Para pejabat tinggi urusan luar negeri dan pertahanan dari Amerika Serikat dan Korea Selatan akan bertemu di Washington pada Kamis (31/10) setelah kedua sekutu tersebut memantau secara dekat dan menyatakan kekhawatiran atas penempatan sekitar 10.000 tentara Korea Utara ke Rusia.
Sementara itu, para pejabat dan analis AS mengatakan bahwa China mungkin tidak senang dengan semakin besarnya pengaruh Rusia terhadap Korea Utara, dan mengatakan bahwa jika Beijing memilih untuk meredamnya, maka China dapat membatasi ekspor bahan-bahan yang mungkin digunakan Pyongyang untuk produksi amunisi.
Dikenal sebagai pertemuan 2+2, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin akan menjadi tuan rumah bersama Menteri Luar Negeri Korea Selatan Cho Tae-yul dan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun pada Kamis di Washington, untuk berkoordinasi mengenai ancaman keamanan mendesak yang dihadapi aliansi tersebut.
Juru bicara Departemen Luar Negeri Matthew Miller mengatakan kepada VOA dalam pengarahan pada Senin (28/10), bahwa agenda utama adalah diskusi mengenai “perluasan hubungan Korea Utara dengan Rusia,” yang mencakup pengerahan pasukan Korea Utara ke Rusia, serta berbagai tindakan provokatif lainnya yang dilakukan Korea Utara dalam beberapa bulan terakhir, dan komitmen AS terhadap keamanan di kawasan Indo-Pasifik.
Konsultasi terbaru antara Washington dan Seoul itu terjadi hanya dua pekan setelah Tim Pemantau Sanksi Multilateral yang baru dibentuk, sebuah kelompok yang dibentuk pada pertengahan Oktober oleh Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang dan sekutu lainnya, berusaha mengoordinasikan penegakan sanksi terhadap Korea Utara dengan lebih baik.
Kelompok tersebut mengatakan meskipun “jalan menuju dialog” dengan Korea Utara masih terbuka, mereka berkomitmen untuk “mempertahankan rezim non-proliferasi global dan mengatasi ancaman yang timbul dari program-program senjata api pemusnah massal dan rudal balistik Korea Utara, yang melanggar resolusi Dewan Keamanan PBB.”
Beberapa analis berpendapat bahwa dengan mengirimkan pasukan untuk mendukung perang Rusia melawan Ukraina, Korea Utara mungkin memperoleh kesempatan untuk menguji efektivitas rudal balistik dan amunisinya.
“Kami telah berkomunikasi dengan China mengenai masalah ini untuk memperjelas bahwa kami khawatir akan hal ini, dan bahwa mereka harus khawatir terhadap tindakan destabilisasi yang dilakukan oleh dua negara tetangganya, Rusia dan Korea Utara,” tambah Miller.
Victor Cha, kepala Pusat Kajian Strategis dan Internasional (CSIS) yang berbasis di Washington, mencatat bahwa meskipun China mendukung perang Rusia di Ukraina, keterlibatan Korea Utara menimbulkan dinamika yang meresahkan.
“Pertama,” Cha menjelaskan, “China tidak menyukai Rusia memiliki pengaruh yang begitu besar terhadap Korea Utara.”
Cha menambahkan bahwa Beijing dapat mengambil tindakan spesifik, seperti membatasi ekspor kokas minyak bumi (HS 2713) ke Korea Utara, yang dapat digunakan dalam produksi amunisi.
“Menurut laporan publik baru-baru ini, impor barang ini (yang digunakan untuk produksi baja) telah meningkat secara dramatis sementara perdagangan secara keseluruhan perlahan-lahan mulai kembali normal,” katanya.
Di Pentagon, juru bicara Sabrina Singh mengumumkan bahwa Austin akan terus melakukan pertemuan resmi dengan mitranya dari Korea Selatan. Pada Rabu (30/10), Austin akan menjamu Kim di Pentagon untuk Pertemuan Konsultatif Keamanan AS-Korsel ke-56. [ab/ns]
Forum