesuatu ke negara-negara di kawasan itu. Ini melengkapi, bukan menggantikan peran Amerika. Bisakah kekuatan luar ini benar-benar menawarkan jaminan keamanan untuk pertahanan mitra mereka seperti yang telah disediakan Amerika? Jawabannya adalah tidak. Mereka tidak memiliki kemampuan atau kemauan. Perjanjian China tidak mengikat. Amerika masih memenuhi peran utama keamanan,”terangnya.

Analis lain, F. Gregory Gause, ketua hubungan internasional di Bush School of Government and Public Service di Texas A&M University, berpendapat, “perdebatan tentang kebijakan Amerika di Timur Tengah perlu menjauh dari abstraksi seperti “komitmen” versus “penarikan” dan mencari tahu kepentingan apa di Timur Tengah yang membenarkan kehadiran kekuatan militer Amerika dan ancaman apa yang membenarkan penggunaannya.

Pendapatnya menjadi lebih relevan sementara negara-negara Teluk Arab memuluskan pemulihan hubungan mereka dengan musuh bebuyutan Iran dalam kesepakatan baru yang ditengahi China. [ka/lt]

Forum

XS
SM
MD
LG