Departemen Kehakiman Amerika Serikat mengajukan sebuah dakwaan kriminal pada Rabu (14/9), menuduh tiga warga negara Iran meretas jaringan internet dari ratusan korban di AS dan di seluruh dunia, dalam apa yang oleh para pejabat tersebut gambarkan sebagai kampanye dunia maya "gaya-ransomware".
Ransomware adalah perangkat lunak berbahaya (malware) yang bisa mencuri dan atau memblok akses ke data atau sistem komputer.
Dalam serangan ransomware, pelaku mengenkripsi sejumlah file yang ada di dalam komputer korban dan lalu meminta pembayaran dalam mata uang kripto sebagai imbalan untuk mengembalikan kembali file tersebut.
Meskipun dakwaan itu tidak menuduh peretas bertindak atas nama pemerintah Iran, sejumlah lembaga penegak hukum AS merilis peringatan bersama tentang "kegiatan siber berbahaya yang terus berlanjut" oleh pelaku yang berafiliasi dengan Korps Garda Revolusi Islam Iran.
Sementara itu, Departemen Keuangan AS memasukkan alamat bitcoin yang terkait dengan dua terdakwa ke dalam daftar hitam.
Laporan keamanan siber itu dikeluarkan bersama oleh lembaga penegak hukum AS, Australia, Inggris, dan Kanada.
Dalam sebuah pernyataan video, Direktur FBI Christopher Wray mengatakan, laporan itu menggarisbawahi “ancaman lebih luas” yang ditimbulkan oleh pelaku kejahatan siber Iran.
"Bagi para pelaku, mereka tidak mengenal yang namanya batasan. Sebagai contoh, mereka menjadikan rumah sakit khusus anak-anak di Boston sebagai target pada musim panas 2021," ujar Wray.
Tiga warga negara Iran itu, yang diidentifikasi bernama Mansour Ahmadi, Ahmad Khatibi Aghda dan Amir Hossein Nickaein Ravari, dituduh melakukan “peretasan dan pemerasan ala ransomware” antara Oktober 2020 hingga Agustus 2022, menurut dakwaan setebal 30 halaman yang diajukan pada Rabu.
Ketiga orang tersebut kini masih buron dan diyakini berada di Iran, menurut pejabat penegak hukum AS.
Departemen Luar Negeri AS menjanjikan hadiah sebesar $10 juta bagi pihak manapun yang mampu memberikan informasi soal ketiga terdakwa tersebut. [ps/jm/rs]
Forum