Ketika Presiden AS Joe Biden menyampaikan pidato kenegaraan - atau yang biasa disebut State of the Union - pertamanya Selasa (1/3) malam waktu setempat, ia akan berusaha meyakinkan warga Amerika yang dirundung kecemasan bahwa kondisi negara itu kuat.
Ia akan menyampaikan pidato yang ditunggu-tunggu banyak orang di tengah berbagai krisis di hadapan publik yang kritis terhadap kepemimpinannya, dengan harapan dapat membuka lembaran baru kepresidenannya setelah menjalani tahun pertama yang sulit di Gedung Putih.
“Fakta-fakta yang ada mendukung presiden jika ia memang akan menyampaikan apa yang semua presiden ingin bisa katakan, adalah bahwa keadaan negara kita kuat. Kondisi Amerika memang sedang kuat,” kata Barbara Perry, direktur studi kepresidenan University of Virginia. “Produktivitas naik… Tingkat pengangguran saat ini sudah hampir kembali pada apa yang dinilai para ekonom sebagai kondisi di mana semua kelompok produktif sudah kembali bekerja.”
Namun, meyakinkan publik akan menjadi tantangan yang lebih berat bagi Biden, karena ia menghadapi bangsa Amerika yang kelelahan dan frustrasi dengan berbagai hal, dari pandemi selama hampir dua tahun, lonjakan inflasi dan harga bensin, hingga ledakan krisis di Eropa.
Jajak pendapat menunjukkan hanya seperempat warga AS yang percaya bahwa negara mereka berada di jalur yang tepat. Tingkat kepuasan publik terhadap kinerja Biden juga tenggelam, dengan lebih banyak orang yang tidak puas ketimbang yang puas.
Perry mengatakan, sang presiden harus dapat menyeimbangkan isi pidato kenegaraannya, antara merayakan berbagai pencapaian pemerintahannya dan mengakui bahwa ia memahami kesulitan yang dihadapi negerinya.
“Presiden AS tidak bisa menyenangkan semua warganya. Kita harus beranjak dari hal itu. Ia harus melakukan apa yang pernah dikatakan Bill Clinton: merasakan penderitaan mereka. Dan itu adalah kekuatan yang kebetulan dimiliki Joe Biden,” tambah Perry.
Maka, yang akan tampil adalah Presiden Biden yang berempati dengan ketidakpuasan masyarakat sambil secara bersamaan menyoroti keberhasilannya, seperti penciptaan 6,6 juta lapangan kerja, penurunan infeksi COVID-19 di tengah program vaksinasi dan perawatan medis, dan diloloskannya undang-undang infrastruktur bipartisan yang pada pemerintahan sebelumnya selalu gagal.
Biden juga diperkirakan akan terus mendorong agenda belanja domestiknya, mengungkap strateginya untuk mengatasi inflasi dan tindak kejahatan, serta memberi penghormatan terhadap dipilihnya Ketanji Brown Jackson, perempuan kulit hitam pertama, sebagai calon hakim Mahkamah Agung AS oleh dirinya.
“Itu seharusnya masuk ke dalam kategori ‘ini yang telah saya lakukan untuk negeri, ini yang telah saya lakukan untuk sejarah,” kata Perry.
Biden akan menyampaikan pidato kenegaraannya di tengah ujian global terbesar kepresidenannya, menggarisbawahi apa arti krisis Ukraina bagi rakyat Amerika, sambil memuji persatuan aliansi AS ketika dunia menghadapi agresi Rusia yang berbahaya.
“Saya rasa Presiden Biden telah melakukan pekerjaan yang luar biasa dalam menyatukan aliansi NATO,” kata Ivo Daalder, mantan wakil tetap AS untuk NATO. “Di sini kita melihat tim ini menunjukkan bagaimana diplomasi yang baik dan benar untuk mempersatukan negara-negara yang berbeda dengan kepentingan dan prioritas dalam negeri yang berbeda-beda untuk kemudian fokus memberikan tanggapan yang koheren. Dan kita telah melihat tanggapan yang koheren (dari mereka.)”
Menjelang pemilu paruh waktu yang amat menentukan pada November mendatang, Partai Demokrat berharap pidato kenegaraan Biden dapat memberikan dorongan yang sangat dibutuhkan bagi kepresidenannya yang tengah mengalami kesulitan.
Meski demikian, Perry mencatat, dengan pidato kenegaraan yang kuat sekali pun, biasanya tingkat kepuasan publik atas kinerja presiden tidak akan secara otomatis meningkat. [rd/lt]