Ancaman nyata dari pihak-pihak yang ingin mengganti Pancasila sebagai dasar negara Indonesia telah muncul dalam beberapa tahun terakhir, yang ditandai dengan berbagai aksi yang menyerukan penggunaan paham atau ideologi lain.
Selain itu, upaya mengganti Pancasila dapat dilihat dari pemahaman generasi muda masa kini, yang menganggap Pancasila sudah tidak relevan dan perlu diganti dengan ideologi atau dasar negara yang lain.
Ketua Pemuda Katolik Komda Jawa Timur, Agatha Retnosari mengatakan ancaman mengubah Pancasila sebagai dasar negara telah terlihat salah satunya dari sektor pendidikan, di mana pengajaran ideologi lain lebih dominan dibandingkan pengajaran nilai-nilai Pancasila.
“Kalau saya melihatnya sungguh nyata karena mereka yang ingin menggantikan Pancasila ini. Mereka tidak hanya lewat jalan-jalan teror, tetapi juga mereka masuk melewati jalur-jalur pendidikan. Maka dari itu, menjadi penting buat kita yang memang menginginkan pancasila tetap tegak berdiri di Indonesia, kita juga harus lebih cerdas dan lebih cerdik dari mereka dalam menggunakan cara,” kata Agatha Retnosari.
Ditambahkannya, penanaman nilai-nilai Pancasila sedianya dilakukan sejak dini, yaitu mulai dari keluarga.
Menurut Agatha, meski pendidikan formal penting, tapi pendidikan di dalam keluarga jauh lebih penting. Karena, orang tua adalah guru pertama yang mengajarkan nilai-nilai kebaikan Pancasila kepada anak-anak, tutur Agatha.
“Misalnya, sikap tenggang rasa, sikap saling tolong menolong, dan lain sebagainya. Menurut saya kalau itu sudah dilakukan dan menjadi kebiasaan sehari-hari, nilai-nilai Pancasila itu bukanlah menjadi hal-hal yang asing lagi,” kata Agatha.
“Jika Pancasila itu dihayati dan dilakukan dalam keseharian kita sebagai pribadi dan juga ke dalam hidup berbangsa dan bernegara, rasanya ideologi lain yang akan berusaha masuk ke negara Indonesia, juga mengalami kesulitan atau hambatan,” jabarnya.
Koordinator Gusdurian Surabaya Yuska Harimurti menuturkan tokoh agama dan tokoh masyarakat harus memainkan peranan untuk membumikan Pancasila.
“Peran tokoh agama menjadi sangat penting, karena kalau kita melihat akhir-akhir ini ada beberapa pihak yang menyuarakan perlunya mengganti dasar negara selain Pancasila. Nah, ada semacam keresahan bagi kita, bagaimana mungkin Pancasila itu jika tidak ada di bangsa Indonesia. Pancasila ini adalah pemersatu,” kata Yuska.
“Pancasila itu adalah yang menjadi tolok ukur jika ada masalah-masalah perbedaan yang mencuat. Kita harus segera berani menyatakan ketika ada masalah perbedaan itu mencuat, kita harus berani menyatakan untuk mari kita kembali ke Pancasila,” paparnya.
Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa mengajak seluruh elemen masyarakat di Jawa Timur untuk bersama-sama menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia yang merefleksikan sila ketiga dan menjadi kunci penting menjaga kelestarian Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
“PR kita hari ini adalah, bagaimana bersama kita menjaga persatuan Indonesia, persaudaraan dan kebersamaan ini menjadi bagian penting, persatuan ini menjadi titik kunci untuk bisa menjaga NKRI,” kata Khofifah.
“Dan kalau pada 1 Juni Hari Pancasila, maka implementasi dari sila ketiga, saya ingin mengajak kita semua kembali melakukan ikhtiar, bagaimana kita rekatkan kembali persatuan Indonesia dalam konteks apapun, dalam strata dan status sosial apapun, dan dimana pun,” pungkas Khofifah Indar Parawansa. [pr/em]