Para peserta arisan berasal dari Washington, D.C., Maryland, Virginia dan West Virginia. Apa manfaat dan motivasi dari pertemuan demikian?
Pada suatu hari Minggu bulan September di ruang tamu dan teras sebuah rumah yang nyaman dengan pekarangan luas dan asri, penuh pepohonan dengan daun-daun yang mulai berubah warna-warni seiring datangnya musim gugur, sekelompok pensiunan diplomat Amerika yang pernah bertugas di Indonesia maupun warga nondiplomat yang memiliki hubungan khusus dengan Indonesia berkumpul bersama diaspora Indonesia untuk acara arisan bulanan. Pertemuan informal di West Virginia itu terasa kental dengan nuansa Indonesia dengan aroma panggangan sate, berbagai suguhan makanan dan beraneka jajanan khas Indonesia, serta percakapan dengan bahasa gado-gado, antara Inggris, Indonesia dan kadang-kadang bahasa Jawa.
Label arisan yang diberikan untuk acara bulanan dan diadakan secara bergilir di rumah para pesertanya ini dimaksudkan untuk mengenang tradisi jejaring sosial informal khas Indonesia itu. Walaupun ada transaksi uang kecil-kecilan di antara para peserta perempuan, dan undian untuk menentukan penerima arisan dan giliran tempat berkumpul berikutnya, acara undian ini lebih untuk menyemarakkan suasana, berbeda dengan arisan sesungguhnya seperti yang lazim diadakan di Indonesia.
Kenangan Masa Lalu
Bagi para pensiunan diplomat Amerika dan warga lainnya yang memiliki kedekatan dengan Indonesia karena profesi maupun kehidupan pribadi, kehadiran pada acara arisan ini menjadi kesempatan untuk terhubung kembali dengan negara yang berkontribusi dalam pembentukan karier mereka. Acara kumpul-kumpul rutin ini juga merupakan saat untuk berbagi kenangan lama sambil menyantap nasi goreng, gudeg, rendang, sate, dan lain-lain, serta beraneka jajanan khas Indonesia.
Mereka juga menggunakan kesempatan ini untuk berbincang-bincang secara santai tanpa pokok pembicaraan tertentu, termasuk mengenang jalanan Jakarta yang sering macet, keindahan tempat-tempat tujuan wisata dan beragam seni pertunjukan tradisi yang unik terutama di Jawa dan Bali, keagungan candi Borobudur dan kemegahan candi Prambanan, dan, tentu, kehangatan serta keramahtamahan warga yang mereka temui selama tahun-tahun mereka bertugas di Indonesia. Cita rasa yang sudah tidak asing lagi memicu kisah-kisah perjalanan masa lalu, yang membangkitkan kembali rasa nostalgia dan rasa syukur atas kesempatan yang mereka pernah alami untuk ikut menikmati kekayaan budaya Indonesia dan alamnya.
Perasaan dan kesan di atas diungkapkan oleh Steven Burback dan John Aldis, keduanya mantan diplomat yang pernah bertugas di Kedutaan Besar Amerika di Jakarta. Steven dan John memiliki ikatan yang kuat dan mendalam dengan bumi Nusantara, terutama karena mereka menemukan belahan jiwa masing-masing di Indonesia.
Steven Burback, yang bertugas di Kedutaan Besar Amerika di Jakarta dari tahun 1976 hingga 1978, mengenang pekerjaannya di Defense Liaison Group (“Kantor Penghubung Pertahanan”) yang kini bernama Office of Defense Cooperation (“Kantor Kerjasama Pertahanan”). Dia mengatakan sangat senang dengan semangat pertukaran budaya yang ditawarkan oleh pertemuan arisan ini.
Steven sangat menghargai bagaimana arisan itu mempertemukan warga Indonesia dari berbagai pulau, masing-masing datang dengan berbagi hidangan unik. Pengalaman demikian, menurutnya, memperdalam hubungannya dengan kekayaan keragaman Indonesia. Meskipun ia tidak bisa hadir setiap bulan, pertemuan-pertemuan tersebut memungkinkannya untuk tetap mengikuti perkembangan budaya dan berita-berita mutakhir di Indonesia.
“Ya, untuk Arisan, saya merasa senang karena, pertama-tama, kami bisa datang dan bertemu banyak teman Indonesia dari berbagai pulau di Indonesia yang membawa berbagai jenis makanan. Jadi, ini adalah pertemuan yang menyenangkan setiap bulan. Meskipun saya tidak bisa datang setiap bulan, tetapi ini sangat, sangat menarik. Kami bisa belajar banyak tentang budaya Indonesia, pariwisata, sungguh unik, dan mungkin kami mendapatkan sedikit informasi terbaru tentang Indonesia, apa yang sedang terjadi di Indonesia.”
Steven bercerita tentang berbagai pengalaman indah yang selalu dialaminya manakala berkunjung kembali ke Indonesia, misalnya saat para pelajar muda mendatanginya dan ingin berbicara dan berlatih bahasa Inggris.
“Para pelajar itu sangat antusias bertemu dengan orang Amerika untuk melatih bahasa Inggris mereka,” kenang Steven seraya menambahkan “betapa mereka begitu ceria dan bersemangat,” tuturnya.
