HO CHI MINH CITY —
Vietnam sedang berupaya menghilangkan masalah-masalah lalu lintas terkait tabrakan dan kabut asap atau smog.
Kecelakaan lalu lintas adalah pembunuh utama di negara tersebut, terutama di antara remaja.
Sekitar 14.000 orang Vietnam tewas setiap tahun karena kecelakaan lalu lintas, membuat negara berpenduduk 90 juta ini ada di antara 10 negara teratas yang menderita kematian terkait lalu lintas, menurut lembaga Bloomberg Philanthropies.
Jumlah itu mungkin dapat menurun karena Vietnam sedang bereksperimen untuk mengurangi jumlah kendaraan di jalan dan polusi udara.
Kementerian Perhubungan telah memperkenalkan sejumlah usulan, dari pembatasan akses mobil di daerah-daerah pusat kota, sampai berinvestasi lebih untuk jalur pejalan kaki dan kendaraan bertenaga listrik, serta mengubah jam sekolah dan kerja.
Opsi terakhir tersebut, yang dimaksudkan untuk mengurangi lalu lintas selama jam-jam sibuk, telah digulirkan di beberapa wilayah Hanoi, dan akan diberlakukan di Ho Chi Minh City. Masing-masing kota tersebut memiliki lebih dari tujuh juta penduduk.
Trinh Van Chinh, seorang konsultan untuk kementerian perhubungan, mengatakan perubahan jam tersebut tidak nyaman namun diperlukan.
"Kita harus membantu warga memahami secara lebih baik bahwa masalah ini sangat mendesak," ujar Chinh.
Para perencana berharap bahwa dengan membatasi jam sekolah dan kerja, mereka dapat mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas sampai 10 persen dan mengurangi kemacetan sampai 30 persen.
Beberapa telah mengkritik dan bahkan mengolok-olok kebijakan tersebut. Namun Akira Hosomi, yang membantu Vietnam membangun sistem metro melalui lembaga Japan International Consultants for Transportation (Konsultan Internasional Jepang untuk Transportasi), mengatakan kebijakan tersebut dapat berhasil karena ia telah melihat ide-ide serupa bekerja di lain tempat. Ia mengatakan Singapura memberlakukan harga tiket metro yang lebih murah di luar jam-jam sibuk untuk mengontrol kepadatan lalu lintas.
Selain membangun sistem kereta bawah tanah pertama dalam beberapa tahun mendatang, kementerian perhubungan ingin mendorong lebih banyak warga menggunakan bus kota.
Dalam proposal-proposal terbarunya, kementerian mengusulkan ongkos yang lebih murah dan bebas biaya parkir di titik-titik transit utama di mana warga dapat melompat ke bus. Tanda-tanda dipasang di sekitar Ho Chi Minh City, mendesak warga untuk naik bus.
Hal ini akan sedikit-sedikit mengurangi jumlah pengendara sepeda motor.
Di Vietnam, seperti juga Indonesia, sepeda motor masih merajai jalanan. Hal itu membuat para pengendara lebih terpapar polusi, ujar Hosomi, selain juga tabrakan.
"Saya kira polusi udara di Vietnam, terutama di Hanoi dan Ho Chi Minh City, semakin serius setiap hari," ujarnya.
Hosomi menambahkan bahwa ketersediaan yang luas dari bahan bakar murah berkontribusi pada kabut asap. Demikian juga mobil, sehingga pemerintah ingin membatasi jumlah mobil di pusat-pusat kota dan membuat pengendara mobil membayar jika ingin pergi ke daerah-daerah tersebut. Para pejabat juga ingin mempromosikan kendaraan listrik.
Protes dari Importir Mobil
Horst Herdtle, CEO dari Euro Auto yang mengimpor mobil-mobil BMW ke Vietnam, mengatakan kebijakan itu seharusnya tidak membatasi mobil-mobil tradisional.
Ia mengatakan mobil-mobilnya menghadapi standar-standar emisi Eropa yang keras sebelum datang ke Vietnam sehingga "barangkali kerbau mengeluarkan zat-zat yang lebih berbahaya dibandingkan sebuah mobil penumpang."
Pemerintah akan menghadapi kesulitan yang lebih tinggi dalam mengontrol kendaraan setelah 2018, ketika bea impor kendaraan harus dihapuskan dalam wilayah ASEAN.
Perubahan ini adalah bagian dari integrasi wilayah yang lebih jauh, termasuk Komunitas Ekonomi ASEAN yang akan dimulai pada 2015. Vietnam mengurangi pajak-pajak impor otomotif sampai setengahnya tahun ini, yang dulu membuat pembeli membawar dua kali lipat dari harga yang tertera di mobil.
Pada saat yang sama, Vietnam telah mencatat keberhasilan dalam beberapa kampanye lalu lintas lewat media massa. Dorongan untuk menggunakan helm telah mencapai tingkat kepatuhan 90 persen, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Papan-papan reklame di jalan mengingatkan pengendara bahwa "Keselamatan yang Utama" atau bahwa tahun ini adalah "Tahun Keselamatan Lalu Lintas."
Namun ahli lingkungan Phan Ha Vy mengatakan kampanye keselamatan lalu lintas kurang menyertakan isu lingkungan.
"Ada begitu banyak polusi karena orang-orang tidak sadar akan lingkungan," ujar Vy.
Sebagian besar orang Vietnam menghadapi polusi dengan memakai masket. Banyak yang berjalan kaki dan berolahraga di luar ruangan pagi-pagi buta ketika kendaraan lebih sedikit dan kabut asap belum banyak.
