Para ekonom mengatakan harga pangan dunia kemungkinan besar akan naik dalam bulan-bulan mendatang setelah wilayah-wilayah penghasil utama jagung dan kedelai di Amerika dilanda suhu panas dan kekeringan yang memecahkan rekor. Kenaikan harga pangan ini adalah yang ketiga dalam lima tahun belakangan.
Tadinya prediksi awal menaksir akan berlimpahnya hasil tanaman jagung, namun perkiraan itu menurun tajam setelah suhu udara tinggi dan kekeringan melanda seluruh negara bagian pertanian di wilayah Barat Tengah Amerika.
"Kita perlu hujan, dan tampaknya hujan tidak kunjung datang,” kata ekonom Dermot Hayes.
Ekonom dari Universitas Negeri Iowa Dermot Hayes mengatakan, karena Amerika adalah pengekspor utama jagung dan kedele di dunia, apa yang terjadi di Amerika akan berdampak pada harga-harga pangan secara global.
Meksiko dan Amerika Tengah, dimana jagung adalah bahan pangan pokok, akan terpengaruh secara langsung, ujar Hayes. Wilayah-wilayah lain akan terpengaruh secara tidak langsung.
"Harga roti di Afrika Utara akan naik. Demikian juga dan harga daging ayam dan daging babi di Tiongkok, dan akan ada orang-orang yang tidak begitu gembira,” ujar Hayes.
Hayes mengatakan harga roti akan naik karena harga gandum mengikuti harga jagung.
Harga daging babi dan ayam akan naik – dan demikian juga daging sapi, susu, dan telur – sebab jagung dan kedele adalah bahan utama dalam pakan ternak.
Menurut ekonom Maximo Torero dari Lembaga Riset Kebijakan Pangan, setiap negara yang tergantung pada impor pakan ternak akan mengalami kenaikan harga.
"Negara-negara itu adalah Tiongkok, India, dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin, yang berkembang pesat dan mengonsumsi banyak daging. Jadi, kenaikan harga akan besar sekali pengaruhnya pada negara-negara itu,” kata Torero.
Tetapi menurut Chris Barrett, ekonom dari Universitas Cornell, karena jenis tanaman yang terpengaruh cuaca itu terutama digunakan untuk ternak, maka hal itu relatif merupakan kabar baik.
"Masyarakat miskin yang makan jagung dalam jumlah besar tersebar secara tidak merata di daerah-daerah di mana mereka makan jenis jagung yang berbeda atau tinggal di daerah yang relatif terpencil di mana mereka juga terlindungi dari gejolak pasar global," ungkap Barrett.
Di banyak wilayah sub-Sahara Afrika, ujar Barrett, konsumen lebih suka jagung putih daripada jagung kuning yang ditanam di Amerika.
Masalah dasarnya, menurut Maximo Torero, adalah produksi pangan dunia belum bisa memenuhi permintaan pangan yang terus naik. Ia mengatakan, "Ada banyak pembicaraan tentang apa yang mesti dilakukan dan bagaimana memperbaiki keadaan, tapi tidak ada yang terjadi dan kita belum bisa mengubah keadaan.”
Torero memperingatkan bahwa dunia akan terus berada dalam keadaan yang sama sampai dilakukan upaya-upaya serius untuk memenuhi permintaan pangan yang semakin meningkat.
Tadinya prediksi awal menaksir akan berlimpahnya hasil tanaman jagung, namun perkiraan itu menurun tajam setelah suhu udara tinggi dan kekeringan melanda seluruh negara bagian pertanian di wilayah Barat Tengah Amerika.
"Kita perlu hujan, dan tampaknya hujan tidak kunjung datang,” kata ekonom Dermot Hayes.
Ekonom dari Universitas Negeri Iowa Dermot Hayes mengatakan, karena Amerika adalah pengekspor utama jagung dan kedele di dunia, apa yang terjadi di Amerika akan berdampak pada harga-harga pangan secara global.
Meksiko dan Amerika Tengah, dimana jagung adalah bahan pangan pokok, akan terpengaruh secara langsung, ujar Hayes. Wilayah-wilayah lain akan terpengaruh secara tidak langsung.
"Harga roti di Afrika Utara akan naik. Demikian juga dan harga daging ayam dan daging babi di Tiongkok, dan akan ada orang-orang yang tidak begitu gembira,” ujar Hayes.
Hayes mengatakan harga roti akan naik karena harga gandum mengikuti harga jagung.
Harga daging babi dan ayam akan naik – dan demikian juga daging sapi, susu, dan telur – sebab jagung dan kedele adalah bahan utama dalam pakan ternak.
Menurut ekonom Maximo Torero dari Lembaga Riset Kebijakan Pangan, setiap negara yang tergantung pada impor pakan ternak akan mengalami kenaikan harga.
"Negara-negara itu adalah Tiongkok, India, dan sebagian besar negara-negara Amerika Latin, yang berkembang pesat dan mengonsumsi banyak daging. Jadi, kenaikan harga akan besar sekali pengaruhnya pada negara-negara itu,” kata Torero.
Tetapi menurut Chris Barrett, ekonom dari Universitas Cornell, karena jenis tanaman yang terpengaruh cuaca itu terutama digunakan untuk ternak, maka hal itu relatif merupakan kabar baik.
"Masyarakat miskin yang makan jagung dalam jumlah besar tersebar secara tidak merata di daerah-daerah di mana mereka makan jenis jagung yang berbeda atau tinggal di daerah yang relatif terpencil di mana mereka juga terlindungi dari gejolak pasar global," ungkap Barrett.
Di banyak wilayah sub-Sahara Afrika, ujar Barrett, konsumen lebih suka jagung putih daripada jagung kuning yang ditanam di Amerika.
Masalah dasarnya, menurut Maximo Torero, adalah produksi pangan dunia belum bisa memenuhi permintaan pangan yang terus naik. Ia mengatakan, "Ada banyak pembicaraan tentang apa yang mesti dilakukan dan bagaimana memperbaiki keadaan, tapi tidak ada yang terjadi dan kita belum bisa mengubah keadaan.”
Torero memperingatkan bahwa dunia akan terus berada dalam keadaan yang sama sampai dilakukan upaya-upaya serius untuk memenuhi permintaan pangan yang semakin meningkat.