Tautan-tautan Akses

AS akan Lanjutkan Penerbangan Deportasi ke Venezuela


Seorang migran asal Venezuela tampak menunggu untuk menaiki kereta di Ramos Arizpe, Meksiko, pada 20 September 2023. Kereta itu bergerak menuju wilayah perbatasan AS-Meksiko. (Foto: Reuters/Daniel Becerril)
Seorang migran asal Venezuela tampak menunggu untuk menaiki kereta di Ramos Arizpe, Meksiko, pada 20 September 2023. Kereta itu bergerak menuju wilayah perbatasan AS-Meksiko. (Foto: Reuters/Daniel Becerril)

Amerika Serikat, pada Kamis (5/10), mengatakan akan melanjutkan penerbangan deportasi ke Venezuela setelah kesepakatan dengan Caracas tercapai. Pengumuman itu disampaikan ketika Presiden AS Joe Biden, yang sedang mencalonkan diri kembali dalam pilpres 2024, menerima tekanan untuk menghentikan penyeberangan perbatasan.

Washington telah menghentikan pendeportasian migran Venezuela ke negara asal mereka selama bertahun-tahun karena ketidakstabilan kondisi di negara Amerika Selatan itu. Washington juga masih meneruskan sanksi terhadap pemerintahan Presiden Venezuela Nicolas Maduro.

Akan tetapi, Venezuela, salah satu negara asal utama para migran yang semakin banyak berdatangan memasuki AS melalui perbatasannya dengan Meksiko, setuju untuk menerima kembali warga mereka, kata AS.

“Hari ini Amerika Serikat mengumumkan dilanjutkannya penerbangan deportasi ke Venezuela,” kata salah seorang pejabat senior pemerintahan Biden. “Keputusan ini diambil menyusul keputusan pemerintah Venezuela untuk menerima kembali warga mereka.”

Penerbangan pertama akan dilakukan “dalam beberapa hari ke depan.” Pendeportasian akan dilakukan terhadap migran Venezuela yang tiba di AS secara ilegal sejak 31 Juli.

“Kami sudah mendata orang-orang yang ada dalam penahanan kami hari ini, yang akan dideportasi pada waktunya dalam beberapa hari ke depan,” kata pejabat itu.

Venezuela mengonfirmasi kesepakatan tersebut, namun menyalahkan sanksi AS atas arus migran yang terjadi.

“Migrasi warga Venezuela dalam beberapa tahun terakhir merupakan konsekuensi langsung dari tindakan pemaksaan sepihak dan blokade ekonomi [tehadap] kami oleh Amerika Serikat,” kata pemerintah Venezuela melalui sebuah pernyataan.

Pengumuman itu disampaikan pada hari yang sama dengan pengumuman pemerintahan Biden yang akan memperpanjang tembok perbatasan AS dengan Meksiko, ketika Biden ditekan Partai Republik untuk membendung arus migrasi.

Lebih dari 100.000 warga Venezuela telah dicegat oleh petugas patroli perbatasan AS setelah melintasi perbatasan AS-Meksiko pada periode Mei hingga Agustus, menurut seorang sumber kepada AFP.

Sementara itu, AS membantah telah mengabaikan masalah HAM di Venezuela untuk menggolkan kesepakatan itu.

“Keputusan itu konsisten dengan upaya pemerintah untuk menerapkan strategi penegakan undang-undang imigrasi yang manusiawi, aman dan tertib,” menurut pernyataan Departemen Luar Negeri AS.

Presiden Venezuela Maduro, pewaris tokoh sayap kiri Hugo Chavez, terakhir kali memenangkan pemilu pada 2018 dalam pemungutan suara yang banyak dikritik secara internasional karena adanya dugaan penyimpangan.

AS menyatakan kemenangan Maduro tidak sah dan mengakui pemimpin oposisi saat itu, Juan Guaido, serta menjatuhkan sanksi besar terhadap Venezuela, termasuk sektor minyaknya yang menjadi sumber pendapatan utama negara tersebut.

Namun Guaido gagal merebut kendali dan kelompok oposisi pun memecatnya pada akhir tahun lalu.

Sebagai sebuah tanda cairanya hubungan antar kedua negara, pemerintahan Biden tahun lalu menyetujui sebuah proyek minyak oleh Chevron di Venezuela dan telah menyatakan kesediaannya untuk meringankan sanksi dengan imbalan kemajuan di negara tersebut. [rd/rs]

Forum

XS
SM
MD
LG