Kecelakaan lalu lintas adalah pembunuh utama di negara tersebut, terutama di antara remaja.
Sekitar 14.000 orang Vietnam tewas setiap tahun karena kecelakaan lalu lintas, membuat negara berpenduduk 90 juta ini ada di antara 10 negara teratas yang menderita kematian terkait lalu lintas, menurut lembaga Bloomberg Philanthropies.
Jumlah itu mungkin dapat menurun karena Vietnam sedang bereksperimen untuk mengurangi jumlah kendaraan di jalan dan polusi udara.
Kementerian Perhubungan telah memperkenalkan sejumlah usulan, dari pembatasan akses mobil di daerah-daerah pusat kota, sampai berinvestasi lebih untuk jalur pejalan kaki dan kendaraan bertenaga listrik, serta mengubah jam sekolah dan kerja.
Opsi terakhir tersebut, yang dimaksudkan untuk mengurangi lalu lintas selama jam-jam sibuk, telah digulirkan di beberapa wilayah Hanoi, dan akan diberlakukan di Ho Chi Minh City. Masing-masing kota tersebut memiliki lebih dari tujuh juta penduduk.
Trinh Van Chinh, seorang konsultan untuk kementerian perhubungan, mengatakan perubahan jam tersebut tidak nyaman namun diperlukan.
"Kita harus membantu warga memahami secara lebih baik bahwa masalah ini sangat mendesak," ujar Chinh.
Para perencana berharap bahwa dengan membatasi jam sekolah dan kerja, mereka dapat mengurangi tingkat kecelakaan lalu lintas sampai 10 persen dan mengurangi kemacetan sampai 30 persen.
Beberapa telah mengkritik dan bahkan mengolok-olok kebijakan tersebut. Namun Akira Hosomi, yang membantu Vietnam membangun sistem metro melalui lembaga Japan International Consultants for Transportation (Konsultan Internasional Jepang untuk Transportasi), mengatakan kebijakan tersebut dapat berhasil karena ia telah melihat ide-ide serupa bekerja di lain tempat. Ia mengatakan Singapura memberlakukan harga tiket metro yang lebih murah di luar jam-jam sibuk untuk mengontrol kepadatan lalu lintas.
Selain membangun sistem kereta bawah tanah pertama dalam beberapa tahun mendatang, kementerian perhubungan ingin mendorong lebih banyak warga menggunakan bus kota.
Dalam proposal-proposal terbarunya, kementerian mengusulkan ongkos yang lebih murah dan bebas biaya parkir di titik-titik transit utama di mana warga dapat melompat ke bus. Tanda-tanda dipasang di sekitar Ho Chi Minh City, mendesak warga untuk naik bus.
Hal ini akan sedikit-sedikit mengurangi jumlah pengendara sepeda motor.
Di Vietnam, seperti juga Indonesia, sepeda motor masih merajai jalanan. Hal itu membuat para pengendara lebih terpapar polusi, ujar Hosomi, selain juga tabrakan.
"Saya kira polusi udara di Vietnam, terutama di Hanoi dan Ho Chi Minh City, semakin serius setiap hari," ujarnya.
Hosomi menambahkan bahwa ketersediaan yang luas dari bahan bakar murah berkontribusi pada kabut asap. Demikian juga mobil, sehingga pemerintah ingin membatasi jumlah mobil di pusat-pusat kota dan membuat pengendara mobil membayar jika ingin pergi ke daerah-daerah tersebut. Para pejabat juga ingin mempromosikan kendaraan listrik.
Protes dari Importir Mobil
Horst Herdtle, CEO dari Euro Auto yang mengimpor mobil-mobil BMW ke Vietnam, mengatakan kebijakan itu seharusnya tidak membatasi mobil-mobil tradisional.
Ia mengatakan mobil-mobilnya menghadapi standar-standar emisi Eropa yang keras sebelum datang ke Vietnam sehingga "barangkali kerbau mengeluarkan zat-zat yang lebih berbahaya dibandingkan sebuah mobil penumpang."
Pemerintah akan menghadapi kesulitan yang lebih tinggi dalam mengontrol kendaraan setelah 2018, ketika bea impor kendaraan harus dihapuskan dalam wilayah ASEAN.
Perubahan ini adalah bagian dari integrasi wilayah yang lebih jauh, termasuk Komunitas Ekonomi ASEAN yang akan dimulai pada 2015. Vietnam mengurangi pajak-pajak impor otomotif sampai setengahnya tahun ini, yang dulu membuat pembeli membawar dua kali lipat dari harga yang tertera di mobil.
Pada saat yang sama, Vietnam telah mencatat keberhasilan dalam beberapa kampanye lalu lintas lewat media massa. Dorongan untuk menggunakan helm telah mencapai tingkat kepatuhan 90 persen, menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO).
Papan-papan reklame di jalan mengingatkan pengendara bahwa "Keselamatan yang Utama" atau bahwa tahun ini adalah "Tahun Keselamatan Lalu Lintas."
Namun ahli lingkungan Phan Ha Vy mengatakan kampanye keselamatan lalu lintas kurang menyertakan isu lingkungan.
"Ada begitu banyak polusi karena orang-orang tidak sadar akan lingkungan," ujar Vy.
Sebagian besar orang Vietnam menghadapi polusi dengan memakai masket. Banyak yang berjalan kaki dan berolahraga di luar ruangan pagi-pagi buta ketika kendaraan lebih sedikit dan kabut asap belum banyak.