Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta hari Rabu (24/9) memvonis Mantan Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum dengan hukuman 8 tahun penjara dan denda Rp300 juta.
Anas juga diharuskan membayar uang pengganti kerugian negara Rp57,5 milliar.
Ketua Majelis Hakim, Haswandi menyatakan Mantan Ketua Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) itu terbukti melakukan tindak pidana korupsi dengan menerima hadiah dan tindak pidana pencucian uang terkait proyek Hambalang dan Proyek APBN lainnya.
Hakim menilai Anas memiliki pengaruh dalam mengatur proyek APBN mengingat jabatannya sebagai anggota DPR. Meski demikian, majelis hakim menolak tuntutan jaksa penuntut umum untuk mencabut hak politik Anas karena penilaian layak tidaknya seseorang dipilih dalam jabatan publik merupakan kewenangan publik.
Hal yang memberatkan vonis Anas yaitu sebagai anggota DPR, ketua fraksi dan ketua umum partai seharusnya Anas memberi teladan baik kepada masyarakat. Anas juga dinilai tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme.
Haswandi menyatakan dalam putusannya, "Menyatakan terdakwa Anas Urbaningrum terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang dilakukan secara berlanjut dan tindak pidana pencucian uang yang dilakukan secara berulang kali. Menjatuhkan pidana terhadap terdakwa Anas Urbaningrum tersebut dengan pidana penjara selama 8 tahun."
Dalam putusan tersebut dua anggota majelis hakim memiliki pendapat berbeda (dissenting opinion). Mereka menilai dakwaan jaksa penuntut umum atas pasal tindak pidana pencucian uang yang dijatuhkan kepada Anas tidak tepat.
Kedua hakim tersebut menyatakan jaksa pada Komisi pemberantasan Korupsi tidak memiliki kewenangan menuntut perkara tindak pidana pencucian uang.
Usai pembacaan putusan, Anas Urbaningrum menilai vonis 8 tahun untuknya tidak adil karena tidak berdasarkan fakta persidangan yang lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan. Dia juga menyatakan akan berdiskusi dengan keluarga untuk memutuskan apakah akan melakukan banding atau tidak atas putusan hakim itu.
Anas juga menyatakan sedih atas putusan hakim tersebut.
Di hadapan majelis hakim, Anas meminta majelis hakim dan jaksa penuntut umum untuk melakukan mubahallah atau sumpah kutukan.
"Saya meyakini tentang substansi pembelaan saya sebagai terdakwa, tentu penuntut umum juga punya keyakinan di dalam menulis dan menyampaikan dakwaan dan tuntutan. Majelis juga sudah mempertimbangkan dengan selengkap mungkin dan itu diputus berdasarkan keyakinan majelis, karena saya yakin, JPU yakin, majelis juga yakin mohon diizinkan melakukan mubahallah siapa yang salah itulah yang sanggup menerima kutukan," papar Anas Urbaningrum.
Majelis hakim tidak mengindahkan permintaan Anas untuk melakukan mubahallah.
Vonis hakim ini jauh lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum yang menuntut 15 tahun penjara dan membayar uang pengganti sebesar Rp94 milliar dan 5,2 juta dollar AS.
Jaksa mendakwa Anas menerima hadiah dari berbagai proyek pemerintah termasuk Hambalang senilai Rp116,8 millliar dan US$5,266 juta.
Sementara, Pengamat Hukum Pidana Universitas Pelita Harapan Jamin Ginting menilai Jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi tidak mungkin menghadirkan bukti yang memiliki kekuatan hukum yang lemah.
"Pihak Anas itu mengatakan itu ngawur, silakan itu kan pendapat mereka, itu hak mereka. Ini kerja dari KPK, KPK tidak mungkin menghadirkan fakta atau bukti berdasarkan duga-duga," kata Jamin Ginting.
Selama proses persidangan berjalan, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) melakukan aksi di depan gedung Pengadilan Tipikor Jakarta. Mereka juga sempat membakar sampah dalam aksinya ketika majelis hakim menjatuhkan vonis 8 tahun penjara terhadap Anas Urbaningrum.
Ketika ditanya perihal janjinya beberapa waktu lalu untuk digantung di Monas jika terbukti melakukan korupsi proyek Hambalang, dia mengatakan bahwa ia tidak terlibat dalam korupsi tersebut. Oleh karena itu lanjutnya janjinya yang bersedia digantung di Monas terpatahkan.