Para pejabat tinggi urusan keamanan pemilu Amerika Serikat meminta para pemilih untuk tidak menghiraukan kebisingan dan menolak apa yang mereka gambarkan sebagai klaim tidak berdasar bahwa pemilu presiden mendatang akan dicurangi.
Sebaliknya, dalam pengarahan pertama dari rangkaian pengarahan keamanan pemilu yang direncanakan menjelang pemilu pada November mendatang, mereka mengatakan, pemilih AS harus yakin bahwa ketika mereka pergi ke tempat pemungutan suara (TPS), suara mereka akan dihitung secara akurat.
“Selama beberapa bulan ke depan, Anda akan mendengar banyak hal yang berbeda dari berbagai sumber. Yang paling penting adalah mengenali sinyal melalui kebisingan itu, [memisahkan] fakta-fakta dari fiksi,” ujar Direktur Badan Keamanan Siber dan Infrastruktur AS (CISA), Jen Easterly, yang bertanggungjawab atas keamanan pemilu.
“Proses pemilu kita, infrastruktur pemilu, tidak pernah lebih aman, dan komunitas pemangku kepentingan pemilu tidak pernah sekuat ini. Itulah mengapa saya memiliki keyakinan terhadap integritas pemilu kita dan mengapa rakyat Amerika juga harus percaya,” tambah Easterly dalam konferensi pers pada Selasa (3/9).
Potensi intervensi pilpres
Upaya Easterly untuk meyakinkan para pemilih dilakukan lebih dari satu bulan setelah komunitas intelijen AS mengeluarkan peringatannya sendiri bahwa musuh-musuh AS – yang dipimpin oleh Rusia, Iran, dan China – berusaha untuk mencampuri pemilu November mendatang.
Namun upaya-upaya yang disoroti dalam peringatan komunitas intelijen itu dipelopori oleh operasi pengaruh atau kampanye disinformasi yang dirancang untuk menabur keraguan tentang proses pemilihan AS dan untuk membantu atau menghalangi kandidat tertentu.
Sebaliknya, upaya musuh-musuh AS untuk menyerang atau meretas sistem yang digunakan untuk melaksanakan pemilu, dan menghitung suara, sejauh ini tidak ada.
Penasihat senior CISA, Cait Conley, mengatakan kepada wartawan, “Kami belum melihat adanya niat untuk mengganggu proses pemilu.”
Meskipun beberapa hal tersebut dapat dijelaskan oleh apa yang para pejabat gambarkan sebagai aliran investasi yang stabil dalam infrastruktur keamanan pemilu – termasuk mempekerjakan lebih banyak penasihat kantor lapangan dan keamanan pemilu – para pejabat CISA tidak menganggap remeh minimnya aktivitas jahat yang mungkin ada.
“Itu adalah sesuatu yang dapat berubah setiap saat,” kata Conley.
CISA mengatakan upaya lain untuk mengamankan pemilihan presiden yang akan datang mencakup berbagai latihan keamanan pemilu, pengujian akurasi untuk mesin pemungutan suara, dan langkah-langkah keamanan yang lebih baik untuk melindungi jaringan komputer yang terkait dengan pemilu.
Mereka juga menekankan bahwa tidak ada satu pun sistem pencatatan suara yang terhubung ke internet, dan bahwa 97% pemilih AS akan memberikan suara di yurisdiksi yang memiliki surat suara sebagai cadangan.
Masalah kecil, skandal besar
Namun, semua hal tersebut tidak akan menghentikan negara-negara seperti Rusia, Iran, dan China dalam upaya meyakinkan pemilih bahwa terdapat sesuatu yang tidak beres.
Easterly mengatakan salah satu kekhawatiran terbesarnya adalah bahwa musuh-musuh AS akan menggambarkan masalah kecil sebagai skandal besar.
“Hampir tidak dapat dihindari bahwa di suatu tempat di seluruh negeri, seseorang akan lupa membawa kunci untuk membuka lokasi pemungutan suara,” katanya.
“Seseorang akan mencabut kabel printer untuk memasang panci listrik crockpot. Atau badai dapat menyebabkan listrik padam di TPS.”
Penjahat siber bahkan mungkin menemukan cara untuk menonaktifkan sementara apa yang oleh para pejabat digambarkan sebagai sistem yang berdekatan dengan pemilu, termasuk situs web lembaga negara bagian dan lokal yang mencatat dan menghitung suara.
“Musuh-musuh asing kita akan tetap menjadi ancaman yang terus-menerus dalam upaya melemahkan kepercayaan warga Amerika terhadap demokrasi dan lembaga-lembaga kita, serta menabur perselisihan yang bersifat partisan,” katanya. “Ini bergantung kepada kita semua untuk tidak membiarkan musuh asing kita sukses.”
Easterly dan Conley mengatakan cara terbaik untuk menghindari kepanikan yang tidak perlu adalah dengan mengandalkan para pemilih di negara bagian dan pejabat pemilu lokal untuk mendapatkan informasi. Namun jika masyarakat Amerika mengandalkan informasi dari akun media sosial, ini dapat menimbulkan masalah.
Agresivitas China
Sementara itu, Graphika, sebuah perusahaan analisis media sosial, pada Selasa mengeluarkan laporan yang memperingatkan bahwa operasi disinformasi terkait China – yang dikenal sebagai “Spamouflage” – telah berkembang semakin agresif.
Graphika mengatakan telah mengidentifikasi lebih dari selusin akun di platform X, yang sebelumnya dikenal sebagai Twitter, dan di TikTok yang “mengklaim sebagai warga negara AS dan/atau pendukung perdamaian, hak asasi manusia, dan integritas informasi yang berfokus pada AS yang frustrasi oleh politik Amerika Serikat dan Barat.”
“Akun-akun ini telah menyemai dan memperkuat konten yang merendahkan kandidat dari Partai Demokrat dan Republik, menimbulkan keraguan terhadap legitimasi proses pemilu AS, dan menyebarkan narasi yang memecah-belah mengenai isu-isu sosial yang sensitif,” kata laporan Graphika. Laporan itu juga menambahkan hanya sedikit dari pernyataan di akun-akun itu yang menarik perhatian publik.
Kesimpulan Graphika tampaknya konsisten dengan kajian Meta, perusahaan induk media sosial Facebook dan Instagram, ketika pertama kali mengidentifikasi upaya tersebut tahun lalu.
“Meskipun jumlah akun dan platform yang digunakan sangat besar, Spamouflage secara konsisten kesulitan untuk melampaui ruang gema [palsu] miliknya sendiri,” ungkap Meta ketika itu. “Hanya beberapa contoh yang dilaporkan ketika konten Spamouflage di Twitter dan YouTube disebarluaskan atau diperkuat oleh para pemengaruh di dunia nyata.” [em/ka]
Forum