Perdana Menteri Malaysia Anwar Ibrahim mengatakan bahwa dia dan Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr, yang sedang berkunjung ke Malaysia, sepakat untuk memperkuat peran ASEAN dalam mengakhiri kekerasan yang dimulai setelah militer Myanmar mengambil alih kekuasaan dari pemerintahan terpilih Aung San Suu Kyi pada 1 Februari 2021.
Kata PM Anwar, “Kami menyinggung masalah Myanmar, untuk memperkuat konsensus lima butir ASEAN, tetapi juga memberikan fleksibilitas dan ruang kepada negara-negara jiran untuk terlibat secara informal tanpa mengorbankan isu-isu HAM dan perlakuan terhadap minoritas, khususnya Rohingya, dan minoritas lainnya di Myanmar.”
Beberapa negara ASEAN, termasuk ketua ASEAN, Indonesia, juga Singapura dan Malaysia, merasa frustrasi akibat penolakan Myanmar untuk bekerja sama dengan sebuah rencana perdamaian yang disusun pada 2021. Rencana itu menyerukan pengakhiran segera kekerasan dan penyelenggaraan dialog yang yang dimediasi lewat seorang utusan khusus ASEAN.
Blok itu telah melarang Jenderal-jenderal Myanmar menghadiri pertemuan ASEAN.
Presiden Marcos Jr. dalam konferensi pers bersama PM Anwar, tidak langsung menyebut Myanmar, tetapi setuju bahwa negara anggota harus bisa memanfaatkan pertemuan bilateral untuk mengatasi isu-isu.
“Kami juga sepakat bahwa kita bisa melacak tidak hanya di jalur multilateral semua isu-isu yang kita hadapi di kawasan, tetapi juga ada manfaatnya, kalau kita menggalakkan hubungan bilateral, khususnya antara Malaysia dan Filipina, dan mitra-mitra kami yang lain di ASEAN," tukas Marcos Jr.
Marcos yang tiba Selasa di Malaysia, juga akan menghadiri acara forum bisnis dan investasi sebelum pulang pada Kamis.
Pengambilalihan kekuasaan oleh militer dan penumpasan terhadap perlawanan bersenjata telah menjerumuskan Myanmar ke dalam kekacauan yang mematikan.
Negara-negara Barat dan Eropa, termasuk Amerika Serikat, telah memberlakukan sanksi terhadap pemerintah militer Myanmar dan menuntut pembebasan segera Suu Kyi dan tahanan politik lainnya.
Lebih dari 3750 warga sipil, termasuk aktivis prodemokrasi, telah dibunuh oleh pasukan keamanan dan hampir 24 ribu orang ditangkap sejak pengambilalihan kekuasaan oleh militer, demikian dilaporkan oleh Asosiasi Bantuan untuk Tahanan Politik, sebuah kelompok hak yang memantau angka-angka penangkapan dan korban. [jm/lt]
Forum