Di tengah kekhawatiran yang berkembang akan omicron, varian baru COVID-19, pemerintahan Biden mendukung upaya Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk membuat perjanjian internasional baru tentang kesiapsiagaan dan tanggapan atas pandemi pada masa depan yang disebut perjanjian pandemi. Namun para ahli kesehatan masyarakat pesimis dengan hasilnya.
Sedikitnya 55 negara telah menerapkan pembatasan perjalanan untuk membendung perebakan varian omicron COVID-19.
Dr. Anthony Fauci, Kepala Penasihat Medis untuk Presiden AS mengatakan, "Kasus yang dikonfirmasi hingga kemarin adalah 205 di 18 negara, dan pagi ini saja sudah naik menjadi 226 di 20 negara. Menurut saya, kita akan menyaksikan angka-angka itu berubah dengan cepat."
Sementara negara-negara berjuang untuk meningkatkan vaksinasi, Juru Bicara Gedung Putih Jen Psaki mengatakan pemerintahan Biden mendukung upaya WHO untuk membuat perjanjian internasional baru tentang kesiapsiagaan dan tanggapan atas pandemi di masa depan.
“Amerika berkomitmen untuk bekerja sama dengan negara-negara anggota untuk mewujudkan rekomendasi terbaru dari kelompok kerja tentang kesiapsiagaan dan tanggapan. Itu termasuk pembentukan perjanjian konvensi baru WHO atau instrumen internasional lainnya dan membuat perjanjian untuk meningkatkan efektivitas dan kelenturan peraturan kesehatan internasional,” ujar Jen Psaki.
AS awalnya menentang dimasukkannya bahasa yang akan membuat apa yang disebut "perjanjian pandemi" yang diusulkan pada bulan Maret oleh sekitar dua puluh pemimpin dunia mengikat secara hukum. Perjanjian itu diharapkan akan siap pada Mei 2024.
Krishna Udayakumar dari Pusat Inovasi Kesehatan Global Duke University yang berbicara dengan VOA melalui Skype mengatakan, “Apa pun yang dihasilkan oleh proses ini kecil kemungkinannya membuat perubahan apa pun pada lingkungan dan tanggapan pandemi kita saat ini. Kita mungkin mengharapkan proses selama dua hingga tiga tahun untuk mencapai perjanjian nyata yang mungkin atau sebenarnya mungkin tidak berlaku.”
Sementara itu, organisasi-organisasi kemanusiaan mengatakan perjanjian pandemi itu harus mencakup pengecualian paten pada vaksin yang disebut pengecualian TRIPS pada Organisasi Perdagangan Dunia.
Setelah awalnya menentang pengecualian tersebut, AS mengumumkan dukungannya pada bulan April, meninggalkan Inggris, Swiss, dan Uni Eropa sebagai pihak yang tidak setuju. Tetapi banyak yang ragu bahwa pemerintahan Biden akan memberikan tekanan diplomatik yang nyata pada masalah ini.
“Kami mengamati kurangnya kepemimpinan yang lebih proaktif dari AS karena AS mengubah sikapnya,” kata Yuanqiong Hu, penasihat hukum dan kebijakan senior untuk Kampanye Akses Dokter Tanpa Batas.
Menurut penelitian Duke University, hampir dua tahun setelah pandemi, dunia terus berjuang untuk memberlakukan tanggapan yang efektif dan adil. Komitmen dan janji-janji sebagian besar masih belum terpenuhi, termasuk tujuan untuk mencapai 40 persen cakupan vaksinasi di setiap negara pada akhir tahun 2021, dan cakupan 70 persen pada pertengahan tahun 2022. [my/lt]