Selain ikut bangga menyaksikan dan merasakan keramatamahan orang Indonesia, Steven juga merasa beruntung bisa mencicipi dan menikmati begitu banyak jenis makanan dan jajanan yang berbeda dari daerah satu ke daerah lain secara geografis. Steven juga selalu mengagumi keindahan alam dan kekayaan budaya. Semua kenangan indah tentang Indonesia itu muncul kembali setiap kali dia menghadiri acara arisan.”
“Angkatan Darat Amerika-lah yang membawa saya ke Indonesia sebagai prajurit muda dan memberi saya kesempatan untuk merasakan keberagaman di negara yang indah, bertemu Veronica yang bekerja di Kedutaan tetapi dari Pangkalpinang, menikahinya di Bangka, berbulan madu di Bali, dan menjelajahi Jawa dan Sumatra. Sungguh pengalaman yang tidak akan pernah saya lupakan,” imbuhnya.
Pendapat senada disampaikan oleh John Aldis, seorang dokter yang sempat beberapa kali bertugas di Indonesia, mengenai pertemuan-pertemuan arisan ini. John melakukan kunjungan pertamanya ke Indonesia tidak lama setelah menikahi istrinya, Pheny, yang berasal dari Medan. Dia sempat bekerja di perkebunan karet di Sumatera Utara. John beberapa kali berkesempatan kembali mengunjungi Indonesia, pertama ketika berdinas di Angkatan Laut AS dan kemudian di Departemen Luar Negeri AS di mana dia menjadi pejabat medis (medical officer) di Kedutaan Besar AS di Jakarta.
“Saya ke sana beberapa kali karena perjalanan pertama saya ke Indonesia tepat setelah kami menikah. Saya bekerja selama lima atau enam bulan di perkebunan karet di Sumatera Utara. Kemudian saya kembali ke sana, wah, itu pertama kalinya saya bertugas di Angkatan Laut di Jakarta. Jadi saya sudah tiga kali bertugas di Indonesia selama bertahun-tahun. Dan istri saya berasal dari Indonesia.”
Seperti Steven, John sangat menghargai pengalaman masa lalu semasa dia bertugas di Indonesia dan arisan di Amerika ini seakan membangkitkan kenangan lama itu. Terlebih lagi, berbagai jenis makanan dengan aroma dan cita rasa yang khas yang disuguhkan pada setiap kesempatan sehingga selalu menggugah selera.
“Dan itulah tujuan dari arisan, bertemu dengan sekelompok teman Indonesia yang sangat, sangat baik dan para wanita yang semuanya pandai memasak sehingga kami mengingat Indonesia dengan semua hidangan berbeda yang mereka bawa. Itulah saat yang tepat yang kami tunggu-tunggu. Dan semua orang, melakukan hal yang sama, membawa hidangan yang berbeda sehingga setiap hidangan menjadi istimewa. Banyak kenangan indah.”
Seperti Steven, John mengaku tidak bisa menghadiri arisan setiap bulan karena berbagai kesibukan lain, tetapi dia mengatakan, “acara bulanan itu selalu ditunggu-tunggu karena itu adalah saat-saat yang dipenuhi dengan kehangatan, budaya, dan kenangan akan Indonesia.”
Memupuk Persahabatan dan Memperkenalkan Cita Rasa Indonesia
Bagi diaspora Indonesia di Washington, D.C., dan sekitarnya, menghadiri arisan ini lebih dari sekadar “mengadu nasib dengan mendapat giliran melalui undian.” Pendapat demikian diungkapkan oleh sebagian di antara mereka, termasuk Kasiyem Maupin yang berasal dari Jawa Timur: “Ini untuk silaturahmi sekali sebulan. Masing-masing kami membawa makanan untuk dinikmati bersama.”
Demikian pula oleh Ni Wayan Resendiz asal Bali, yang akrab dipanggil Yayuk, yang mengatakan dia teringat kebiasaan arisan ini dari masa kecilnya. “Ini kebiasaan baik soalnya di Indonesia kan ibu saya, dari saya kecil, dia juga mengadakan arisan, dan itu cara dia untuk menabung. Tapi kalau di sini (memang) persahabatan yang paling perlu, yang menjalin persahabatan lama,” ujar Yayuk.
Sementara Dharmi Franceschini dari Jawa Tengah menegaskan pentingnya arisan sebagai ajang untuk tidak melupakan asal usulnya. “Arisannya untuk pertemuan, dan ini sudah berjalan selama 20 tahun. Kita dibesarkan di Indonesia dan sudah lama meninggalkannya. Jangan sampai dilupakan itu semuanya, Indonesia itu.”
Olha Datau yang berasal dari Gorontalo menimpalinya dengan mengatakan “untuk arisan ini yang penting bukan uangnya,” seraya menambahkan, “tapi lebih pada unsur kekeluargaan, dan untuk menerapkan atau mempertahankan dan menyemarakkan tradisi Indonesia walaupun kita berada di negara orang, di rantau.”
Melalui arisan, mereka ingin merayakan warisan budaya dan asal usul mereka. Arisan, ujar mereka, merupakan wadah untuk memperkenalkan cita rasa, adat istiadat, dan tradisi kampung halaman sekaligus untuk menjalin persahabatan, setidaknya dengan sebagian warga Amerika yang pernah atau yang masih memiliki hubungan khusus dengan Indonesia. [lt/ab]
Forum