Para analis di Asia tidak terlalu khawatir dengan dampak masalah perekonomian Yunani, yang menurut mereka tidak banyak berakibat langsung terhadap bursa saham regional, yang justru berfokus pada gonjang-ganjing di bursa China. Tapi semakin banyak kekhawatiran timbul bahwa krisis di Yunani tidak dapat dikendalikan, dampaknya akan meluas dan lebih buruk dari perkiraan semula.
Analisis dari Goldman Sachs pekan ini memprediksi pasar-pasar di negara berkembang di Asia akan mengalami "dampak finansial langsung yang terbatas" dari kegagalan Yunani membayar utangnya dan keluarnya negara tersebut dari zona Euro. Utang negara-negara Asia kepada bank--bank Eropa hanya mencapai lima persen dari produk nasional bruto wilayah ini.
Utang China misalnya, hanya 3 persen PDB sementara Malaysia memiliki porsi utang tertinggi dengan 18 persen PDB. Juga sebaliknya, negara-negara Asia tidak banyak memiliki banyak aset di Eropa.
Andy Xie, seorang analis keuangan independen dan mantan ekonom Bank Dunia, mengatakan sebagian besar negara-negara Asia siap mengatasi sejumlah ketidakpastian di pasar keuangan.
"Negara-negara itu memiliki cadangan mata uang asing yang sangat besar. Jadi seperti apapun gelombang kejutan keuangan yang ada, tidak akan terlalu menghantam tempat-tempat tersebut," ujarnya.
Namun negara-negara Asia masih tergantung pada ekspor internasional. Menurut Goldman Sachs, ekspor ke Eropa dari China dan India sendiri mencakup 25 persen total ekspor dan 20 persen PDB kedua negara. Di sektor manufaktur, negara-negara Asia menjual ke Eropa 7 persen dari produksi teknologi tinggi, 5 persen tekstil, dan 5 persen peralatan transportasi yang mereka produksi.
Pada saat yang sama, muncul kekhawatiran akan kondisi perekonomian di China. Penurunan mendadak di bursa saham China baru-baru ini dan laporan melambatnya pertumbuhan ekonomi di China mengindikasikan perekonomian terbesar kedua kesulitan menumbuhkan pasar domestiknya.
Xie mengatakan pasar keuangan masih tidak memahami bagaimana China dapat bertransisi dari pasar yang berorientasi ekspor menjadi perekonomian yang lebih berimbang, dan berpa lama transisi akan berlangsung. Dan ini menyebabkan ketidakpastian di bursa saham.
"Jika transisi di China tidak berlangsung lancar, perekonomian dunia akan terkena dampaknya. Terutama negara-negara Asia, mitra perdagangan terbesar bagi China. Jadi bila permintaan dari China melemah, dampaknya akan besar," ujar Xie.
Perekonomian Korea Selatan juga berupaya untuk bangkit dari lesunya sektor pariwisata dan belanja konsumen dalam negeri pasca berbagai kasus merebaknya sindroma pernapasan dari Timur Tengah (MERS) di negara ini. Dan walaupun Jepang mengalami pertumbuhan yang relatif kuat akhir-akhir ini, negara ini masih berupaya pulih dari resesi tahun lalu.
Pengaruh langsung krisis di Yunani tidak banyak berdampak langsung terhadap negara-negara Asia, dan pada saat yang sama, Asia juga tidak banyak berpengaruh terhadap penyelesaian krisis ini. Goldman Sachs memperkirakan Yunani tetap berada di zone Euro walaupun negara tersebut gagal memenuhi kewajibannya. Analis memproyeksikan mata uang Eropa akan menurun nilai sebagai dampak krisis, tapi ini hanya akan berpengaruh sedikit, mengakibatkan penurunan kurang dari 2 persen nilai pada ekspor negara-negara Asia.
Tapi pada akhirnya, kemelut dalam perekonomian Eropa ini dapat mengakibatkan stagnannya perdagangan global, mengakibatkan penurunan pada permintaan ekspor yang merupakan kunci bagi pertumbuhan ekonomi di Asia.