Seorang pemain kriket Pakistan menawarkan imbalan untuk pembunuhan politisi Belanda yang sangat anti-Muslim, Geert Wilders, karena menyelenggarakan kontes kartun yang menggambarkan Nabi Muhammad.
Iming-iming imbalan itu menambah kekhawatiran di Belanda bahwa kompetisi kartun, yang diumumkan pada 12 Juni lalu, akan menyebabkan kekerasan dengan target tertentu, baik di Belanda maupun terhadap target-target Barat di Pakistan, oleh militan keagamaan termasuk ISIS atau para pembunuh yang terinspirasi oleh kelompok teror tersebut.
Pada tahun 2015, dua militan Perancis yang telah bersumpah setia kepada al-Qaida membantai 12 orang di kantor majalah satir Charlie Hebdo, tampaknya karena media tersebut mencetak sejumlah kartun Muhammad. Serangan ini adalah yang pertama dari gelombang terorisme di Perancis yang menewaskan lebih dari 240 orang selama tiga tahun belakangan ini. Antara 2.000 dan 3.000 demonstran di ibukota Pakistan, Islamabad, awal pekan ini dicegah sewaktu akan melemparkan batu ke arah Kedutaan Besar Belanda. Para demonstran menyatakan kontes kartun itu merupakan tindak penistaan.
Khalid Latif, yang tahun lalu dilarang bermain kriket selama lima tahun karena skandal pengaturan dalam pertandingan, mengumumkan di Facebook mengenai hadiah 24 ribu dolar bagi pembunuhan Wilders dan rekan-rekannya di partai ekstrem kanannya. Wilders mengatakan ia telah menerima lebih dari 200 kartun peserta kontes, yang akan dinilai oleh kartunis Amerika dan mantan Muslim Bosch Fawstin.
Karena jurinya seorang warga Amerika, kalangan Islamis Pakistan menyatakan Amerika juga harus disalahkan atas penyelenggaraan kontes tersebut. Partai Islamis Tehreek-e-Labbaik Pakistan (TLP), yang menuntut Islamabad agar memutuskan hubungan diplomatik dengan Belanda, menyatakan “langkah-langkah keras juga harus diambil terhadap Amerika.”
Perdana Menteri Baru Pakistan, Imran Khan, bintang kriket internasional, mengakui kehebohan yang berkembang tersebut. Ia berjanji dalam pidato perdananya pekan ini di Senat Pakistan bahwa ia akan mengangkat isu karikatur penistaan itu di Majelis Umum PBB. “Sedikit sekali di Barat yang memahami kepedihan yang dirasakan Muslim oleh aktivitas penistaan semacam itu,” kata Khan. [uh]